44. Senyuman Bunga Matahari

2.1K 330 61
                                    

Seperti hari-hari biasa Gilang selalu rajin. Pemuda itu keluar kamar, penampilannya sudah rapi, wangi, dan tentunya tampan sekali. Ia melihat pintu kamar Galang di depan kamarnya, mendengus kecil, karena menduga jika saudaranya itu masih tidur.

Gilang menyempatkan diri ke dapur untuk membuat sepotong roti selai yang dijadikannya sebagai sarapan. Mbok Diah yang sedang memasak jadi menoleh dan bertanya, "Den Gilang gak sarapan nasi?"

"Nggak, aku ada urusan. Papa udah berangkat, Mbok?" tanya Gilang sembari mengunyah rotinya.

Mbok Diah mengangguk. "Iya, tadi jam enam Tuan berangkat."

Ah, papanya itu memang sibuk sekali, dia benar-benar gila kerja, Gilang jadi tak habis pikir. Berangkat terlalu pagi, dan pulangnya bisa larut malam.

Gilang kemudian beranjak dari dapur, pamit pada Mbok Diah untuk berangkat sekarang. Ia memasuki mobilnya di garasi, sejenak dia bersyukur melihat motor Galang masih terparkir di sana, karena berarti dugaannya tadi benar-jika Galang masih tidur.

Kalau ingin tahu tujuan Gilang pagi ini, sejujurnya dia sengaja berangkat lebih pagi karena ingin menjemput Qinan untuk berangkat bersamanya. Dan Gilang berharap agar niatnya tak didahului Galang seperti kemarin.

Gilang tak menyangka jika dia akan sampai segininya hanya demi mendapatkan hati seorang gadis. Dia hanya pernah dua kali jatuh cinta, pada Via dan sekarang pada Qinan. Tapi, untuk yang sekarang, rasanya begitu berat karena dia harus bersaing dengan saudaranya sendiri.

Gilang memundurkan mobilnya untuk keluar garasi, bersamaan dengan itu dia melihat Galang keluar dari rumah. Ia mengernyit, tak menyangka jika Galang akan berangkat sepagi ini. Tunggu- apa Galang juga memiliki niat yang sama dengannya? Ck, Gilang harus cepat.

Galang yang juga melihat mobil Gilang mundur dengan terburu-buru, pun jadi menduga hal yang sama. Ia segera ke garasi lalu menaiki motor dan melajukannya cepat untuk menyusul mobil Gilang yang sudah melesat pergi.

Walau Galang awalnya tertinggal, tapi dengan menaiki motornya ia bisa menyusul Gilang juga, sehingga motor dan mobil mereka bersebelahan dan saling beradu kecepatan. Meski tahu jika apa yang mereka lakukan ini adalah hal bodoh, mereka tetap tak berniat mengurangi kecepatan.

Hingga ketika tinggal 100 meter dari gang rumah Qinan, Gilang segera menancapkan gas. Lalu berhenti tepat di depan gang, sehingga motor Galang yang akan masuk ke sana jadi terhadang.

"Minggir!"

Gilang keluar dari mobil, melirik sekilas Galang yang berseru kesal karena mobilnya menghalangi. Ia tersenyum samar, lalu bergegas melangkah memasuki gang.

Galang mengumpat dalam hati, ia tak akan membiarkan Gilang sampai lebih dulu. Lalu segera memarkirkan motornya di belakang mobil Gilang, dan berlari mengejar saudaranya.

Gilang sampai lebih dulu, detik kemudian Galang datang. Namun, di antara mereka tak ada satupun yang maju dan mengetuk rumah Qinan. Bukan karena tak berani, tapi karena Qinan sudah berada di atas jok motor orang lain sekarang. Sudah siap berangkat, meski diam sejenak setelah melihat kedatangan mereka.

Gadis itu mengernyit, Rama yang duduk di depannya meliriknya sekilas, seakan merasakan kebingungan yang sama.

Galang maju ke samping motor Rama, menatap Rama dan Qinan bergantian. "Kalian bareng?"

Qinan mengangguk tenang. "Aku berangkat sama Rama."

"Sama gue aja."

Qinan menggeleng, tetap pada ucapan pertamanya, membuat Galang mendengkus kecil.

BITTERSWEET : TWINS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang