5 tahun kemudian..
Cahaya matahari tampak menembus kendela kaca dikamar itu. Pemilik kamar itu sama sekali tidak terganggu dan semakin menyamankan posisi tidur dalam balutan selimut tebalnya.
Padahal jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, tapi pemuda itu masih betah bergelung dikasurnya yang empuk.
Semalam ia membaca nov sampai larut malam. Kisahnya menarik jadi sayang jika membacanya ditunda.
Alhasil pagi hari ia harus bangun kesiangan. Bahkan beberapa novel tampak berserakan diatas karpet berbulu disamping kasurnya.
Ceklek
"Ya ampun anak ini" gerutu suara wanita diambang pintu.
Pandangan wanita itu meliar memperhatikan kondisi kamar putranya yang nampak berantakan. Novel berserakan diatas karpet, bungkus cemilan diatas meja serta beberapa buku pelajaran diatas sofa.
Sebenarnya putranya ini sengaja membuat semua berantakan atau ada badai dikamar ini semalam?
"Agam, bangun kak. Uda siang gini kok masih betah aja dikasur" ujar Hasna seraya mengguncang pelan pundak Agam.
Agam mengerang tidak terima lantas menutup seluruh wajahnya dengan selimut.
Hasna mendengus, dirinya mulai berjalan membereskan kekacauan dikamar putranya ini.
"Ini kamar abis kena badai apa gimana sih? Kok bisa berantakan gini?"
Suara Hasna mengisi pagi hari Agam yang tadinya tenang. Agam menggeleng mendengar sang Bunda yang sibuk mengomel sana-sini.
Dendi yang baru datang dan berdiri diambang pintu pun berdecak melihat kelakuan malas putranya.
Sementara tepat disebelahnya ada sosok mungil yang menatap polos kejadian dihadapannya.
Regi Geovano. Bocah laki-laki berumur 4 tahun yang merupakan adik Agam. Memiliki tubuh gempal dengan pipi tembem membuatnya bocah itu benar-benar menggemaskan.
Tangan mungil Regi yang tadinya memegang tangan Dendi kini dilepaskan anak itu.
Regi tampak berjalan dengan semangat menuju kasur Agam. Dendi mengikuti dari belakang, takut si bungsu akan terjatuh.
Hasna yang diam memperhatikan kini malah tertawa kecil saat menyaksikan putra bungsunya yang berusaha menaiki kasur Agam.
Saat sudah duduk manis diatas kasur, Regi langsung membuka selimut yang menutupi wajah Agam.
Regi tertawa kecil melihat wajah kakaknya. Sementara Agam sudah menahan gemas sedari tadi saat tau bahwa sang adik berusaha naik ke kasurnya.
"Akakkk" pekik Regi seraya menepuk-nepuk wajah Agam dengan semangat.
Agam terkekeh lalu bangkit untuk duduk dan memangku adiknya itu. Regi tampak senang. Aroma bayi pun langsung terasa oleh penciuman Agam.
Dengan gemas Agam mencium pipi sang adik yang membuat Regi tertawa kecil. Gemas.
"Udahan kak, kakak belum mandi kok malah cium pipi adek. Bau jigong tuh. Mandi sana. Lagian tumben banget bangunnya siang" celetuk Dendi yang membuat Agam berdecak.
Dendi pun mengambil alih Regi dan menggendongnya. Mengundang pekikan tak terima si bungsu karena masih mau bermain dengan kakaknya.
"Buruan mandi kak, Bunda siapin sarapan dulu ya"
Setelahnya Hasna berlalu dari kamar putranya. Tinggallah mereka bertiga didalam. Tentu dengam Regi yang merengek ingin digendong sang kakak.
"Ayah gak suka ya kalau kakak begadang cuma demi tamatin cerita atau nonton film. Ayah gak ngelarang tapi kamu harus ingat waktu. Masij bisa baca atau nontonnya dilanjut besok. Ayah gak mau kamu sakit, paham kak?" nasihat Dendi dengan tegas yang dijawab Agam dengan anggukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAM (End)
Teen FictionAgam itu selalu sendiri. Tidak ada penyemangat atau sosok yang selalu menyemangatinya. Ditengah kesulitan hidup yang pelik, Agam berusaha keras tetap bertahan. Menanti sebuah pelukan hangat dari satu-satunya keluarga yang ia punya. Selain pelukan, A...
