Rindu Senin Pagi | 11

275 31 1
                                    

"La, ayo naik." Fajar mengejutkanku saat sedang berjalan kaki menuju sekolah.

"Tumben banget pagi-pagi?" Kataku sambil menaiki sepeda motornya.

"Iyaa, ada tugas. Gue pengen ngerjain di sekolah."

"Hahaha. Sama, dong."

"Sama? Kalo sama artinya jodoh." Balasnya singkat sambil menjalankan sepeda motor yang kami naiki. Aku terdiam karenanya. Bibirku seolah membeku, tidak mampu untuk bersuara. Apa yang dikatakan Fajar benar-benar membuatku terdiam. Senang. dan mengaminkannya diam-diam. Aku menyayanginya. Aku akan sangat senang jika memang ia adalah jodohku sebagaimana yang ia katakan."

"Gue sengaja lewat sini, gue pikir bakalan ketemu sama lu. Eh ternyata beneran ketemu. Hahaha." Ia tertawa.

"Hahaha, bagus, deh. Kan lumayan, tumpangan gratis ke sekolah."

"Hahaha."

Sesampainya di sekolah, aku berpisah dengan Fajar menuju kelas masing-masing.

"Makasih, ya, Jar." Kataku sebelum meninggalkan parkiran motor.

"Iyaa, santai, La." Jawabnya.

Di kelas, aku segera meminta tugas yang sudah dikerjakan Bintang, lalu menyalinnya di buku tulisku. Untungnya tugasnya tidak terlalu banyak, jadi aku tidak terlalu terburu-buru untuk menyalinnya.

Saat aku sedang menyalin, Zaki yang baru datang, segera duduk di kursinya yang tepat berada di belakangku.

"Buset, dah. Pagi ini macet banget."

"Serius?" Tanya Udin.

"Iya, gue bawa motor sampe pegel banget pantat gue."

"Padahal, dua ratus tahun lalu enggak macet, loh?"

Zaki menoyor kepala Udin. "Bego!" Katanya kesal. "Dua ratus tahun lalu, anak sekolah lagi libur, kali. Hahaha." Lanjutnya. Mereka berdua tertawa. Aku yang sedang menulis juga ikut tertawa pelan. Tingkah mereka ada-ada saja.

--

Hari ini aku membawa bekal lagi ke sekolah. Sengaja, aku ingin makan bersama Abas dan Bintang di kelas. Ibuku sudah menyiapkan nasi dengan ayam goreng dan telur dadar di pagi hari. Jadi, aku hanya tinggal membawanya ke sekolah tanpa repot-repot memasak.

"Bawa bekel lagi?" Tanya Bintang saat ia sedang mengeluarkan kotak makan dari dalam tasnya.

"Iyaa." Aku ikut mengambil kotak makan dari dalam tasku.

Abas mengubah gaya duduknya untuk duduk menghadap kami. Ia mengeluarkan kotak makannya yang ia simpan di kolong meja.

"Bawa bekel juga?" Tanyaku.

"Iya, gue males ke kantin." Balasnya.

"Iya bagus. Lu jangan sering-sering ke kantin." Ucap Bintang.

Kami menimati waktu jam istirahat bersama di dalam kelas. Terkadang ada saja pembicaraan yang tidak tentu kita ucapkan.

"Semalem gue nonton film, seru banget." Kataku pada Bintang dan Abas.

"Film apa?" Tanya Abas.

"Film Harry Potter." Aku jawab.

"Oh itu. Iya seru banget, gue juga udah nonton." Balas Abas sambil menyuap makanannya.

"Gue sampe nangis nontonnya."

"Serius? Cengeng banget." Bintang mengejekku.

"Yeee. Namanya nonton film yang ada adegan sedihnya, wajar kalo nangis."

Rindu Senin PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang