Terima kasih yang udah komentar di part sebelumnya. Semakin banyak komentar, semakin cepet juga gue nulis. And ... sorry for typo
🐸🐸🐸
Lima hari setelah kepergian Diana, rumah terasa berbeda. Ari hanya menginap tiga hari karena sudah dua hari pria itu sedang keluar kota. Sedangkan Rike meminta maaf tidak bisa menginap. Ada alasan yang (Namakamu) juga tidak diketahui.
Sampai saat ini (Namakamu) belum masuk kerja, ia sering lemas dan pusing. Untung tabungannya lumayan cukup untuk biaya sehari-hari dan sekolah Ghibran. Tapi (Namakamu) ingin segera bekerja agar dapat penghasilan. Lagipula darimana lagi ia dapat uang kalau bukan bekerja?
Semenjak Iqbaal datang pagi itu, lelaki itu tidak kembali lagi. (Namakamu) merasa bersyukur, walau sejujurnya ia rindu. Tapi jika Iqbaal datang hanya untuk luka, (Namakamu) lebih baik memendam rindu.
Kini Ibu dan anak itu sedang berada di dapur. (Namakamu) sedang memasak nasi goreng untuk Ghibran. Tadi anaknya itu terbangun dan meminta makanan. Padahal dua jam yang lalu mereka baru saja makan malam.
"Nih Iban. Diabisin, ya."
"Mama gak mau?"
(Namakamu) menggeleng. "Mama masih kenyang."
Ghibran menikmati nasi goreng sederhana buatan Mamanya. Tanpa ada terlur atau topping lainnya. Nasi putih digoreng hanya pakai bawang serta garam dan micin. (Namakamu) memang belum belanja lagi, tadi saja waktu makan malam itu beli. Tapi untungnya (Namakamu) selalu menyediakan nasi.
Sedang melihat Ghibran yang lahap makan, tiba-tiba saja ada yang mengentuk pintu. Suara ketukan pitu itu mengingatkan (Namakamu) pada malam itu. Di mana Iqbaal datang membawa luka sampai membuat Diana meninggal. Atau jangan-jangan ....
"Mama gak mau buka pintu? Kalo gitu Iban aja."
"Eh, biar Mama aja. Iban abisin makan, ya."
Dengan perasan was-was (Namakamu) berjalan ke arah pintu yang diketuk dengan kasar. Berharap jika itu bukan Iqbaal. (Namakamu) belum siap bertemu jika Iqbaal bertanya kembali soal surat cerai.
Cklek
Sayangnya itu benar Iqbaal. Kembali lagi dengan wajah marah itu ditunjukkan. (Namakamu) segera menunduk.
"Mana surat cerainya." Baru saja (Namakamu) mau bicara, Iqbaal lebih dulu berkata.
"A-aku m...masih be-lum temuin." Tidak ada Ari sekarang dan (Namakamu) tidak bisa berlindung. Ia harus menghadapi Iqbaal sendirian.
"Lo gak berusaha nyari biar gak jadi cerai kan?" bentak lelaki itu semakin membuat (Namakamu) ketakutan. "Di mana lo sembunyiin, hah?"
Iqbaal menerobos masuk sampai membentur bahu (Namakamu) dengan kuat. Segala tempat dan sudut dia cari di ruang depan itu. Tapi Iqbaal tidak menemukannya.
"Pasti di kamar."
Iqbaal memasuki kamar (Namakamu), dan wanita itu segera menyusul. Benda yang pertama kali Iqbaal lihat adalah foto mereka yang diambil seminggu sebelum Iqbaal berangkat. Iqbaal memesan foto itu dengan ukuran besar. Dan sekarang foto itu terpajang di kamar (Namakamu).
"Sialan!" Lelaki itu mendekati foto mereka, mengambil dan menjatuhkannya sehingga pecah. Tak hanya itu, Iqbaal menghancurkannya benda itu menggunakan kursi belajar milik Ghibran.
"Iqbaal jangan dirusak," jerit (Namakamu). Air matanya sudah berjatuhan. Satu-satunya foto keluarga kecil mereka telah hancur seketika.
"Ngapain lo masih pajang foto itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Parents [end]
FanfictionPenyesalan pasti akan datang di akhir, bukan? Sama seperti Iqbaal dan (Namakamu). Mereka diharuskan dewasa sebelum waktunya. Masa remaja mereka harus pupus karena kesalahan yang telah diperbuat. Segala cobaan terus mereka hadapi. Sampai salah satu d...