"Assalamu'alaikum." Terdengar suara Bintang di luar. Ia membuka Pintu rumahnya. "Kok di rumah mati lampu, ya?" Tanyanya. "Di masjid enggak, loh."
"Engga tau nih."
"Siapa yang ngasih lilin? Bintang meletakkan sendalnya di rak sepatu.
"Riky."
"Loh? Udah pulang dia?"
"Udah dari tadi, Bi. Enggak lama kita dateng, dia juga dateng. Lu aja enggak liat."
"Oh gitu. Tumben." Bintang duduk di sampingku. "Yaudah belajarnya nanti dulu, tunggu lampunya nyala aja, ya."
"Terus kita ngapain?"
"Lu belum makan, kan?"
"Belum."
"Yaudah kita masak dulu, yuk." Bintang berdiri.
"Masak?"
"Iyaa. Ayo." Bintang mengambil lilin itu, lalu Ia mulai melangkah ke bagian dapur. Aku mengikutinya.
"Emang lu bisa masak?" Aku nanya.
"Dikit-dikit. Kalo lu?"
"Hehe."
"Ih? Ditanya cengar-cengir."
"Ya lu tau lah artinya."
"Yaudah sekalian belajar sama gue."
"Masak apa?"
"Nasi goreng kari."
Sesampainya di dapur, Bintang mengambil bahan-bahan masakan dan belanjaannya tadi di dalam kulkas, lalu meletakannya di meja dapur. Aku hanya terdiam melihat apa yang ia lakukan sambil menunggu perintah Bintang.
Bintang pergi sebentar lalu kembali dengan membawa senter.
"Tolong pegangin, La." Ia memberikan senternya padaku. Aku mengambilnya, dan segera membantu menerangi bagian meja kompor.
"Ini namanya saus kari." Katanya sambil mengangkat sebungkus saus kari.
"Oh, iya."
"Kalo yang ini, daun bawang." Katanya lagi. Aku terdiam karena sebenarnya sudah tahu.
Bintang menyalakan kompor dan meletakkan wajan di atasnya.
"Yang ini minyak goreng."
"Gue tau, Bi." Balasku datar. Ia hanya tertawa kecil.
Bintang mulai memasak. Dari yang aku lihat, sepertinya ia sudah sering memasak. Ia seperti sudah sangat terbiasa, dari cara ia menumis bawang-bawangan, sampai cara dia memecahkan telur dan memasukannya ke wajan.
Aku saja, yang perempuan tidak pernah belajar memasak, setiap hari, makanan selalu disediakan oleh orang tuaku. Tapi, berbeda dengan Bintang. Ia lebih perempuan daripada aku. Tapi ia juga sangat laki-laki. Ia rajin belajar, ia selalu mengerjakan tugas, ia pandai memasak, ia juga rajin ibadah. Sepertinya Bintang adalah paket komplit yang diidam-idamkan banyak perempuan. Namun, sayangnya ia terlalu cuek terhadap orang-orang yang tidak terlalu ia kenal.
"Ini namanya bakso." Katanya sambil mengiris-iris baksot itu dan memasukannya ke dalam wajan.
"Gue tau, Bi. Udah, sih, masak aja gue liatin. Gue tau kok nama bahan-bahannya."
"Kalo yang ini sosis." Katanya sekali lagi. Aku tidak bicara, karena sebal. Siapa, sih, yang tidak tahu apa itu sosis? Aku rasa hampir semua orang paham daging olahan yang bentuknya panjang seperti itu ya namanya sosis.
"Kalo ini apa?" Tanyanya sambil menunjuk seikat daun.
"Apa, ya?" Kataku seolah bertanya pada diri sendiri. "Seledri, ya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Senin Pagi
RomansaKisah ini terinspirasi dari kisah nyata. Kisahku, perempuan bodoh yang terpaksa duduk sebangku dengan laki-laki pintar yang menyebalkan. -- Aku mencarinya di dalam tas, semua isi tas kukeluarkan dan kuletakkan di atas meja. Namun tetap tidak ada. Ak...