"Iya, santai makanya!" Bentak Juli pada Abas. Sepertinya ia salah sangka. Yang dimaksud Bintang bukan Abas, namun Juli. Bintang bicara pada Juli, bukan pada Abas.
"Maksud gue lu, yang santai." Ucap Bintang tenang. Juli menoleh ke arahnya lagi.
"Maksud lu apa?! Juli membentak Bintang.
"Lu laki-laki bukan? Kalo ribut, ya satu lawan satu. Apa-apaan berantem kaya gini?" Seisi kelas hening saat Bintang bicara.
Juli mendekati Bintang. "Oh, lu jagoannya, nih?" Katanya.
"Gue bukan jagoan."
"Terus, sok jagoan?!" Juli menarik kerah Bintang. Bintang menoleh ke samping, ia seolah tidak mau menatap Juli.
"Intinya gue bukan jagoan."
"Bacot!" Juli menghantam wajah Bintang.
Tidak butuh waktu lama untuk Bintang membalasnya. Mereka saling pukul. Tidak ada yang melerainya. Aku yang terkejut melihat apa yang dilakukan Bintang hanya terdiam menyaksikan perkelahian antara keduanya.
Aku melihat Bintang yang benar-benar berbeda. Bintang yang lebih banyak diam, kini wajahnya penuh emosi. Aku bisa merasakan kekesalannya. Pasti ia sangat marah hingga akhirnya ia ikut campur urusan Juli dan Abas.
Dia sendiri yang mengatakan padaku untuk tidak ikut campur jika tidak ingin ikut diganggu mereka. Namun, kini, Bintang sendiri yang ikut campur. Bintang sendiri yang kini adu pukul dengan Juli. Akhirnya siswa-siswa lain berdatangan, mereka masuk ke dalam kelas. Mereka menarik Juli dan Bintang yang sedang asyik tonjok menonjok.
"Udah! Udah! Udah!" Katanya sambil menarik Bintang untuk dijauhkan dari Juli. Awalnya mereka berdua sulit untuk dipisahkan, namun banyak orang yang membantu untuk memisahkan mereka berdua.
"Enggak usah ikut campur, lu, anjing!" Juli melotot menunjuk Bintang. Kini ia berada di ujung kelas, tubuhnya ditahan oleh beberapa orang.
"Lu enggak usah sok jagoan, Bangsat!" Bintang yang sudah terduduk di kursi Abas, balas membentak. Tubuhnya juga ditahan oleh beberapa orang.
Beberapa siswa itu menarik Juli ke luar kelas. Teman-teman Juli ikut pergi meninggalkan kelas. Abas bangkit dari duduknya, matanya merah, ia benar-benar menangis. Ia mendekati kami dan berlutut di samping Bintang untuk melihat kondisi Bintang.
"Lu gapapa, Bi?" Tanyaku yang kini sudah duduk di sampingnya.
"Gapapa, gapapa, gigilu! Lu enggak liat ini gue babak belur?!" Makinya. Sebenarnya aku tidak melihat wajahnya babak belur. Nyatanya wajahnya seperti tidak ada memar, hanya ada sedikit darah di sudut bibir kanannya. Mungkin di wajahnya memang terdapat memar, namun belum membiru.
"Ini tisu, coba lap itu bibir, lu." Aku menyodorkan tisu yang kuambil dari dalam tasku. Bintang hanya terdiam.
"Lagian lu ngapain tiba-tiba ngelawan. Kan lu sendiri yang bilang kalo enggak usah ikut campur." Kataku lagi.
Aku memandang Abas. "Lu gapapa, Bas?" Tanyaku sambil memberikan tisu untuk menghapus air matanya.
Ia mengambil tisu itu. "Gapapa." Jawabnya singkat.
Kini pandanganku kembali pada Bintang. Aku mengambil sehelai tisu dan menyeka luka di sudut bibir Bintang. "Sekarang coba liat, lu babak belur kaya gini. Terus, besok gimana? Bisa jadi lu digangguin lagi sama mereka. Bisa jadi besok dia mukulin lu lagi, atau bahkan ngeroyokin lu. Lagian ada-ada aja, sih. lu pake ngelawan segala."
"Lu bisa diem enggak, sih?!" Makinya. "Temennya kayak gini bukannya cari obat atau apa kek malah cerewet banget kaya emak-emak!" Makinya lagi.
Aku terdiam dibuatnya dan segera menjauhkan tanganku dari wajahnya. Ia benar. Kondisinya sedang berantakan. Aku yakin pikiran Bintang juga sedang berantakan. Tidak seharusnya aku membuatnya tambah pusing. Aku tidak menjawab perkataannya dan segera bangkit dari dudukku, lalu kembali ke kursiku yang di belakang.
Tak lama Bintang ikut pindah duduk di kursinya sendiri. Abas juga duduk di kursinya. Abas membalikkan badan ke arah kami.
"Maaf, ya, Bi." Katanya pelan.
"Gapapa, Bas." Jawab Bintang singkat.
"Uangnya, gue umpetin di sini." Ia mengambil uang yang ia selipkan dari kaos kakinya.
Aku tersenyum saat melihat ia memamerkan uangnya yang utuh, Bintang ikut tersenyum. Abas juga ikut tersenyum.
--
Terima kasih sudah membaca cerita saya :) Support tulisan saya dengan vote, share, dan follow ya. Follow juga instagram saya: Rizardila.
Terima kasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Senin Pagi
RomanceKisah ini terinspirasi dari kisah nyata. Kisahku, perempuan bodoh yang terpaksa duduk sebangku dengan laki-laki pintar yang menyebalkan. -- Aku mencarinya di dalam tas, semua isi tas kukeluarkan dan kuletakkan di atas meja. Namun tetap tidak ada. Ak...