》PART 3

5.4K 457 33
                                    

Maaf ya, part sebelumnya ada kesalahan hehe. Sebenarnya Iqbaal sama (Namakamu) pacaran udah 2 tahun. Bukan 3 tahun ataupun 1 tahun. Jadi mereka kenal pas masuk SMA aja. Maaf ya, author lagi eror. Bayak cerita yang di tulis, jadi ambyar dah:v

Sorry for typo:)

🐸🐸🐸

Seperti kebiasaannya, saat akan berangkat sekolah Iqbaal pasti menjemput sang pacar. Namun pagi itu, gadis-ralat, perempuan yang kini tengah mengandung darah dagingnya, sudah berangkat. Iqbaal punya firasat yang tidak baik, tidak biasanya perempuan itu akan begini.

Dengan kecepatan lebih dari normal, cowok itu menjalankan motornya ke sekolah. Memang masih pagi, dan sekolah pun pasti belum ramai. Dengan langkah lebar, akhirnya ia menemukan (Namakamu) di kelas.

"Sayang.." (Namakamu) mendongak dengan wajah pucat. Kantung matanya terlihat membengkak. Iqbaal yakin bahwa pacarnya semalaman menangis.

"Sayang.. denger aku."

(Namakamu) mencoba menghindar. Tangannya selalu menepis saat Iqbaal akan menyentuhnya. Tangisannya kembali terdengar, sampai akhirnya perempuan itu berdiri.

Iqbaal dengan sigap langsung mencekal lengannya. Memeluknya erat seakan memberikan kekuatan. Lama mereka dalan posisi itu, satu-persatu teman sekelas mereka masuk ke kelas.

Karena tak enak menjadi bahan tontonan teman sekelas, (Namakamu) langsung melepaskan diri. Iqbaal pun tidak menolak, ia tahu apa perasaan (Namakamu).

"Lebih baik kita ngomongnya jangan di sini. Ikut aku, ya.." Dengan keadaan masih terisak, (Namakamu) mengangguk.

Iqbaal merangkul (Namakamu), membawanya keluar dari kelas. Mereka memilih tempat di ujung kelas di lantai 3. Di samping kelas ujung itu, ada bangku yang sengaja di sediakan. Dan di sana juga jarang ada yang menempati,  kecuali kelas yang paling dekat.

Mereka duduk. Iqbaal menghapus air mata (Namakamu), "Udah sayang, ya! Itu mata kamu udah bengkak loh."

Sambil menghapus air matanya juga, (Namakamu) mengangguk. Kulitnya yang memang putih, terlihat jelas hidungnya merah. Bukan hanya itu saja, kedua matanya pun ikut memerah. Seperti seseorang yang kurang tidur atau kelamaan menangis. Iqbaal tidak tahu alasan yang jelasnya seperti apa.

"Udah tenang?" (Namakamu) menggeleng. "Loh, kok gitu?"

Bola mata hazel itu menatap Iqbaal, "Gimana aku tenang. Di dalam perut aku ada bayi," tunjuknya pada perut. Matanya kembali berkaca-kaca, siap untuk meluncurkan air matanya.

"Sssttt.. udah jangan nangis lagi. Aku gak mau mata kamu makin bengkak, ya." Perempuan itu mengangguk setelah satu tetes air matanya turun dari mata kirinya.

"Sekarang mau kamu gimana?"

"Aku gak mau dia ada," lirihnya.

Hati Iqbaal langsung berdetak lebih kencang. Memang ini bukan rencana yang ia mau, tapi menghilangkan nyawa yang tak berdosa, Iqbaal tak akan sanggup. Belum lagi resiko untuk sang ibu. Menggugurkan tentunya bukan solusi terbaik, tapi mempertahankan juga bukan pilihanan yang terbaik.

"Kenapa kamu gak mau dia hadir?"

(Namakamu) kembali menatap Iqbaal tidak percaya. Apa cowok itu ingin nyawa yang kini berada di rahimnya tetap ada?

"Aku gak mau bikin Papa malu. Aku masih mau ngelanjutin sekolah. Aku gak mau jadi ibu, aku gak bisa apa-apa. Belum lagi aku dengar omongan mereka. Aku gak mau itu terjadi. Aku pengen dia gak ada!"

"Hey..hey! Jangan gila. Dia anak kita, darah daging kita. Kamu tega ngeleyapin dia?" (Namakamu) diam sambil menunduk.

"Aku tau kamu pasti tertekan sama ini. Tapi aku juga sama. Aku bingung, sayang. Aku gak tau kalo ini bakal terjadi. Tapi aku mana tega ngebunuh darah daging aku sendiri. Belum lagi resiko buat kamu kalo kita aborsi. Aku gak mau kamu terjadi apa-apa."

Young Parents [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang