"Bi, hari ini enggak ada pr kan?" Kataku saat baru sampai kelas pagi ini. Yang kutanya hanya menggeleng.
"Yah, padahal gue lagi rajin-rajinnya, nih pengen ngerjain sesuatu."
"Kalo gue, sih, lagi seneng pelihara naga, di rumah."
"Ngaco! Mana ada naga di dunia ini?"
"Lagian lu duluan yang mulai ngomongin hal mustahil."
"Yee, sembarangan lu! Emangnya kalo gue rajin ngerjain sesuatu, mustahil gitu?"
"Coba aja lu inget-inget kapan lu rajin?" Tanyanya. Aku hanya terdiam karena tidak tahu harus jawab apa.
"Eh bener, deng, lu itu rajin." Katanya lagi. "Rajin dimarahin guru." Lanjutnya. Aku yang kesal hendak mencubitnya, namun ia memegang tanganku, menahannya agar tanganku tidak menyentuh lengannya.
"Jangan, dong. Sakit." Pintanya. Aku segera menarik tanganku, kali ini aku memaafkannya.
Tak lama guruku datang, kami segera bersiap untuk mulai belajar. Pagi ini kami belajar fisika. Guruku menjelaskan materi-materinya lalu memberikan beberapa contoh soal kepada muridnya.
Di tengah pelajaran, aku kembali memikirkan apa yang kemarin Fajar katakan. Rasanya omongannya sama sekali tidak benar. Aku tidak yakin Bintang sering nongkrong-nongkrong enggak jelas. Apalagi ngerokok dan mabuk-mabukan. Dari yang aku lihat, Bintang tidak pantas melakukan hal itu. Ia berpenampilan rapi, hidupnya seperti tertata, ia rajin belajar dan selalu mengerjakan tugasnya. Apa mungkin ia sempat-sempatnya nongkrong dan melakukan hal-hal yang tidak baik?
"Bi, pinjem penghapus, dong." Kataku saat sedang menulis soal yang berada di papan tulis.
Ia mengambil sesuatu dari tasnya lalu memberikanku sebuah rautan kecil. "Nih." Ia meletakkannya di atas meja.
"Kan gue bilang penghapus."
"Oh iya." Ia memasukkan lagi rautan itu, lalu mengambil sesuatu lagi dari dalam tasnya, lalu memberikanku pensil."
"Ya Allah gue kan minjem penghapus, susah banget sih!"
"Bawel amat, sih gue lagi fokus ngerjain juga!"
"Yaudah, enggak usah deh, gue minjem tip-ex aja."
Bintang memasukkan pensil tadi ke dalam tasnya, lalu ia mengeluarkan penghapus dan meletakkannya di atas meja. "Nih." Ucapnya sebal.
"Ya Allah Bambang!" Makiku kesal sambil melotot ke arahnya. Ia hanya cengar-cengir menatapku.
--
Sudut kantin adalah tempat favorit belasan atau bahkan puluhan anak-anak kelas sebelas IPS menghabiskan jam istirahat. Aku sering melihat ke arah mereka yang sedang tertawa-tawa mendengar salah satu diantara mereka bercerita.
Siang ini, di jam istirahat, kejadian kemarin terulang lagi. Beberapa anak anak IPS mengganggu Abas yang sedang makan di kantin. Tanpa izin, ia meminum dan memakan apa yang sudah dibeli oleh Abas. Salah satu diantaranya juga meminta uang Abas.
Aku memperhatikannya dari jauh, mendengar ucapan mereka dan melihat respon Abas. Abas diam saja saat makanan dan minumnya dihabiskan oleh mereka, ia juga memberikan uang yang mereka minta. Aku sedih melihatnya, namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Bintang pernah bilang kalau laki-laki itu harus berani, Aku yakin tidak membutuhkan waktu yang lama agar Abas melawan mereka saat hak-haknya dambil dan saat diganggu seperti ini. Aku memang tidak bisa membantu, tapi aku berharap Abas bisa mengatasinya secepatnya.
Setelah menghabiskan makananku, aku kembali ke kelas, dan duduk di kursiku. Bintang sedang fokus memainkan ponselnya sambil mendengarkan musik. Aku menunggu Abas, ingin menanyakan apa yang dilakukan orang-orang itu padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Senin Pagi
RomantizmKisah ini terinspirasi dari kisah nyata. Kisahku, perempuan bodoh yang terpaksa duduk sebangku dengan laki-laki pintar yang menyebalkan. -- Aku mencarinya di dalam tas, semua isi tas kukeluarkan dan kuletakkan di atas meja. Namun tetap tidak ada. Ak...