Aku terdiam saat Bintang bertanya seperti itu. Memikirkan maksud dari apa yang ia katakan.
"La! Bi! Kalian mau kopi apa teh?" Terdengar teriak Nur dari pintu vila. Aku dan Bintang menoleh ke arahnya.
"Gue teh aja." Kataku.
"Gue juga." Bintang juga ikut bicara.
"Udah, yuk. Masuk." Bintang bangkit dari duduknya. Lalu mengulurkan tangannya padaku untuk membantuku bangkit dari dudukku. Aku segera meraih tangannya dan mulai berdiri. Lalu kami berjalan untuk kembali ke vila.
Saat masuk ke dalam vila, penjaga vila sudah menyiapkan teh hangat untuk aku, Bintang, Nur, dan Abas. Aku segera meminumnya selagi hangat karena takut teh itu cepat dingin. Kebetulan, aku habis dari luar, tubuhku terasa sangat dingin saat itu.
Abas dan Nur sedang asik menonton film di televisi. Setelah meminum teh hangat, aku duduk di sofa dan ikut menonton film itu. Bintang juga duduk di sofa yang satunya. Sofa ini sangat lebar, jadi, aku bisa menonton sambil tiduran di atasnya.
Aku menonton film itu, namun pikiranku kembali ke perkataan Bintang. Bagaimanapun juga, walaupun belum kuketahui maksud dari perkataannya, tetapi kata-katanya membuatku senyum-senyum sendiri.
--
"La, pindah ke kamar yuk." Terdengar suara Nur. Ia menggoyang-goyangkan tubuhku yang sedang tiduran di sofa.
Aku terbangun. Mendapati keadaan vila sudah sangat sepi. Beberapa lampu sudah dimatikan, televisi yang digunakan untuk menonton film juga sudah tidak menyala. Nur duduk di tepi sofa, mengajakku untuk pindah ke kamar. Abas dan Bintang sedang berdiri, sepertinya ia juga ingin kembali ke kamarnya.
"Oh iya." Kataku yang baru sadar.
"Bukannya mau ganggu tidur, lu. Tapi, di luar dingin, La." Terdengar suara Bintang.
Aku mencoba duduk. Dengan rasa kantuk yang luar biasa, pelan-pelan aku bangkit dari sofa. Ada selimut yang terjatuh saat aku bangkit. Ternyata, sedari tadi, saat aku tertidur ketika sedang menonton film, aku sudah diselimuti.
Selimut itu kuambil dengan sedikit membungkuk, lalu aku berjalan menuju kamarku bersama Nur, Abas dan Bintang juga berjalan menuju kamarnya. Setelah masuk ke dalam kamar, tidak butuh waktu lama untuk aku merebahkan lagi tubuhku, dan melanjutkan tidurku.
Saat dingin-dingin seperti itu, tiduran di kasur dan mengenakan selimut, benar-benar terasa nyaman. Aku selalu merasa yang aku lakukan adalah hal yang paling menyenangkan. Karena apa? Bagiku, tidur yang paling enak adalah tidur setelah bangun tidur, karena saat itu sedang ngantuk-ngantuknya. Dan obat ngantuk yang nikmat hanyalah melanjutkan tidur. Hanya dalam beberapa detik setelah merebahkan tubuh di atas kasur, aku langsung tertidur malam itu.
--
"La, sholat dulu." Nur menggoyang-goyangkan tubuhku pelan.
"Jam berapa?" Tanyaku yang baru terbangun. Saat itu, rasanya aku belum puas tidur. Masih ingin melanjutkan tidurku sampai agak siang.
"Udah hampir jam setengah enam." Jawabnya.
Aku sedikit terkejut. "Serius?"
"Iyaa."
Dengan terburu-buru aku bangkit dari tidurku, lalu ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan menjalankan kewajibanku sebagai seorang muslim. Air keran pagi itu sangat dingin. Namun aku memaksakannya. Daripada tidak sholat.
Setelah ibadah, aku duduk di atas sajadah, mengucapkan beberapa doa. Doa untuk kedua orang tua, doa untuk keselamatan orang tua di dunia dan di akhirat. Tidak lupa aku juga berdoa untukku, agar dimaafkan dosa dan kesalahan. Termasuk berdoa agar dijauhi dari siksaan-siksaan setelah kehidupan di Dunia. Termasuk doa untuk dilancarkan dalam berpendidikan, termasuk doa agar dilancarkan dalam urusan perasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Senin Pagi
RomanceKisah ini terinspirasi dari kisah nyata. Kisahku, perempuan bodoh yang terpaksa duduk sebangku dengan laki-laki pintar yang menyebalkan. -- Aku mencarinya di dalam tas, semua isi tas kukeluarkan dan kuletakkan di atas meja. Namun tetap tidak ada. Ak...