Hari terus berjalan tanpa henti. Banyak yang telah berubah belakangan ini di hidup Agam.
Selain urusan hutang Ayah, Agam pun semakin sering tidak mengumpulkan tugas sekolah.
Sebab saat pulang malam Agam akan langsung beristirahat karena lelah. Jika dirinya pun ingin mengerjakan tapi ia juga tidak mengerti, sama saja.
Lebih baik Agam tidur. Tapi tidur pun hanya sebentar bisa dirasakan oleh Agam. Karena saat terbangun pagi hari Agam harus memulai kegiatannya dari pagi sampai malam tiba.
Beban Agam seolah semakin berat saja setiap harinya. Berbagai tekanan datang dari mana saja.
Terkadang Agam iri pada kakaknya disaat seperti ini. Disaat Agam harus bekerja sana-sini demi uang yang tidak seberapa, Kakak bisa duduk santai dan bermain bersama Kinan dirumah.
Kakak bisa bermain bersama temannya, tertawa atau bahkan punya tempat mengadu jikalau sedih.
Sedangkan Agam? Oh ayolah. Agam seperti sebatang kara. Ingin sekali dirinya menghubungi Ibu Hasna namun Agam tidak memiliki ponsel.
Lagi pula Agam malu kalau harus mengadu tentang masalahnya. Ibu Hasna juga pasti tengah sibuk dengan urusannya sendiri.
Hidup sendiri didunia rasanya begitu berat. Tidak ada yang menemani dan tidak ada yang bersedia jatuh bersama dengan kita.
"Hey cacat!" sentak suara itu yang seketika membuyarkan lamunan Agam.
Agam lantas mendongak dan mendapati Benedict, teman sekelasnya yang kini berdiri sambil bersedekap dada menatap Agam.
"Ada apa?" tanya Agam bingung.
Benedict mendengus. Lalu menyerahkan buku yang ia pegang pada Agam.
"Lo belum bayar uang kas selama 2 bulan. Jadi cepat bayar sekarang!" perintah Benedict yang membuat Agam semakin bingung.
"Kamu kan bukan bendahara disini. Kenapa kamu yang minta uang kas?" tanya Agam yang sontak saja membuat Benedict geram.
Brak
Agam tersentak kaget saat Benedict menggebrak mejanya dengan cukup kuat. Hingga perhatian teman sekelasnya beralih pada mereka.
"Lo itu selain cacat, bego, gak tau diri lagi! Si Siti gak sudi minta langsung sama lo. Lo sadar gak sih kalau orang-orang jijik liat lo? Gue aja terpaksa kalau gak mana mau gue liat wajah lo! Uda buruan bayar!" geram Benedict tak sabaran.
Agam menghela nafas guna menghilangkan sesak dan sakit hati akibat ucapan Benedict.
Agam menyapukan pandangannya oada sekitar. Mereka menatap Agam dengan pandangan menilai.
Agam kemudian mengeluarkan uang dari sakunya dan memberikannya pada Benedict.
Benedict menerimanya sembari menatap tak percaya pada Agam.
"Lima ribu? Lo mau main-main sama gue?! Cepat lunasi!" bentak Benedict yang sudah kehabisan kesabaran.
Agam lantas menggeleng pelan seraya menundukkan kepalanya.
"Uangnya cuma ada itu. Sisanya nyusul ya" ujar Agam pelan yang membuat Benedict tersenyum sinis.
"Gue kesian sama lo. Hidup sebatang kara dan miskin! Nyusahin aja hidup lo tau gak?!"
Setelahnya Benedict berlalu dari meja Agam. Agam sendiri pun hanya berulang kali mengelus dada dan menggumamkan kata "sabar".
Berharap semua rasa sakit dihatinya hilang. Berharap Agam masih mampu melewati hari-hari esok.
![](https://img.wattpad.com/cover/211467081-288-k488847.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAM (End)
Teen FictionAgam itu selalu sendiri. Tidak ada penyemangat atau sosok yang selalu menyemangatinya. Ditengah kesulitan hidup yang pelik, Agam berusaha keras tetap bertahan. Menanti sebuah pelukan hangat dari satu-satunya keluarga yang ia punya. Selain pelukan, A...