Yang lagi puasa! Semangat puasanya!!
Vote-komennya jan lupa😗
***
Lebih baik jujur sekarang, daripada nanti kehilangan kepercayaan.
°°°
Kepergian Kibo dan Qinan menciptakan keheningan di antara Res dan Rama. Keduanya masih belum ingin beranjak dari meja kantin, saling sibuk dalam pikirannya masing-masing. Mereka sama-sama ingin mengatakan sesuatu, namun mereka juga bingung harus memulainya dari mana.
"Gue serius soal ucapan gue tadi, Res." Rama berkata, wajahnya terlihat begitu tenang melihat Res tanpa ekspresi.
Res yang sejak tadi mengaduk-aduk minumannya kini mengangkat wajah, membalas tatapan pemuda yang dia sukai itu. "Gue juga," jawabnya tanpa ragu.
Rama menghela napas pelan. Ia tak menyangka jika Res sungguh menyukainya. "Maaf, Res. Tapi gue gak bisa sama lo. Gue harap lo bisa lupain perasaan lo sama gue," ungkap Rama dengan nada pelan.
Res menelan ludah, mendengar dengan jelas penolakkan dari Rama. Bagaimana rasanya? Sakit? Sesak? Tentu saja, bahkan rasa miris pada diri sendiri pun menyerbunya sekarang. Tak ada orang yang tidak sakit hati ketika ditolak oleh orang yang disukai. Tapi, apakah Rama harus mengatakan hal itu, jika dia harus melupakan perasaannya?
Res mencoba mengukir senyuman tipis, menahan segala rasa sesaknya. Ia lalu membalas ucapan Rama, "Kalau gitu lo juga harus lupain perasaan lo sama Qinan, bisa?"
Raut wajah Rama berubah seketika, ia kemudian menggeleng tegas. "Gue gak bisa, gue ... bener-bener cinta sama dia."
Gadis berambut panjang tersebut menatap Rama tak habis pikir. "Terus kenapa lo nyuruh gue lupain perasaan gue sama lo? Gue juga serius, Ram. Lo pikir perasaan gue cuma main-main, gitu?"
"Bukan gitu, Res—"
Res menyela, "Lo tau berapa lama gue pendam rasa suka gue sama lo?" Rama diam tak bisa menjawab. "Sejak kelas 8, Ram! Udah dua tahun gue diem-diem suka sama lo. Tapi, fengan santainya lo nyuruh gue buat lupain itu?" Res tertawa hambar, "Gue juga pernah coba, tapi ternyata gak bisa. Padahal saat itu gue udah sadar diri, bahkan kehadiran gue aja kadang gak lo sadari."
Sepertinya Res sudah tak tahan lagi, dengan nada pelan dia mencurahkan semua keluh kesahnya pada Rama. "Gue masuk sekolah ini juga karena ngikutin lo. Gue berharap bisa lebih deket sama lo, tapi nyatanya tetep aja usah. Untungnya gue ketemu sama Qinan, dan barulah saat itu lo bisa lirik gue sepenuhnya. Karena Qinan gue deket sama lo, karena Qinan gue bisa liatin lo tanpa celah lagi, tapi karena Qinan juga ... lo semakin gak bisa gue gapai."
Seakan tercekat, Rama tak bisa membalas ucapan Res, dia terus termangu mendengar setiap kalimat keluhan Res yang begitu menohok hatinya.
Res tertawa pelan, sambil menunduk. "Pesona Qinan emang gak bisa dijelaskan yah. Dia manis, baik, lucu, siapapun pasti merasa gemes sama dia. Lo juga, awalnya lo cuma gemes aja sama dia, tapi lama-lama lo jadi baper. Gue bener, 'kan?"
Tak ada jawaban dari Rama, Res menganggap itu sebagai jawaban 'ya'. Res melanjutkan ucapannya lagi, "Dengan gue deket sama lo, gue pengen banget nyatain perasaan gue sama lo. Tapi, setelah kita berempat sahabatan dan buat geng aneh, gue kubur niat gue itu. Gue berusaha lagi buat lupain perasaan gue sama lo, supaya persahabatan kita tetap terjalin. Awalnya gue pikir lo juga berusaha pendam rasa lo kayak gue dan lebih mementingkan persahabatan kita, tapi gue salah." Res mengangkat wajah, menyorot Rama dengan tatapan kecewa. " Tadi ... tanpa mikirin gimana nasib persahabatan kita, lo tiba-tiba nyatain perasaan lo sama Qinan. Gue gak nyangka lo seegois ini, Ram."
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET : TWINS ✓
Teen Fiction⚠️WARNING⚠️ ⚠️DAPAT MEMBUAT HATI JUMPALITAN⚠️ --- Pada awal masuk sekolah, Qinan sudah berprasangka buruk pada si ketos. Manusia jutek yang sering membuatnya terintimidasi hanya dengan tatapan tajamnya. Namun, ternyata ada yang lebih seram dari si k...