Pelatihan fisik dilakukan pada hari sabtu pagi, dimulai pukul tujuh dan diakhiri sebelum pukul dua belas. Para peserta melakukan pelatihan di luar sekolah, mengikuti berbagai kegiatan yang menguras tenaga dan pikiran.
Setelahnya, mereka kira para OSIS akan berbaik hati memberikan mereka waktu pemulihan tenaga yang cukup, namun kenyataan tak seindah itu.
Pada malam harinya, di saat semua orang tertidur pulas dengan keheningan. Seorang lelaki berdiri di tengah lapangan, dia membawa toa di tangannya, yang kemudian membunyikan sirine darinya.
📢🚨📢
Mendengar suara keras tersebut beberapa orang langsung terbangun, dengan nyawa yang belum terkumpul mereka bertanya-tanya tentang suara apa itu.
"Qi, bangun Qi!"
Bertepatan saat Qinan bangun, sirine tersebut mati. Qinan terduduk sambil mengucek-ngucek matanya, masih sangat mengantuk. Melirik ke sekitar yang gelap gulita.
"Tadi ada suara sirine," kata Desi, teman sekelompok yang juga teman sekelasnya.
"Hm? Sirine?" Qinan menyipitkan mata, karena tak bisa melihat Desi. "Gue gam denger apa-apa," katanya.
"Kayaknya OSIS sengaja bangunin kita deh. Mungkin mau jurit malam." Rina berkata, dia teman Qinan dari kelas IPS.
Ada lima orang di ruangan, mereka mulai merapat satu sama lain. Semuanya perempuan, tiga orang kelas sepuluh dan sisanya kelas sebelas.
"Tapi kenapa gak ada OSIS yang ke sini? Kan biasanya mereka bangunin kita tiba-tiba terus suruh kumpul di lapangan," kata Dinda, kakak kelas berambut bob yang masih memakai selimutnya.
"Apa sirine tadi tuh tanda OSIS bangunin kita?"
"Kalau bener gitu, harusnya tadi dikasih tau dong. Nanti kalau ada suara sirine harus gimana gitu. Kalo gini kan bingung." Andin berdecak sebal. Menyayangkan tidurnya terganggu dengan ketidakpastian itu.
Mereka mulai beragumen. Qinan mulai paham dengan pembicaraan mereka, meski matanya masih saja merem-melek. Para OSIS tega sekali menyuruh melakukan jurit malam setelah mereka diberi pelatihan berat pagi tadi. Tapi, apa boleh buat dia harus bisa melawatinya, lagi pula ia tidak takut pada hantu-hantuan.
"Coba liat jam." Qinan berkata, membuat teman-temannya langsung menyorot jam dinding di atas papan tulis dengan senter—karena tak ada yang membawa jam tangan.
"Jam 12 kurang sepuluh menit."
Qinan berdiri saat mendengar jawaban. Dia bertanya lagi pada mereka, tentang berapa kali sirine berbunyi.
"Satu kali," jawab Desi. Qinan mengintip dari balik gorden, untungnya kelas yang dia tempati ada di lantai satu dan menghadap ke lapangan. Jadi, arah pandangannya langsung tertuju tepat ke sana.
Gelap.
Sepertinya para OSIS sengaja mematikan seluruh lampu di sekolah ini, ditambah cahaya bulan pun tertutup awan. Qinan menyipitkan mata saat melihat lampu senter menyorot ke lapangan dari kelas lain. Sepertinya kelompok lain juga sama penasarannya dengan kelompoknya.
"Aku rasa, bakalan ada sirine kedua nanti." Ucapan Qinan membuat yang lain mengernyit, "Tapi daripada nungguin hal yang belum pasti, ayo keluar."
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET : TWINS ✓
Fiksi Remaja⚠️WARNING⚠️ ⚠️DAPAT MEMBUAT HATI JUMPALITAN⚠️ --- Pada awal masuk sekolah, Qinan sudah berprasangka buruk pada si ketos. Manusia jutek yang sering membuatnya terintimidasi hanya dengan tatapan tajamnya. Namun, ternyata ada yang lebih seram dari si k...