39. Payung kuning dari masalalu

2K 306 99
                                    

Hah... Qinan menghela napas pendek melihat teman sekelasnya terlihat sibuk dengan dunianya sendiri di jam kosong seperti sekarang, mungkin hanya dia saja yang terus dilanda kegabutan dan kesepian yang hakiki. Kibo sedang baper nonton drakor di ponselnya, Res tengah asyik bercengkrama dengan teman-temannya yang lain, Rama entah ke mana—dia mulai jarang ada di kelas, dan teman-temannya yang lain pada sibuk dengan kegiatan masing-masing. Apalagi hari ini Desi tidak sekolah karena sakit, membuatnya tak punya teman mengobrol.

Qinan diam mendengarkan percakapan seru Res dan teman-temannya tentang per-kpopan di meja depan. Sementara Qinan sendiri tengah duduk di bangku belakang bersama Kibo yang telinganya disumpal earphone, fokus nonton drama korea—yang katanya tanggung tinggal satu episode lagi.

Res terlihat baik-baik saja. Ditambah ada yang baru dari penampilan Res hari ini. Berubah signifikan. Gadis itu memotong pendek rambut panjangnya sampai sebahu. Padahal waktu itu Res bilang padanya jika dia akan tidak mau rambutnya lebih pendek dari punggung. Entahlah, mungkin Res bosan dengan rambutnya dulu.

"Res makin cantik, yah," gumam Qinan.

Merasa diajak mengobrol Kibo mem-pause drakornya. Ikut menatap ke depan, melihat Res yang memunggungi mereka. Kibo agak mendelik pada Qinan seakan mengatakan, padahal muka Res gak keliatan. Meski kemudian mulut Kibo berkata lain, "Menurut gue lebih cantik rambut panjang."

Qinan masih memusatkan padangan pada Res. Sungguh dia rindu sekali dengan temannya itu. Meski Res tidak seterang-terangan rama yang menjauh darinya—Res selalu menjawab ketika Qinan bertanya, Res juga selalu membalas pesan yang dia kirim, meski singkat— tapi Qinan sadar betul jika Res sedang memberi jarak kepadanya.

"Res selalu cantik, kok."

Kibo memiringkan wajah menatap Qinan. "Lo insecure?"

"Enggak, kok. Gue cuma ... kangen."

Pemuda berambut ikal itu menghela napas pelan mendengar ucapan Qinan. Ia tahu Qinan kesepian tanpa Res dan Rama, Kibo pun sama halnya. Kibo ingin memperbaikinya, tapi sekarang kondisi masih belum stabil, dia tak mau jika nanti malah memperumit masalah ini.

"Gue juga, Qi. Tapi, sekarang belum saatnya buat nyatuin mereka. Biarin mereka intropeksi diri dulu."

Qinan menoleh pada Kibo, tersenyum miring. "Omongan lo kayak si Adit, jangan-jangan kalian kembar siam."

Kibo jadi mendelik. "Kalo gue sama Adit kembar, berarti lo kakak gue dong!"

"Ih ogah punya adek kayak lo. Si Adit aja kadang bikin pusing, apalagi ada lo."

"Bakat lo ngata-ngatain gue berkembang baik yah, Qi," kata Kibo dengan sinis.

Qinan tertawa, ia hendak membalas tapi urung saat seseorang menyambung, tiba-tiba datang dan duduk di kursi depan mereka.

Rio tertawa menatap Kibo. "Lo-nya aja yang nista-able, Bo."

Kibo langsung menoyor kasar kepala Rio sambil mengumpat. "Nyambung aja lo kayak kabel. Ngaca dong! Lo lebih nista-able daripada gue."

"Heh enak aja!" Kemudian mereka saling beradu mulut sambil menoyor satu sama lain. Qinan mendatarkan wajah, lalu memijat pelipisnya—pening.

***

Jam istirahat Qinan dan Rio pergi ke ruang OSIS untuk kumpulan seperti biasa. Jangan lupa seminggu lagi akan akan diadakan Milad sekolah, mereka harus segera bersiap dari sekarang.

BITTERSWEET : TWINS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang