• 15 •

13.9K 1.5K 99
                                        

Semenjak Om Dendi dan Ibu Hasna pergi, keadaan di restoran pun perlahan berubah.

Mereka yang tidak suka dengan Agam dulunya hanya mengumpat di belakang. Tapi kini mereka mulai terang-terangan menunjukkan sikap tidak suka mereka pada Agam.

Awalnya masih biasa saja. Mereka hanya akan menyindir Agam saat Agam kebetulan lewat atau tengah sendiri belakang saat mencuci piring.

Tapi, sekarang berbeda. Bahkan dengan berani mereka mengejek atau menghina Agam didepan yang lainnya.

Meski sudah ditegur Mbak Tika mereka hanya diam sebentar. Saat melihat Agam sendiri, mereka kembali mencari gara-gara.

Seperti saat ini. Agam sudah mengganti seragamnya menjadi kaos hitam polos dengan celana sekolahnya.

Dibelakang Agam masih fokus mencuci piring. Sesekali membenarkan posisi tongkatnya agar Agam tidak jatuh.

Suasana sepi tampak tenang bagi Agam sekarang. Sebelum Mbak Lela datang seraya meletakkan beberapa piring kotor.

"Heh babu! Cuci piringnya yang bersih ya. Jangan sampai ada noda. Jangan karena kamu anak emas disini jadi kerja pun asal-asalan!" sentak Mbak Lela sambil tersenyum sinis pada Agam.

"Iya mbak" jawab Agam apa adanya sambil menunduk dan berusaha fokus dengan piring ditangannya.

Agam pikir setelah itu Mbak Lela akan kembali ke depan. Namun, Mbak Lela justru bersedekap dada sambil memandangi Agam.

"Mbak enggak kembali ke depan?" tanya Agam pelan.

Mbak Lela pun mendengus tak suka mendengarnya.
"Lo gak suka gue disini?!"

Agam lantas menggelengkan kepalanya. Walau sebenarnya ia merasa kurang nyaman berada disekitaran Mbak Lela.

"Gue heran deh sama Bu Hasna. Apa sih yang diliat dari lo? sampai lo di anak emaskan gini deh. Gue juga heran kenapa mereka mau ngadopsi lo. Padahal lo cacat. Gak pantes banget sih. Seharusnya mereka bisa punya anak dengan fisik dan otak yang lebih baik. Bukan kayak lo gini" cemooh Mbak Lela panjang lebar.

Hal itu pun membuat Agam terdiam. Matanya sudah berkaca-kaca. Dadanya terasa sesak saat mendengar kalimat itu.

Cacat. Entah kenapa mereka dengan mudah mengejeknya dengan kata itu. Mereka tidak tau rasanya begitu menyakitkan.

Fisikmu tidak sempurna. Kamu merasa kesulitan tapi tidak ada yang mengerti. Yang mereka lakukan justru menghina dan mencaci.

Lantas salahkah Agam jika ia menangis sekarang? Nyatanya sebanyak apapun ia sudah mendengar semua itu. Agam tidak pernah terbiasa.

"Nangis aja lo bisanya! Cengeng banget sih!" kesal Mbak Lela yang mendorong Agam. Sontak hal itu membuat Agam limbung.

Bruk

Mbak Tika yang memang membawa piring-piring kotor lantas terkejut saat melihat Agam yang terduduk diatas lantai.

"Astaga, Agam!" panik Mba Tika  membuat yang lainnya datang.

"Ya ampun dek" lirih Mbak Tika sambil membantu Agam berdiri.

Keno pun mengambil kedua tongkat milik Agam dan membantu Agam agar berdiri tegak dengan tongkatnya.

Mbak Tika menghapus air mata Agam yang masih mengalir deras.

Keno menoleh saat mendapati Mbak Lela yang tampak ketakutan dengan wajah yang sudah pucat.

"Lo apain Agam hah?!" bentak Keno seraya mencengkram kuat tangan Mbak Lela.

Randana yang mengerti situasi segera menarim Keno menjauh dari Lela.

