21) Gerah

3.1K 107 10
                                    

Typoku minta maaf ✨

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jina mengerjapkan matanya beberapakali, matanya tertuju pada Jimin yang masih tertidur dengan pulasnya.

Jina menarik ujung bibirnya, tersenyum tipis melihat wajah Jimin yang menghadap ke arahnya. Rasanya sangat berbeda, tidur bersama sebelum menikah dan setelah menikah. Hanya terasa lebih bebas.

Jina membenarkan posisinya, mensejajarkan kepalanya dengan kepala Jimin. Kembali terukir senyuman di wajah Jina. Tangan Jina menyentuh bibir bawah Jimin yang sekarang entah kenapa memang menjadi hobi barunya.

"Imut" - gumam Jina kecil sambil terus mengusap bibir bawah Jimin.

Perlahan Jimin membuka matanya, melihat Jina yang masih sibuk mengusap bibirnya. Seperti semalam Jimin langsung meraih tangan Jina dan menciumnya.

"Sudah aku bilang Na-ya, jika ingin, lakukan saja. Jangan hanya mengusapnya." - ucap Jimin dengan suara khas bangun tidur.

"Jika aku ingin, aku akan langsung menciummu Jim. Aku hanya ingin menyentuhnya, bibirmu imut sekali." - ucap Jina sambil beranjak dari tempat tidurnya.

"Kemana?" - tanya Jimin

"Ke kamar mandi lalu memasak."

"Mau mandi bersama?"

"Aku sedang masa bulananku Jim."

"Ah iya aku lupa lagi." - Jimin memajukan bibirnya, cemberut.

Jina tersenyum melihatnya, dan mendekati Jimin.

"Sabar ya sayang. Aku mencintaimu." - Jina mengusap pipi Jimin lalu mengecup pipinya.

Jina pun berlalu menuju kamar mandi.

"Aku juga mencintaimu." - ucap Jimin setelah melihat Jina masuk ke kamar mandi.

Jimin tersenyum lalu meraih ponselnya.




Jimin pov

Setelah selesai mandi, aku langsung berjalan ke arah dapur.

"Masak apa?" - tanyaku sambil duduk dan meminum air putih.

"Hanya sandwich. Bahan-bahan makanan habis. Jadi aku hanya membuat ini untuk sarapan. Tak apa?"

"Hm, gwenchana."

"Tunggu sebentar ya."

Jina pun melanjutkan acara membuat sandwichnya.

Aku memperhatikan tubuh Jina yang sedang membelakangiku. Kaos putih polos yang sepertinya itu milikku membuat dalamannya sedikit terlihat. Celana pendek dan lagi rambut diikat sangat tinggi.

Aku menggelengkan kepalaku, menyadarkan diri sendiri. Jina masih dalam masa bulanannya.

"Kau harus tahan Park Jimin!" - ucapku menguatkan diri.

"Kenapa?" - Jina langsung berbalik dan melihat ke arahku.

Aku menggeleng cepat.

"Tidak. Hehe" - aku tertawa canggung

Jina pun hanya tersenyum lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

Aku pun berdiri dan mendekati Jina. Mataku malah sekarang terfokus pada tengkuknya.

Astaga ternyata selama ini aku tidak menyadari bahwa tengkuk Jina akan semenggiurkan ini.

Aku menelan air liurku dengan susah payah. Rasanya sangat gerah, tubuhku panas sekali.

Kecanduan [PJM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang