》PART 8

2.9K 357 25
                                    

🐸🐸🐸

Seorang perempuan sedang memperhatikan tubuhnya lewat cermin. Sudah dari sisi kanan, sisi kiri, depan sampai belakang, memang banyak perubahan. Dan yang lebih terlihat bagian depannya. Meski baru 4 bulan, tapi terlihat menonjol.

Sambil menunggu suaminya yang masih mandi, perempuan itu mengambil cardigan. Kembali menghadap cermin, memakai cardigan maroon yang panjangnya sama dengan dress putih selutut. (Namakamu) dari dulu memang suka dengan rok dibanding celana, walau gak setiap hari pakai rok. Sekarang pakaian yang dipakai tidak boleh celana, kecuali celana piyama atau pinggangnya yang mudah diatur.

Lalu perempuan itu mengambil bando hitam dengan pita kecil di bagian kirinya. Mengatur rambutnya sebelum memakai bando itu, agar rambut bagian depannya tidak mengganggu.

Sambil merapikan rambut bagian bawah yang panjangnya sedada, pintu kamar mandi terbuka. Iqbaal sedang mengeringkan rambutnya, dan handuk melilit tubuh bagian bawah.

Sejujurnya (Namakamu) belum terbiasa dengan Iqbaal seperti itu. Tapi kata Iqbaal, kalau ia terus menerus menghindar jika keadaan cowok itu sedang seperti itu, sampai kapan pun ia tidak akan terbiasa.

"Pakaian aku udah disiapin?" tanya Iqbaal.

(Namakamu) mengangguk, lalu berjalan ke atah tempat tidur di mana pakaian Iqbaal sudah disiapkan dengan lengkap, lengkap ya!

Setelah menerima, Iqbaal kembali masuk ke kamar mandi. Seperti ucapannya kemarin, Iqbaal akan mengajak (Namakamu) jalan-jalan. Makanya sekarang jam 7 mereka baru siap-siap. Biasanya dari subuh mereka sudah mandi dan bersiap untuk sarapan.

Sekitar lima menit Iqbaal keluar lagi mengenakan sweater maroon dan celana jeans selutut. Tadi sebelum mandi Iqbaal yang memintanya menyiapkan celana pendek.

"Kamu sengaja ya kita pakai baju warnanya sama gini," goda Iqbaal. Cowok itu berjalan ke meja rias, mengambil sisir dan mulai menata rambutnya.

"Ih nggak. Tadinya gak mau pake cardigan, tapi aku malu." Kalimat terakhir terdengar pelan. Iqbaal membalikkan tubuhnya dengan kerutan di dahi.

"Kenapa emangnya?"

(Namakamu) mengelus perutnya, sehingga tonjolan itu semakin terlihat jelas. Iqbaal paham, isterinya masih belum siap dan belum terbiasa dengan dirinya yang sekarang.

"Dibiasakan aja, sayang. Nanti makin besar lho perut kamu." Iqbaal menyimpan sisirnya, dia berjalan mendekati sang isteri sambil menebar senyuman.

"Iya," jawab (Namakamu) dengan malu.

"Kita ke bawah, yuk." Iqbaal menggandeng (Namakamu) keluar kamar.

Di bawah wanita paruh baya terus melihat ke arah tangga. Dia khawatir terjadi sesuatu pada anak dan menantunya. Sudah jam 7 lebih mereka belum turun, biasanya sebelum jam setengah 7 sudah kumpul.

Namun setelah melihat keduanya, wanita itu malah bingung. Tapi dia hanya diam sampai mereka di meja makan.

"Pagi, Bun," sapa Iqbaal. Cowok itu menarik kursi untuk (Namakamu).

"Kalian gak sekolah?"

Beberapa saat tidak ada yang menjawab. Dilihat dari sudut pandang Rike, (Namakamu) terlihat sedih saat dirinya bertanya itu. Sedangkan Iqbaal, ia susah menjelaskan bagaimana ekspresinya. Yang jelas anaknya tidak nyaman.

"Bun, kita bahas nanti aja, ya."

Mencoba mengerti, akhirnya Rike mengangguk agar keduanya nyaman kembali. Lalu wanita paruh baya itu izin ke dapur, dan di meja makan tinggal pasangan muda itu.

Young Parents [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang