Jangan lupa, masih ada waktu yang bisa merubah segalanya.
°°°
Mobil warna silver itu berbelok, masuk ke area parkiran di sebuah supermarket. Berhenti, lalu dua orang keluar dari dalamnya, melangkah ke teras supermarket.
"Kamu tunggu aja di sini. Biar aku yang beli sendiri." Gadis itu berkata yang langsung dibalas gelengan si pria.
Via, mendengkus. "Gilang! Tolong, aku juga bisa sendiri," katanya sebal, lalu menurunkan intonasi bicaranya menjadi lebih lembut. "Tunggu di sini yah?"
Gilang, lelaki yang bersamanya itu mau tak mau jadi mengangguk, membiarkan si gadis pergi sendiri. Sejujurnya dia sadar jika dia lebih posesif sekarang. Bukan tanpa alasan, dia hanya tak ingin gadis itu meninggalkannya lagi.
Gilang senang Via kembali, dan dia tak mau gadis itu pergi lagi. Sudah cukup dia yang menunggu selama beberapa tahun belakangan ini.
Arah pandangan Gilang menemukan sebuah stan penjual kebab di depan supermarket. Dia tersenyum tipis, lalu menghampiri stan penjual itu. Dulu Via sangat menyukai kebab, dia harus membelikannya.
"Pak, kebabnya dua." Sambil menunggu kebabnya. Gilang pindah ke stan penjual milkshake, membeli dua karena Via juga menyukai milkshake.
Sekarang, kebab dan milkshake yang dia beli sudah di jinjingan. Sementara sang gadis masih belum keluar dari supermarket.
Tak lama kemudian akhirnya Via keluar, membawa jinjingan berisi makanan beku dan dua kaleng minuman bersoda.
"Sejak kapan kamu suka minuman bersoda? Bukannya dulu kamu anti banget minum begitu."
Via menyengir. "Aku jadi suka semenjak sekolah di London. Di sana, teman-temanku seringnya beli ini, jadi aku kebawa deh."
Gilang hanya tersenyum tipis sebagai respon, ia kemudian mengangkat dua plastik kebab dan mikshake yang dia beli. "Aku beli ini buat kamu," katanya dengan senyuman lebar. Namun, senyuman lebarnya langsung lenyap setelah melihat respon dari si gadis.
"Kamu harusnya gak perlu beli itu."
Perlahan ia menurunkan tangannya yang terangkat. "Kenapa? Ini makanan favorit kamu."
Via mendesah pelan. "Sebenarnya aku udah gak makan makanan begitu lagi."
Gilang tersenyum miring, menatap Via dengan sorot kecewa. "Selera kamu jadi berubah yah semenjak ke London? Kamu banyak berubah."
Via menatap lelaki itu tepat. "Aku memang berubah. Kamu juga harusnya berubah. Kita bukan anak SMP lagi, Gil. Kita sudah dewasa."
"Meski begitu apa harus semuanya berubah? Sikap? Selera? Atau perasaan? Apa kamu sudah merubah semuanya?" Gilang menatap Via dengan sorot tak terdefinisi.
"Kenapa kamu bicara soal perasaan? Kamu sekarang ragu?"
"Ya, aku ragu. Bahkan sejak kamu kembali dari London, kamu gak terlihat se-excited itu saat kita bertemu. Aku ngerasa ... kamu gak serindu itu sama aku."
"No, i miss you! I really miss you!" Via agak membentak. Mereka lupa jika saat ini mereka masih berada di depan supermarket, membuat beberapa orang pengunjung menonton mereka. "Tapi, apakah harus selalu diungkapkan? Kita harusnya bisa saling paham, karena kita sudah—"
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET : TWINS ✓
Roman pour Adolescents⚠️WARNING⚠️ ⚠️DAPAT MEMBUAT HATI JUMPALITAN⚠️ --- Pada awal masuk sekolah, Qinan sudah berprasangka buruk pada si ketos. Manusia jutek yang sering membuatnya terintimidasi hanya dengan tatapan tajamnya. Namun, ternyata ada yang lebih seram dari si k...