Rindu Senin Pagi | 18

243 30 0
                                    

"Tumben enggak bawa bekel?" Tanya Nur saat kami berjalan menuju kantin di jam istirahat.

"Iya, sekarang udah jarang. Kasian gue ngeliaat nyokap gue harus masak setiap pagi buat gue."

"Lu, dong, yang masak."

"Hehe, kan belum bisa masak."

"Sama, sih."

"Hahaha."

Saat sampai di kantin, aku dan Nur membeli makanan masing-masing. Aku membeli soto ayam, Nur membeli nasi goreng. Setelahnya, kami duduk di kursi kantin.

Kondisi kantin tidak berubah, selalu saja ramai, selalu saja ada gerombolan murid yang nongkrong di sudutnya. Juli dan teman-temannya masih setia berkumpul dan berisik di tempat itu.

Aku makan berhadap-hadapan dengan Nur.

Waktu pertama kali melihat Fajar bermesraan, malamnya aku menelepon Nur. Menceritakan apa yang kulihat di kelas Fajar, mencurahkan semua perasaanku saat itu. Nur teman yang baik. ia membantu menenangkanku, ia juga menyemangatiku untuk tidak lagi berharap padanya. Siang ini aku ceritakan padanya apa yang terjadi pagi tadi.

"Tadi gue ketemu Fajar di koperasi. Dia sama ceweknya."

"Duh. Galau lagi, dah."

"Sedih sih, tapi yaudahlah ya."

"Terus lu sapa?"

"Dia yang nyapa gue, terus nanyain kenapa gue jarang makan di kantin."

"Dia enggak tau kalo lu sering bawa bekel, sekarang."

"Iya, bener. Tapi langsung gue tinggal cepet-cepet."

"Kenapa?"

"Males aja lama-lama ngeliat dia sama ceweknya."

"Iya, mereka kayaknya lengket banget. Gue juga sering ngeliat mereka berduaan di kantin pas lu enggak ke kantin."

"Waktu berubah cepet banget, Nur. Yang biasanya kedatangannya ditunggu-tunggu, sekarang justru jadi yang paling dihindari."

"Untungnya lu punya Abas sama Bintang, La, di kelas. Jadi gue liat-liat, lu enggak sedih-sedih banget."

"Haha, iya, Nur. Mereka ngebantu gue banget buat lupain Fajar."

"Udah pinter, ganteng, baik, lagi. Lu enggak kepikiran buat deketin dia?" Tanya Nur. Aku hanya terdiam memandangnya. Entahlah, aku tidak bisa menjawabnya. Aku tidak berpikir terlalu jauh ke arah sana. Kini, aku memang nyaman dekat dengan Bintang.Tapi sepertinya aku tidak mencintainya. Lagipula, Bintang juga sepertinya tidak tertarik denganku. Alasan ia duduk denganku juga karena ada dua temannya di belakang. Alasan dia baik denganku juga karena kasihan melihatku sering dimarahi guru. TIdak ada kecocokan antara aku dan Bintang. Sehingga akhirnya aku tidak menjawab pertanyaan Nur, dan memilih untuk melanjutkan makanku.

"Ih orang ngomong dicuekin."

"Lagian ada-ada aja pertanyaannya."

"Bisa aja, kan, La?"

"Enggak, Nur. Dia temen gue, mungkin kedepannya Bintang sama Abas jadi sahabat gue." Aku tersenyum setelah bicara.

--

Aku terbangun dari tidur siangku, mendapati waktu sudah jam empat sore. Aku mengambil ponselku yang tergeletak di atas meja, sayangnya tidak ada pesan maupun panggilan tak terjawab di sana. Bintang belum mengabariku untuk janji kami sore ini. Mungkin urusannya belum selesai.

Sambil menunggunya memberi kabar, aku putuskan untuk bangkit dari kasurku, dan berjalan ke dapur. Mengambil beberapa buah, lalu mengupasnya. Setelahnya, aku duduk di ruang tengah untuk menonton televisi sambil memakan buah itu.

Rindu Senin PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang