Meskipun sudah dikatakan jangan mau memberikan uang kepada Juli dan teman-temannya, nyatanya Abas masih saja memberikan uangnya. Ia benar-benar takut untuk melawan Juli.
Di waktu istirahat, saat sedang makan bersama Nur di kantin, aku lagi-lagi melihatnya diganggu. Abas membiarkan mereka memakan makanannya. Ia juga memberikan uang pada Juli saat itu. Aku diam saja memperhatikannya.
Saat ingin kembali ke kelas, aku bertemu dengan Fajar. Aku ceritakan apa yang tadi kulihat kepada Fajar dengan harapan Fajar dapat membantu agar Abas tidak diganggu lagi.
"Jar." Kataku saat melihatnya sedang berjalan di lorong sekolah. Ia berhenti dan menoleh ke arahku. Aku yang sedang berjalan menuju kelas segera mendekatinya.
"Iya? Kenapa, La?"
Aku berdiri di sebelahnya. "Temen gue, murid baru, digangguin sama anak-anak IPS."
"Digangguin gimana?"
"Pokoknya digangguin. Diisengin mulu. Makanannya dimakanin sama mereka. Terus dipalakin juga."
"Siapa?"
"Abas."
"Maksudnya, siapa yang gangguin?"
"Juli sama temen-temennya."
"Hahaha. Udah biasa dia mah. Emang begitu kelakuannya."
"Terus gimana?"
"Yaudahlah biarin aja, dia emang begitu. Yaudah ya, gue mau ke kelas." Katanya sambil meninggalkanku.
Aku sedikit kecewa dengan Fajar. Pertama, ia seperti enggan untuk berlama-lama bicara denganku. Ia dengan buru-burunya meninggalkanku sendiri. Yang kedua, Fajar seperti tidak peduli dengan apa yang kuceritakan. Seolah yang dilakukan Juli adalah hal biasa, ia membiarkan Juli melakukan itu. Tidak ada niatan untuk membantu Abas. Atau setidaknya, membantuku untuk mencari jalan keluar untuk Abas. Fajar pergi begitu saja tanpa memberikan solusi.
Aku lanjut berjalan menuju kelas dan aku duduk di kursiku. Aku mendapati Bintang sedang memainkan ponselnya.
"Bi." Aku menggoyangkan tangannya.
Ia menoleh ke arahku. "Kenapa?" Tanyanya tanpa melepas earphone yang terpasang di telinganya. Sepertinya volumenya tidak terlalu kencang.
"Abas dipalakin lagi."
"Kapan?" Bintang sedikit terkejut.
"Barusan, di kantin."
"Barusan banget?"
"Iyaa."
"Sama Juli?" Tanyanya lagi.
"Iya."
"Terus dikasih?"
"Tadi gue liat Abas ngeluarin duit dari kantong celananya."
"Ya ampun. Kan udah gue bilang jangan dikasih."
"Dia tetep takut kayanya, Bi."
"Gimana ya?" Ia seolah bertanya pada dirinya sendiri. "Yaudah, nanti biar gue yang urus." Lanjutnya. Ia kembali memainkan ponselnya. Kami terdiam. Bintang mungkin berpikir mencari solusi. Aku juga berpikir, namun entahlah. Aku tidak menemukan solusi lain selain berpikir untuk melawan Juli.
Abas datang, Ia berkeringat, pakaiannya sedikit berantakan.
"Abis ngapain?" Tanyaku.
"Digangguin lagi." Abas duduk di kursinya menghadap kami.
"Siapa? Juli?" Bintang ikut nanya.
"Bukan Juli doang. Teman-temannya juga ikut minta uang."
"Terus lu kasih?" Bintang nanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Senin Pagi
RomantizmKisah ini terinspirasi dari kisah nyata. Kisahku, perempuan bodoh yang terpaksa duduk sebangku dengan laki-laki pintar yang menyebalkan. -- Aku mencarinya di dalam tas, semua isi tas kukeluarkan dan kuletakkan di atas meja. Namun tetap tidak ada. Ak...