Hari kini telah berganti. Jarum jam menunjukkan pukul 6 pagi. Hawa dingin masih terasa dengan jelas menusuk kulit.
Membuat siapapun enggan untuk sekedar bangun dari nyaman dan hangatnya kasur empuk mereka.
Namun, hal itu sama sekali tidak berlaku untuk Agam.
Setelah semalaman mencoba tidur ditengah sakit dan perut yang begitu lapar, pada akhirnya jam setengah lima pagi Agam sudah bangun.
Cowok bertubuh kurus itu membereskan kamarnya lalu dilanjut dengan menyapu rumah.
Pagi ini Agam bingung kiranya makanan apa yang bisa ia masak. Pasalnya tidak ada apapun yang bisa dimasak.
Untuk membeli pun Agam tak punya uang. Kalau untuk tidak makan pagi ini rasanya Agam masih sanggup menahan.
Tapi, bagaimana dengan Ayah? Agam tidak mau sampai Ayah melewatkan sarapannya.
Maka dari itu dengan bermodal rasa takut, Agam pun keluar dari rumahnya setelah mandi.
Berjalan agak jauh kearah persimpangan yang dimana terdapat sebuah warung kecil namun terlihat ramai oleh suara khas ibu-ibu yang bersenda gurau sambil memilih sayur dan ikan.
Melihat kedatangannya sontak mereka ada yang melihatnya kasian ataupun tidak suka alias jijik.
"Eh ada nak Agam. Mau beli sayur ya nak?" tanya mbok mina selaku pemilik warung.
Agam mengangguk ragu. Ia bingung harus berbicara bagaimana dengan mbok mina.
"Alah mbok usir aja deh. Palingan juga mau ngutang lagi ni bocah" cerca salah satu wanita berambut pirang seraya melirik Agam tidak suka.
Agam hanya mampu tersenyum tipis. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya untuk membalas perkataan wanita tadi.
"Nak Agam mau sayur apa? Sini pilih biar mbok siapin" tutur mbok mina dengan lembut.
Wanita paruh baya itu pun menarik lembut tangan Agam guna memilih sayur apa yang Agam mau.
"M-bok, Agam belum bisa bayar yang kemarin, Agam juga sekarang belum punya uang mau beli" ujar Agam pelan seraya menunduk.
"Tuh kan mbok, lain kali gak usah di ladenin deh. Ngelunjak kan jadinya" sinis wanita berambut pirang itu lagi.
Sementara wanita berkerudung putih yang tengah memilih sayur merasa iba dengan Agam.
Pasalnya mereka selaku tetangga juga pasti tau bagaimana keadaan Agam. Susahnya hidup hanya dilalui sendiri.
Tetangga sekitar pun tau bagaimana perlakuan kasar Ayah angkat Agam pada anak itu.
Namun, saat mereka menegur justru merekalah yang hampir kena pukul oleh Ayah Agam karena dibilang terlalu ikut campur.
"Uda gak usah pikirin itu, mbok kan juga uda bilang kalau lauk dirumah habis Agam bisa datang kesini. Mbok cuma bisa bantu itu aja nak. Kalau uang mbok gak bisa kasih" tutur mbok mina lembut.
Wanita berkerudung putih itu pun tersenyum lalu kemudian berkata,
"Uda Gam pilih aja nak. Hari ini biar ibuk yang bayar" ujar wanita berkerudung putih itu.
Agam merasa tidak enak. Apalagi wanita berambut pirang tadi masih memandangnya dengan sinis.
"Tapi bu Agam gak punya uang buat ganti uangnya Ibu" ujar Agam pelan.
Wanita berkerudung putih itu pun terkekeh.
"Mbok buat Agam kasihin ikan sama ayamna terus sayur-sayurnya juga ya mbok"

KAMU SEDANG MEMBACA
AGAM (End)
Novela JuvenilAgam itu selalu sendiri. Tidak ada penyemangat atau sosok yang selalu menyemangatinya. Ditengah kesulitan hidup yang pelik, Agam berusaha keras tetap bertahan. Menanti sebuah pelukan hangat dari satu-satunya keluarga yang ia punya. Selain pelukan, A...