》PART 9

2.8K 365 41
                                    

Tinggalkan jejak dengan memberikan vote dan komentar. Semakin banyak komentar kalian, semakin semangat aku up ceritanya.

🐸🐸🐸

Karena kelelahan setelah main seharian di perkebunan, baru jam 8 malam saja (Namakamu) sudah terlelap. Iqbaal menarik selimut sampai sebatas bahunya, lalu mengecup keningnya.

Cowok itu lantas keluar kamar, tujuannya untuk mencari makanan. Saat perjalanan pulang (Namakamu) tertidur, jadi Iqbaal tidak tega membangunkan isterinya untuk makan. Sampai rumah Iqbaal membantu (Namakamu) membersihkan diri, lalu akhirnya tertidur.

Di ruang santai Iqbaal melihat orang tuanya sedang menonton televisi. Rike yang melihat kedatangan Iqbaal mengajaknya untuk bergabung. Terpaksa Iqbaal menuruti walau perutnya agak lapar, lagipula ada yang ingin dibicarakan.

"Seharian kamu ke mana, Baal?" tanya Ayahnya.

"Main ke perkebunan om."

Herry mengangguk. Sebentar pria itu melirik isterinya, dan mendapat anggukan. "Ayah pengen tau sekolah kamu sama (Namakamu)--"

"Mereka tau," ucap Iqbaal menjawab dengan cepat. Kedua orang itu saling lirik dan terlihat khawatir.

"Terus?" tanya Rike.

Iqbaal menatap wanita itu dengan tatapan pasrah. Ekspresi yang tak pernah Iqbaal perlihatkan pada (Namakamu). Karena dia tidak ingin membuat (Namakamu) semakin terpuruk.

"Terpaksa (Namakamu) dikeluarkan dan masih bisa mengikuti ujian. Asalkan membayar denda."

"Denda buat apa? Bukannya biaya sekolah (Namakamu) sudah lunas oleh Papanya?" tanya Herry.

"Ini denda karena aib yang diakibatkan oleh masalah ini."

Rike menggeleng tidak percaya. "Kenapa harus uang? Menurut Bunda ini kurang masuk akal banget. Emang buat apa kita harus bayar denda, kalo misalkan aib ini sudsh tersebar. Mau tutup mulut siapa?"

Cowok berumur 17 tahun menjelang 18 tahun itu mengangkat kedua bahunya tidak tahu. Dia juga sebenarnya agak bingung dengan membayar denda itu.

"Orang tua (Namakamu) gimana?" tanya Herry yang mendapat gelengan dari Iqbaal.

"Tadi dari pihak guru telepon katanya orang tua kita harus datang besok. Pas aku telepon om Rama, dia nggak peduli."

"Astagfirullah," gumam Rike sembari mengelus dadanya. "Terus gimana sama Mamanya?"

Iqbaal menggeleng. "Tante Diana gak mungkin bisa. Pasti om Rama gak bakal kasih izin."

Beberapa saat di ruangan itu hening, hanya suara televisi yang meramaikan keheningan di antara mereka. Herry tersenyum pada anaknya dan juga menepuk bahu cowok itu.

"Kamu gak usah khawatir. Besok biar Ayah sama Bunda yang wakilin kalian. Soal denda jangan kamu pikirin, ya."

Iqbaal sebenarnya tidak enak dengan orang tuanya, apalagi sampai harus menanggung denda. Belum lagi harus menahan malu karena kelakuan bejatnya, yang pasti sudah jadi gosip tetangga.

"Ayah, Bunda ... terimakasih udah bantu aku. Iqbaal janji bakal nyari uang buat ganti semuanya."

"Gak perlu, Baal, gak perlu! Kewajiban kamu sekarang belajar dan juga menjaga isteri dan anak. Soal nafkah kami bisa bantu selama kami mampu. Tapi untuk masalah ini gak perlu diganti rugi."

Iqbaal tertunduk malu. Ia tidak becus menjadi seorang suami dan calon Ayah.

*****

Hari kedua Iqbaal masih belum ada rencana untuk pergi sekolah, katanya ia ingin mendinginkan otaknya dulu. Ayahnya hari ini tidak masuk kerja, satu jam yang lalu orang tuanya sudah pergi ke sekolah.

Young Parents [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang