|17| Pembela

108K 11K 1.7K
                                    

WaktuTerasa cepat bagi yang bahagiaTerasa lambat bagi yang tersiksa Terasa sesak bagi yang merasakan luka dan terasa lama bagi aku yang menanti kehadiran cintamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu
Terasa cepat bagi yang bahagia
Terasa lambat bagi yang tersiksa
Terasa sesak bagi yang merasakan luka dan terasa lama bagi aku yang menanti kehadiran cintamu.

Kedua gadis itu berjalan dengan riang di koridor sekolah yang tampak  ramai. Bahkan bangku yang berada di kelas masing-masing sudah penuh terisi oleh siswa yang malas ke kantin dan memilih untuk membaca buku di depan kelas saja. Dewi dan Lembayung memutuskan untuk pergi ke kantin karena keadaan perut mereka sedang tidak baik-baik saja. Rasa lapar yang membuat pertahanan dirinya hancur. Walaupun rasa malas menghadang mereka akan tetap ke kantin untuk memesan makanan.

"Bayung, besok hari Minggu, lo ada waktu gak?" tanya Dewi di tengah-tengah perjalanan mereka.

Lembayung pun berpikir. Sepertinya besok ia sudah free.

"Ada, kok," balasnya sembari membernarkan wik yang yang sedikit kusut.

Dewi yang mendengar itu tersenyum puas. Bahkan ia sempat berjingkrak senang ketika Bayung menjawab seperti itu. Murid yang melihat tingkahnya hanya bisa memandang kagum terutama kaum laki-laki yang melihat senyumnya. Dewi merupakan salah primadona di sekolahnya. Tapi ia tak mau menyadari itu.

"Biasa aja kali," balas Lembayung yang ikut tertawa melihat tingkah sahabatnya itu.

"Gue senang banget. Akhirnya setelah gue menunggu, lo ada waktu juga. Emang, ya, punya sahabat super sibuk itu berasa nunggu doi yang gak peka," ucap Dewi yang mendapatkan sentilan di pipinya pelan.

"Doi Mulu. Berasa curhat lo itu," balas Lembayung.

"Bodo amat. Emang gitu, kok," ucap Dewi.

Mereka pun memberhentikan canda tawanya, ketika sudah berada di kawasan kantin yang hampir penuh. Mata Lembayung tampak mencari-cari bangku yang kosong. Pandangannya pun kemudian tertuju pada bangku yang berada di depan suaminya. Pandangannya bertemu pada Zidan membuat Lembayung memutuskan kontak mata itu dengan cepat.

"Ayo, di depan kak Zidan kosong, tuh," ajak Dewi setelah memesan somay dan menarik Lembayung agar ikut dengannya.

Dengan terpaksa Lembayung duduk di kursi yang berada tepat di depan suaminya. Perasaan dirinya pun gugup. Sesekali ia mendengar Rachel yang tengah berbicara dengan Zidan dengan gaya centilnya.

"Sayang, besok jalan, yuk," ajak Rachel dengan manjanya.

"Iya, sayang," balas Zidan begitu manis.

Ia merasa bodoh sekarang. Sudah jelas-jelas ia harus menerima kenyataan, tapi kenapa hatinya tak bisa menerima? Suara manis Rachel seperti mengejek dirinya sebagai orang istri. Harusnya ia yang ada di sana, bukan Rachel. Apa daya dirinya, hanya bisa menerima kekalahan saja, eh, bukan kekalahan, tapi kemenangan yang akan tertunda. Semoga saja.

Marriage QueitlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang