32. Hati yang mudah ambyar

2.1K 321 151
                                    

Komen per-paragrafnya bisa gak? Rasa-rasanya aku sedang butuh motivasi. Jadi bantu ramein dong.

Selamat membaca:*

***

"Setiap orang punya hak untuk ragu, karena memang gak semua hal harus kita percayai."
(Via)


°°°


Pukul 11.14. Sepanjang koridor SMA Pradika terlampau sunyi. Para murid rata-rata berada di kelas mengikuti pelajaran dengan khidmat atau malah berkantuk-kantuk. Mungkin ada juga beberapa murid yang berani bolos dan kini sedang bersembunyi di tempat terpencil. Namun, apakah ada murid yang baru datang saat itu?

Tentu ada.

Galang melangkah santai menyusuri koridor lantai bawah. Menatap lurus ke depan, tak menghiraukan beberapa pasang mata yang diam-diam melirik dari dalam kelas.

Memang keterlaluan. Di saat orang lain yang datang jam setengah delapan sudah dihukum dan diberi peringatan. Galang malah dengan santainya datang pukul sebelas siang, tanpa adanya peringatan.

Semua karena kekuasaan ayahnya. Walau sebenarnya Pradika sendiri mengatakan jika tak boleh ada ketimpangan di sekolah ini. Namun, tak semua orang bisa menerapkan. Buktinya, Pak Satpam selalu memasukkan Galang ke sekolah tanpa mendapat sanksi apapun.

Galang melirik arloji di lengannya. Waktu menunjukkan sudah pukul setengah dua belas. Masih ada waktu tiga puluh menit untuk bersantai, sebelum jam istirahat kedua berbunyi.

Seperti biasa, UKS akan menjadi ruangan pertama yang akan menjadi tujuannya dalam mencari ketenangan.

Galang berbelok, langsung membuka pintu UKS, meski detik kemudian langsung terdiam di tempat dengan wajah tanpa ekspresi.

"Ngapain?"

"Astagfirullah!"

Qinan yang tengah mengambil obat dari kotak P3K langsung mengejat kaget. Gadis itu berbalik, menemukan Galang di belakangnya.

"Kakak ngapain di sini?"

Galang mendengus, maju mendekat. "Gue nanya duluan asal lo tau."

Qinan mengangkat dua tablet paracetamol yang dia ambil tadi, menunjukkan.

Wajah datar Galang tiba-tiba berubah, jadi mengernyit. "Lo sakit?"

Qinan langsung menggeleng. "Enggak, aku gak sakit. Obat ini buat temenku," jawab Qinan tenang.

"Siapa? Kenapa dia gak ambil sendiri?"

"Aku ini PMR, pantes kalau aku yang ambil obatnya."

"Lo PMR? Sejak kapan?"

Qinan agak mendelik. "Kenapa kakak banyak tanya hari ini?"

"Kenapa? Salah?"

"Tuh, kan nanya mulu." Qinan mencibir. Gadis itu menelisik penampilan Galang. Baru menyadari ada sesuatu yang janggal. Matanya menyipit dengan sinis. "Hayo, kakak mau bolos lagi, ya? Atau mau kabur?"

Tak

Qinan langsung mengaduh saat keningnya tiba-tiba disentil keras.

"Jangan suudzon!"

"Terus apa kalo gak bolos atau mau kabur? Pake bawa tas lagi," tanyanya seraya mengusap keningnya pelan.

"Gue baru dateng." Galang nenjawab santai. Sementara oknum yang mendengar jawabannya langsung ternganga, dan refleks menenggak melihat pada jam dinding.

BITTERSWEET : TWINS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang