Beberapa tahun yang lalu..
Mata jernih nan indah itu terus menatap sendu pada seorang anak laki-laki yang berumur 7 tahun.
Agam Bramasta, bocah berumur 6 tahun yang tengah duduk diatas kasur samabil menatap kakaknya yang tengah sibuk memasukkan baju kedalam sebuah tas berukuran besar. Wajah kakaknya terlihat begitu bahagia. Benar-benar bahagia. Tentu saja, sebab kakaknya akan di adopsi oleh pasangan muda kaya raya yang belum mempunyai keturunan.
Bagaimana dengan Agam? Tentu saja Agam tidak ikut di adopsi. Kalau ia ikut di adopsi sudah pasti ia bahagia juga sekarang.
Agam kecil menghela nafas kecil sambil tersenyum sendu. Kakaknya akan di adopsi dan bukankah Agam seharusnya ikut bahagia?
"Kakak bakal pergi lama, ya?" tanya Agam kecil namun sang kakak tidak menjawab dan terus membenahi isi tasnya.
Alexander Bramasta, bocah berumur 7 tahun yang merupakan kakak kandung dari Agam Bramasta.
Orang tua mereka telah meninggal satu tahun yang lalu. Semua aset dan rumah yang dimiliki pun dijual Paman mereka untuk melunasi hutang orang tua mereka. Paman mereka yang tidak lain merupakan adik kandung Papa tidak mau mengurus mereka. Maka dari itu mereka ditinggalkan di jalanan.
Dibiarkan begitu saja tanpa belas kasih. Sampai akhirnya mereka bertemu dengan Ibu Sita salah satu pengurus panti asuhan. Akhirnya mereka dibawa ke panti asuhan dan mulai tinggal di panti tersebut.
Alex membenci adiknya yang menurutnya menjadi salah satu penyeban mereka berakhir di panti asuhan. Alex yang pada malam itu baru saja pulang les disuguhkan keramaian orang berpakaian hitam dirumahnya. Orang tua mereka meninggal di tempat karena kecelakaan saat akan baru pulang dari toko mainan atas permintaan Agam.
Alex membenci Agam. Sebab jika anak itu tidak merengek untuk membeli mainan pasti kecelakaan itu tidak akan pernah terjadi. Alasan utama keluarga baru Alex tidak mau mengadopsi Agam dikarenakan kondisi Agam yang berjalan menggunakan tongkat. Kaki Agam bagian kanan telah di amputasi akibat kaki tersebut terjepit dan hancur.
"Kalau sempat kakak singgah kesini, ya, Kak. Jenguk Agam, terus temenin Agam main," ucap Agam lagi.
Tetap tidak ada jawaban yang kekuar dari mulut Alex. Agam menatap kakaknya dengan tatapan sedih. Sudah sedari mereka disini kakaknya tampak tidak ingin bicara padanya. Bahkan tak segan mengabaikannya.
"Agam boleh enggak ikut sama kakak?"
Gelengan yang Agam dapat sebagai jawaban dari pertanyaannya barusan.
"Agam bakal kangen banget sama kakak. Nanti kalau uda di rumah baru rajin-rajin kabari Agam ya, Kak. Agam tunggu, kok," celetuk Agam lagi.
Ceklek
"Alex, ayo orang tua baru kamu sudah menunggu di depan," ucap Ibu Sita. Ibu pengurus panti asuhan ini.
Alex lantas mengangguk. Ibu Sita pun membantu membawakan tas Alex dan berjalan disamping anak itu.
Lalu Agam mengikuti dengan berjalan dengan tongkat di belakang mereka dengan hati-hati. Agam pun dapat melihat wanita berjilbab biru muda dan seorang pria berkemeja biru muda pula yang sudah menunggu di depan panti.
Senyum mereka begitu hangat. Membuat Agam ingin sekali ikut dengan mereka tapi faktanya hanya kakaknya saja yang ingin mereka adopsi.
"Alex uda siap kan? Berangkat sekarang aja, yuk," ujar wanita itu dengan senyuman hangat.
Alex kembali mengangguk disertai senyuman kecil. Lalu mereka terlihat seperti berbincang pada ibu Sita. Agam hanya diam diantara mereka. Bingung harus melakukan apa.
"Kalau begitu kami pamit, ya, Bu. Terima kasih," ujar pria itu lalu berjabat tangan dengan Ibu Sita.
"Sama-sama, Pak. Sering-sering mampir kesini, ya, Alex," pesan Ibu Sita yang disenyumi oleh Alex.
Sesaat setelah mereka berbalik Agam pun mengayunkan tongkatnya pelan mengikuti mereka. Lalu tangan kecilnya memegang ujung baju yang dikenakan oleh Alex.
"Kakak," panggil Agam pelan.
Mereka lantas berbalik dan menatap Agam dengan pandangan aneh.
"Peluk sebentar, dong," pinta Agam dengan senyum yang terkesan sedih. Tapi, karena tidak ada pergerakan apapun akhirnya Agam pun memeluk Alex dengan erat. Sedangkan Alex hanya diam saja.
Senyum Agam terulas sendu dengan air mata yang mengalir. Ia lantas mengurai pelukannya lalu mengayunkan tongkatnya mundur kebelakang.
"Agam, sini, Nak," panggil Ibu Sita.
Agam mengangguk lalu kembali menatap Alex.
"Kakak, sehat terus, ya. Sering ke sini biar main sama Agam. Sering kabari Agam juga. Agam sayang banget sama kakak," ujar Agam kecil dengan begitu tulus.
"Alex, ayo, Nak," ujar wanita itu dan menarik lembut tangan Alex. Membuat Alex berbalik dan akhirnya melangkah bersama mereka.
Agam memandang sendu pada punggung kakaknya yang semakin menjauh. Diam-diam air matanya kembali mengalir begitu deras. Agam benar-benar merasa kesepian sekarang. Agam tidak tau harus melakukan apa.
Dan nyatanya Alex tidak pernah kembali atau sekedar mampir. Bahkan untuk mengabari pun tidak. Enam tahun setelahnya Agam pun di adopsi oleh sepasang suami istri sederhana yang kelihatan begitu baik.
Dan lagi-lagi Agam kembali merasa sedih. Orang tua barunya tidak benar-benar menyayanginya. Mereka mengadopsi Agam guna menjadikan Agam budak mereka. Makan saja Agam sudah susah, sekolah harus cari biaya sendiri. Agam tidak masalah jika mereka tidak kaya tapi mereka menyayanginya.
Tetapi, keluarga baru Agam hanya benar-benar beda dengan sang kakak. Agam harus kembali merasakan pahit. Saat menginjak kelas 1 SMP untungnya Agam bisa masuk ke salah satu SMP negeri jadi semuanya gratis. Tapi saat Agam masuk SMA semua kian terasa berat. Agam harus masuk ke sekolah yang ia incar guna memantau keadaan seseorang.
¤¤¤¤
Selamat membaca😊
Salam manis,
Ans Chaniago00:08 WIB
15 Januari 2020
![](https://img.wattpad.com/cover/211467081-288-k488847.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAM (End)
Teen FictionAgam itu selalu sendiri. Tidak ada penyemangat atau sosok yang selalu menyemangatinya. Ditengah kesulitan hidup yang pelik, Agam berusaha keras tetap bertahan. Menanti sebuah pelukan hangat dari satu-satunya keluarga yang ia punya. Selain pelukan, A...