》PART 21

2.4K 324 56
                                    

Sorry for typo. Kalo ada dikasih tau

🐸🐸🐸

"Ayah mau kamu cerai sama Iqbaal."

(Namakamu) menggigit bibirnya saat Herry berkata seperti itu. Tangannya saling meremas, dan dia tidak berani menatap.

"Ayah gak mau kamu tersakiti terus. Biarlah Iqbaal jalani hidupnya yang sekarang. Kamu ikhlas kan?"

Dengan berat hati (Namakamu) mengangguk. Ia sudah pasrah. Mau mempertahankan Iqbaal agar tetap di sisinya tidak akan mungkin. Iqbaal sudah punya kewajiban lain.

Iqbaal juga tidak memberi nafkah selama 3 tahun. Apa itu bisa dikatakan cerai secara agama?

"Kamu jangan khawatir, nak. Biaya sekolah Iban akan ditanggung sama kita," ujar Rike.

"Betul, (Nam). Ayah juga udah sepakat sama Bunda kalo harta Ayah akan dikasih sama Iban."

(Namakamu) mendongak, dia menggeleng tidak setuju. "Jangan, Yah. Iban gak punya hak buat itu. Kalo kalian mau membiayai sekolah Iban, aku bakal setuju."

"Ini janji Ayah, (Nam). Iqbaal juga bukan anak kita lagi. Iban berhak memilikinya, dia juga darah daging Ayah."

"Ayah, ini gak pantas."

"Besok surat ahli waris bakal selesai. Kamu datang ke rumah untuk menandatangani, sekalian surat cerai yang Iqbaal kasih ke kamu."

"Suarat cerainya ada sama Ayah?" tanya (Namakamu).

"Iya, (Nam). Ayah minta maaf udah buat kamu tersiksa sama ancaman Iqbaal yang terus datang tanyain surat itu. Sebenarnya Ayah ingin mempertahankan rumah tangga kalian. Tapi melihat Iqbaal sekarang, Ayah gak mau kamu sama Iban tersakiti lebih lagi. Masalah Iban jangan khawatir. Ayah rasa Ari pantas jadi Papa Iban sesungguhnya."

Ketiga orang itu melihat Ari yang dari tadi hanya mendengar obrolan mereka. Ia tidak ingin ikut campur karena masalah ini yang berkewajiban hanya orang tua Iqbaal dan lelaki itu sendiri. Tapi mengapa tiba-tiba nama dirinya disebut.

"Ayah sama Bunda bukan menjodohkan kamu sama Ari. Itu terserah pilih kamu aja, (Nam). Asal kamu bahagia dan gak ingat terus sama Iqbaal."

"Terima kasih kalian udah perhatian sama (Namakamu) dan juga Iban."

Rike tersenyum. Lantas wanita itu berdiri dan memeluknya. "Dari dulu kamu memang udah jadi anak Bunda, nak. Kamu jangan sungkan kalo butuh apa-apa. Bunda sama Ayah udah jadi orang tua kamu."

"Bunda ... makasih." (Namakamu) menangis di pelukan Rike. Sejujurnya ia rapuh. Di usianya menuju 23 tahun ia sudah menjadi yatim piatu, dan juga harus berpisah dengan suaminya.

"Kalian pulang aja dulu, kasian Iban tidurnya gak enak gitu. Nanti besok ke rumah jangan lupa," kata Herry memperhatikan Ghibran, beberapa kali bocah terganggu.

(Namakamu) menghapus air matanya, ia mengangguk. "Sekali lagi aku berterima kasih, kalian selalu membantu aku walau ke depannya udah bukan menantu kalian lagi."

Ari sudah berdiri di belakang (Namakamu). Pria itu juga berpamitan pada om dan tantenya. "Kita pulang dulu. Kalo besok om udah mau pulang, telepon aku aja."

"Iya, makasih udah bantu kita juga," ucap Rike.

Mereka segera pulang karena sebentar lagi akan masuk magrib. Ghibran sudah berpindah di pangkuan (Namakamu), bocah itu masih tertidur lelap.

"(Nam), kamu tau arti dari nama Ghibran Arfan Alhusayn?" tanya Ari saat mereka tidak ada pembicaraan.

"Nggak. Emang kakak tau?"

Young Parents [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang