》PART 7

3.1K 342 16
                                    

🐸🐸🐸

Di ruang kesehatan pasangan itu kelabakan dengan sikap (Namakamu) yang tidak berhenti menangis. Diajak pulang tidak mau, dan terus menerus memanggil nama Iqbaal. Sedangkan Nichol mencoba menghubunginya tapi tak ada respon.

Hingga akhirnya penderita mereka usai kala Iqbaal datang dengan berbeda. Wajahnya hampir sama seperti Nichol, tapi siapa yang lebih parah di antara mereka, tentu Nicol. Iqbaal hanya mendapat luka diarea pelipisnya.

"Iqbaal ...." Cowok itu segera menghampiri (Namakamu) dan memeluknya.

(Namakamu) bukan manja dan hanya Iqbaal yang mau ditemuinya saja. Tapi untuk saat ini, Iqbaal lah yang selalu menanggung jika ia dalam keadaan sedih. Tak ada yang bisa (Namakamu) ajak dalam kesedihannya kecuali Iqbaal. Itu sebabnya mengapa dia tidak bisa jauh dari Iqbaal.

"Mau pulang?" tanya Iqbaal.

"Tapi aku takut sama mereka. Aku nggak mau ketemu."

Iqbaal memandang kedua temannya meminta solusi. Jika memaksa pulang sekarang, pasti akan banyak orang yang melihat dan itu tidak baik untuk (Namakamu). Tapi Iqbaal tidak tega jika membiarkan (Namakamu) masih di sekolah. Jam menuju pulang masih lama.

"Ke mana-mana pasti bakal nemu orang. Apalagi berita ini udah kesebar," ucap Amanda.

"Kalo pun harus melewati mereka, seenggaknya (Namakamu) gak denger omongan mereka. Gue takut bakal kepikiran terus," kata Iqbaal.

Amanda dan Nichol saling lirik, memikirkan caranya agar (Namakamu) bisa pulang selamat tanpa mendengar hujatan orang-orang.

"Atau gini aja, gue ambil headset buat (Namakamu) sekalian bawa tas kalian ke kelas. Nanti Nichol jaga-jaga jalan buat keparkiran. Jadi pas nanti kita lewat gak banyak orang. Itu juga ngebantu headsetnya bekerja."

"Ide lo bisa dicoba juga. Mending sekarang kita laksanin aja, gue gak yakin kalo kita di sini terus bakal aman."

Iqbaal menatap keduanya penuh harap. "Gue minta tolong bantuan kalian."

"Lo tenang aja. Sebisa mungkin kita bantu," ucap Nichol. Lantas keduanya pergi dengan tugas masing-masing.

(Namakamu) terlihat sudah tenang. Iqbaal tersenyum sambil mengusap kepalanya. "Jangan dipikirin, ya?"

Perempuan itu mendongak. "Sekolah kita gimana?"

"Maaf, aku gak bisa pertahanin kamu. Tapi tenang aja, kamu masih bisa homeshcooling." (Namakamu) tertunduk sedih. Harapannya ia masih bisa sekolah dan berkumpul bersama teman-temannya.

"Lagian kamu lebih aman di rumah. Nanti kan perut kamu makin besar. Yang terpenting nanti kamu masih bisa ikut ujian."

(Namakamu) menatap Iqbaal dengan mata berair. Tangannya terulur menangkup pipi cowok itu.  "Iqbaal ... makasih selalu lindungin aku," lirihnya.

"Kok kamu bilang gitu? Sekarang kamu ini udah jadi tanggung jawab aku. Gak perlu bilang makasih."

Iqbaal mendorong kepala (Namakamu) lebih dekat. Dia menempelkan bibirnya dan melumatnya. Andai tidak ada pengganggu, mungkin Iqbaal masih melanjutkan ciuman itu.

"Sialan lo pada. Untung gue yang masuk," gerutu Amanda.

"Manda jangan bilang ke siapa-siapa, ya!" ujar (Namakamu) tersipu malu.

Iqbaal tergelak melihat isterinya yang sedang menyembunyikan wajahnya itu. "Kamu gak tau sih Amanda lebih agresif sama Nichol."

"Apaan dah manggil-manggil nama gue?" tanya seseorang di balik pintu.

Young Parents [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang