Teman yang baik ialah yang datang membantu, tanpa diminta sekalipun.
°°°
Qinan mencebik, menatap kotak bekalnya dengan hati dongkol. Saat ini jam istirahat baru saja berbunyi, biasanya ia dan ketiga squad abal-abalnya itu akan makan siang bersama di belakang kelas dengan bekal masing-masing. Namun, hari ini dia malah ditinggal sendiri. Rama tidak sekolah, lalu Res dan Kibo mereka sedang ada kumpulan ekskul di ruang seni.
Walaupun begitu dia tak mau membiarkan perutnya keroncongan. Dia tetap harus bertahan hidup meski tanpa ketiga temannya. Karena itu Qinan memutuskan untuk pergi ke kantin dan makan bekal di sana. Lebih baik dikelilingi orang banyak daripada makan di kelas sendiri.
Gadis itu celingak-celinguk mencari tempat yang kosong. Dari sudut ke sudut semua meja sudah di tempati.
Seorang lelaki yang memperhatikan Qinan dari jauh berseru memanggilnya. Gadis itu terlihat tak punya tempat, jadi lebih baik bergabung saja bersamanya.
Qinan menyipitkan mata melihat Rizal yang tadi memanggilnya. Dia menunjuk dirinya sendiri ragu, bisa saja 'kan ada yang namanya Qinan selain dia.
Rizal mengangguk, menggerakkan tangan, menyuruhnya mendekat. Qinan mengulum bibir, merasa senang tiba-tiba. Dia akan mencatat momen ini dalam sejarahnya, ketika si waketos idaman mengajaknya makan bersama. Bukankah itu sangat luar biasa?
Walau kenyataannya tidak seluar biasa itu. Karena Rizal tak mengajak Qinan makan berdua melainkan bersama kedua temannya juga, yang tak lain dan tak bukan adalah si ketos Gilang dan si gadis cantik, Via.
Qinan tersenyum kaku menyapa ketiga penghuni meja itu. Sejujurnya dia sangat canggung di posisinya sekarang. Tapi, karena Rizal yang mengajak dan memang dia tengah membutuhkan tempat, tak ada salahnya 'kan dia bergabung? Meski beberapa orang langsung berbisik-bisik membicarakannya.
Apakah Qinan peduli? Haha, tentu tidak.Gadis itu menaruh kotak bekalnya di meja, lalu mendudukkan diri di samping Rizal saat lelaki itu memberikannya ruang duduk.
"Bawa bekal sendiri?"
Qinan mengangguk, menjawab pertanyaan Rizal. "Biasanya aku makan bareng temenku di kelas, tapi mereka lagi ada urusan masing-masing, jadi tinggal sendiri deh," katanya meringis kecil.
Via melihat Qinan jadi tersenyum lebar. Merasa gemas dengan adik kelasnya itu. Ketika dia berbicara, pipinya ikut mengembung seperti balon. "Kalau kamu sendiri, kamu gabung aja sama kita. Ya, 'kan?" ungkapnya langsung dibalas anggukkan Rizal, sementara Gilang tak berekpresi apa-apa, membuat Via menyikutnya dan Gilang pun mengangguk pelan.
"Iya, Kak, makasih. Eum ... aku mau beli minum dulu, Kak." Qinan berdiri, "Kalian mau nitip sesuatu?"
"Boleh? Kalau gitu gue nitip lemon tea." Rizal memberikan uang sepuluh ribuan pada Qinan.
"Kak Via? Kak Gilang? Mau nitip juga?"
Gilang menggeleng, sedangkan Via tiba-tiba berdiri. "Ayo sama-sama aja, aku juga mau beli minum," katanya sambil memegang lengan Qinan.
"Eh, nitip sama aku aja, Kak. Biar sekalian," ucap Qinan merasa tak enak.
Via menggeleng. "Biar aku beli sendiri, ayo!" katanya ramah, lalu menarik tangan Qinan dengan akrab. Qinan yang diperlakukan sangat baik oleh Via jadi merekah senang. Via mempunyai banyak nilai plus, dia cantik, ramah, humble, dan pasti pintar juga. Qinan sungguh kagum, dia sudah seperti bidadari sungguhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET : TWINS ✓
Fiksi Remaja⚠️WARNING⚠️ ⚠️DAPAT MEMBUAT HATI JUMPALITAN⚠️ --- Pada awal masuk sekolah, Qinan sudah berprasangka buruk pada si ketos. Manusia jutek yang sering membuatnya terintimidasi hanya dengan tatapan tajamnya. Namun, ternyata ada yang lebih seram dari si k...