"Gue pastiin lo gak bakal bisa balik ke sini besok! Gue bakal bilang soal kejadian ini sama Bu Hasna! Pergi lo dari disini! Pergi!" Teriak Mbak Tika dan itu berhasil membuat Mbak Lela pergi sambil menahan umpatan.

"Agam gapapa kan? Mana yang sakit dek? Bilang sama mbak" ujar Mbak Tika khawatir saat melihat Agam yang masih menangis.

Agam pun menggeleng. Namun air matanya masih terus mengalir.

"Istirahat aja dulu Gam" ujar Randana seraya membantu Agam berjalan keluar dan duduk di kursi.

Keno pun menyerahkan segelas air pada Agam yang diterima Agam dengan tangan bergetar.

"Agam pulang aja ya? Mbak anterin. Nanti soal izin biar mbak yang bilang ke Ibu" ucap Mbak Tika yang membuat Agam memandang mereka semua.

"Enggak usah ngerasa gak enak gitu dek. Agam itu uda kayak adek kita disini. Uda seperti anak Ibu juga. Apa yang dikatakan orang jangan didengar. Omongan mereka buang aja ke tempat sampah. Agam itu berharga. Anak baik pasti selalu dapat perlakuan baik" jelas Randanan yang membuat mereka mengangguk setuju.

Akhirnya Agam pulang diantar oleh Randana yang juga jam kerjanya sebenarnya sudah usai satu jam yang lalu.

Randana hanya senang berlama-lama bekerja di restoran. Lingkungan disana ramah dan Randana betah.

Saat sampai dirumah Agam, Randana pun membantu Agam turun dari motor.

"Mampir dulu kak"

Randana menggeleng. Lalu melihat jam tangannya sekilas.

"Langsung pulang aja deh. Titip salam sama orang rumah aja ya dek"

Agam pun mengangguk dan segera mengayunkan tongkatnya masuk kedalam rumah setelah Randana sudah berlalu.

Namun, belum juga membuka pintu, Agam dikagetkan dengan suara ambulance yang tiba-tiba berhenti di depan rumah.

Agam berusaha tenang walaupun jantungnya sudah berdetak kencang. Perasaannya berubah tidak enak.

Atensi Agam teralih pada sebuah mobil yang ia kenali. Setelahnya Agam dapat melihat Alex keluar dari mobil dan terdiam melihat Agam.

Agam tidak peduli akan hal itu. Yang Agam ingin tau kenapa ambulance itu berenti didepan rumahnya?

Agam tidak menyadari bahwa kakaknya sudah berjalan menujunya.

Agam terlalu fokus pada ambulance. Sampai akhirnya dua orang turun dan membuka pintu belakang ambulance.

"Gam" panggil Alex pelan.

"Mereka ngapain disini kak?" tanya Agam tanpa peduli panggilan Alex.

"Itu siapa kak? Mereka salah alamat ya?" tanya Agam lagi.

Alex terdiam. Apalagi saat melihat pandangan Agam yang terlihat cemas.

Agam dapat melihat mereka membawa seseorang yang Agam kenali. Seorang yang Agam tunggu kepulangannya.

Mata Agam berkaca-kaca. Dadanya terasa terhimpit batu besar. Agam sempat limbung jika tidak ditahan Alex.

"Gam? Dengar kakak? Agam?!" panik Alex saat melihat sorot mata Agam terlihat kosong.

Air mata Agam kini mengalir dengan deras. Apapun yang terjadi detik ini. Agam berdoa semoga ini mimpi.

Agam ingin segera bangun. Mimpi ini membuat nafas Agam seolah tersendat.

"Gam yang sabar. Jangan kayak gini" ujar Alex pelan.

Tidak. Agam tidak menerima ucapan apapun. Semua baik-baik saja.

Sampai akhirnya Agam merasa pijakannya terasa ringan. Kesadaran Agam ditarik begitu saja menuju kegelapan.

Yang Agam ingat hanya suara panik kakaknya sebelum Agam jatuh dalam kegelapan.

¤¤¤

Selamat membaca😊

Salam manis,
Ans Chaniago

17:50 WIB

12 Mei 2020

AGAM (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang