33. Galang sang Gladiator

2.1K 295 146
                                    

Jangan lupa vote dan komen yg banyak guys.

Harusnya kemarin up, cuma tiba-tiba kuota abis.

Happy reading:*

***

Suasana SMA Pradika pagi itu sudah ramai. Jangan lupa hari ini ada pertandingan persahabatan di sana. Para suporter SMA lawan ternyata sangat antusias, mereka datang berbondong-bondong ke SMA Pradika, lantas memenuhi pinggiran lapangan basket dan juga futsal, berteriak-teriak heboh menyerukan nama sekolah mereka.

Tak mau kalah dengan SMA lawan, para murid SMA Pradika balas menyerukan nama sekolah mereka. Bahkan lebih heboh, dengan suara tong sampah kosong yang dialih fungsikan jadi gendang.

Pertandingan basket dan futsal dilakukan bersamaan di lapangan yang berbeda. Karena itu para suporter kompak membelah menjadi dua kumpulan, sebagian menonton dan menyemangati tim basket, sebagian lagi mendukung tim futsal.

Qinan, Kibo, dan Res, berada di kelompok suporter tim futsal. Alasannya simpel, apa lagi kalau bukan karena Rama. Rama pasti akan marah besar jika nanti tak melihat mereka menontonnya nanti.

Pertandingan futsal dimulai lima belas menit lebih cepat. Para suporter mulai beradu, siapa yang yel-yelnya paling heboh dan paling semangat. Qinan, Kibo, dan Res tak mau kalah, ikut meramaikan dengan teriakan antusias untuk mendukung para pemainnya.

"RAMA!!! SEMANGAT!"

"GO GO GO RAMA!!"

"KEMON SEMANGAT, RAM! ULAH LOYO SIGA CACING!"

Ketiga orang itu beberapa kali menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitarnya. Mereka tak peduli, terus menyemangati Rama. Yang sebenarnya .... belum main sama sekali.

Rama di pinggir lapangan memijat pangkal hidungnya. Merasa tak habis pikir dengan tingkah ketiga temannya yang luar biasa bikin malu. Rama itu pemain cadangan, dan sekarang dia belum bermain sama sekali. Namun, dengan tak tahu malu, teman-teman tersayangnya malah menyerukan nama Rama dengan semangat 45.

Rama pusing. Malu. Kesal. Seharusnya, Rama tak usah memaksa mereka mendukungnya saja waktu itu, jadi pusing sendiri, 'kan. Sekarang, mereka malah jadi suporter alay, yang menyemangati seorang pemain cadangan.

"Keren, suporter lo lebih heboh dari suporter pemain inti." Ferdi menepuk bahu Rama, tergelak sendiri. Dia juga adalah pemain cadangan, kelas sebelas. Salah satu prestasi Rama adalah, hanya dia satu-satunya kelas sepuluh dari ekskul futsal yang ikut berpartisipasi dalam pertandingan ini. Meski hanya jadi pemain cadangan, dia beruntung bisa dipilih bahkan dari anggota lain yang lebih senior. Tentu saja itu bukan hasil cuma-cuma, Rama dipilih karena kemampuannya.

Rama mendengus kesal pada Ferdi, tapi tak membalas ucapannya. Pemuda itu menatap teman-temannya yang duduk di tribun yang dibatasi dengan jaring lapangan futsal. Tiba-tiba Rama mengukir senyuman tipis, meski dibuat malu dan tak habis pikir Rama tak bisa berbohong jika mereka bertiga selalu berhasil menjadi penyemangatnya.

Galang bermain. Sang kapten futsal beraksi dengan antusiasme tinggi. Bergerak lincah, bagai seorang Gladiator. Berlari ke sana-ke mari mengejar dan merebut bola, sesekali berseru untuk mengarahkan timnya.

"Wisnu, oper ke Bimo!" Galang berseru pada Wisnu yang sedang menggiring bola mendekati gawang. Namun, Wisnu tak mau menurut, dia mendecih sekilas saat Galang berseru padanya. Galang selalu bertingkah seolah dia tahu segalanya. Tanpa mengikuti intruksi Galang pun, Wisnu yakin dirinya mampu.

BITTERSWEET : TWINS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang