• 10 •

15.1K 1.5K 59
                                        

Sejak kejadian kemarin, Ayah sama sekali tidak pulang kerumah.

Agam cemas. Biasanya Ayah akan pulang walau cuma untuk mandi atau hal lainnya. Tapi sampai hari ini Ayah tidak kunjung pulang.

Apalagi Agam tidak tau Ayah diluar sana melakukan apa selain mabuk dan berjudi. Agam hanya takut Ayah berbuat yang tidak-tidak.

Agam takut sendirian. Agam takut Ayah tidak akan pernah pulang.

Mengenai kejadian kemarin, Agam tentu saja sedih. Anak mana yang kuat dikata-katai seperti itu oleh orang tuanya? Walau Ayah bukan Ayah kandung Agam tali rasanya kata-kata kemarim begitu menusuk.

Kebetulan hari ini hari minggu. Agam sudah selesai beberes rumah dan juga sudah selesai mandi.

Kini Agam tampak mengunci mengenakan kaos hitam lusuh yang tampak kebesaran dengan warna yang sudah pudar. Mengenakan celana training yang sudah tampak gantung. Lalu dilengkapi dengan sandal yang tampak lusuh.

Agam dengan semangat mengayunkan tongkatnya menuju warung Mbok Mina.

Sesekali Agam tampak tersenyum atau bahkan menyapa beberapa tetangga yang ditemuinya.

Dan sesampainya Agam di warung, Mbok Mina tampak menyambutnya dengan senyuman ramah.

Agam kadang merasa bersalah dan bisa dibilang malu kalau harus datang kesini. Mengingat ia banyak hutang pada Mbok Mina, namun Mbok Minta tidak pernah menyambutnya dengan kata-kata kasar. Melainkan dengan tutur kata lembut dan senyumnya yang ramah.

"Walah pagi-pagi warung Mbok kedatangan cowok ganteng begini" ujar Mbok Mina yang membuat Agam tertawa kecil.

"Uda sarapan belum Gam?" tanya Mbak Sani yang merupakan tetangga Agam. Walau rumahnya tidak berdekatan langsung dengan Agam.

"Belum Mbak" jawab Agam seadanya.

"Wah kebetulan banget. Nanti Mbak mampir antar soto kerumah ya. Sekalian bawa bibit pohon mangga. Biar kalau nanti berbuah kamu bisa makan sepuasnya deh" seru Mbak Sani dengan wajah sumringah.

"Makasih banyak ya Mbak. Agam ngerasa ngerepotin Mbak terus deh" ujar Agam dengan raut bersalah.

"Kok ngerepotin sih? Mbak justru senang bisa bantu kamu. Lagian Mbak gak repot kok. Kan yang bawa bibitnya suami Mbak" kekeh Mbak Sani disusul tawa Mbak Mina.

"Selagi kita bisa bantu kenapa enggak toh nak" tambah Mbok Mina yang membuat hati Agam menghangat.

Andai orang baik seperti mereka banyak populasinya. Andai saja.

"Oiya, Agam mau beli apa? Ikan? Ayam?" tanya Mbok Mina mengalihkan suasana agar Agam tidak terus merasa bersalah.

Dengan semangat Agam pun berujar,
"Ayamnya sekilo ya Mbok, terus ikan lelenya juga sekilo. Apalagi ya? Oh iya, bayam sama kangkungnya masing-masing 2 ikat. Trus tambah tempe sama tahu deh Mbok"

Mbok Mina dan Mbak Sani tampak terdiam lalu terkekeh saat mendengar Agam yang kelewat semangat mengatakan pesanannya.

"Banyak banget nak. Tumben banget mesennya segitu" ujar Mbok Mina sembari memasukkan semua pesanan Agam dalam kantung plastik berukuran sedang.

Agam pun merogoh sakunya, lantas menyerahkannya pada Mbok Mina.

"Agam lagi ada uang lebih Mbok. Uang ini buat yang hari ini dulu ya Mbok. Yang lalu-lalu segera Agam lunasi Mbok. Maaf ya Mbok" sesal Agam yang membuat Mbak Sani merasa matanya memanas. Miris melihat kondisi Agam.

"Kamu ini ngomong apa sih nak. Yang kemarin kapan pun dibayar gak masalah. Jangan dipaksa ya. Lagian selagi Mbok bisa bantu pasti Mbok bantu" ujar Mbok Mina yang berusaha memberi Agam pengertian bahwa ia tidak menuntut Agam melunasi barang yang kemarin.

"Ini bawa pulang gih. Terus kamu masak biar bisa makan sampai kenyang" tambah Mbok Mina sambil memberikan kantung plastik itu yang diterima Agam dengan mata berkaca-kaca.

"Makasih banyak ya Mbok. Agam pulang dulu ya Mbok, Mbak San" pamit Agam yang dibalas anggukan serta senyum mereka berdua.

"Bahagia selalu Gam" lirih Mbak Sani sambil menatap punggung Agam yang mulai menjauh.

Sementara Agam kini menatap kantung plastik itu dengan air mata yang sudah mengalir deras. Agam merasa senang masih ada yang mau membantunya.

Tapi di satu sisi ia merasa bersalah karena telah menyusahkan orang-orang disekitarnya lagi. Untuk kesekian kali.

Uang yang diberi kakak pun hanya bersisa sedikit. Yang ia bawa tadi hanya cukup untuk membeli beberapa sayuran segar, ikan, dan juga ayam. Yang sekaranf berada di dalam plastik.

Tapi tak apa. Setidaknya beberapa hari ke depan Agam tidak ada alasan tidak makan. Agam sudah punya lauknya.

Juga makan siang yang dibelaki Hasna. Agam merasa bersyukur. Beberapa hari ke depan perutnya akan kedatangan makanan enak.

¤¤¤

Kini hari telah berganti menjadi malam. Tampak bulan dan bintang menghiasi langit dengan keindahannya.

Malam yang bagus untuk berjalan-jalan diluar. Sama seperti Agam. Malam ini seusai menunggu Ayah yang belum juga pulang, Agam solat isya sebentar lalu pergi keluar untuk makan malam.

Tidak di restoran malam atau pun cafe. Melainkan di warung nasi yang tidak jauh dari rumahnya.

Agam sengaja makan diluar untuk menghabiskan sisa uang dari kakaknya. Yang memang cukup untuk membeli 2 nasi bungkus. Agam pakai setengah membeli nasi bungkus dan setengahnya lagi untuk membeli telur.

Jaga-jaga jika lauk nanti sudah habis maka Agam masih punya persediaan telur.

Setibanya di warung Agam melihat sekitar yang tampak sepi. Lalu Agam pun menghampiri Ibu pemilik warung.

"Bu, saya pesen nasi pakai ayam goreng sama tumis kangkung terus dikasih sambal sedikit ya bu" pesan Agam yang membuat si Ibu mengangguk.

Agam pun mengayunkan tongkatnya ke salah satu meja yang berada ditengah.

Setelah menunggu beberapa saat makanan Agam pun datang. Agan mengucapkan terima kasih lalu membaca doa sebelum mulai menyendokkan nasi ke mulutnya.

Sesaat setelah fokus pada makanan. Fokus Agam teralih ke depan saat merasa ada duduk dihadapannya.

Agam terkejut bukan main saat melihat kakaknya kini sudah duduk didepannya. Satu meja dengannya.

Sementara Alex yang di perhatikan hanya mampu acuh. Ia pun tidak mengerti kenapa dirinya bisa disini sekarang.

Yang Alex tau, tadi saat ia mengendarai motornya melewati warung Alex melihat Agam makan dengan lahap di warung itu. Dan anehnya Alex bukannya pergi malah putar balik dan memarkirkan motornya disana.

Dan yang lebih tidak Alex mengerti saat dirinya dengan santai jalan menuju Agam dan duduk didepan adiknya.

Alex masih diam bahkan sampai Agam terus memanggil namanya berulang kali. Yang Alex tau, ia merasa menyesal disini tapi di sisi lain hatinya ingin tetap disini.

"Kakak lapar ya? Mau Agam pesenin makanan? Tapi kakak bayar sendiri ya. Soalnya uang Agam pas buat bayar makanan Agam doang" celoteh Agam panjang lebar yang membuat Alex tanpa sadar menahan nafas karena sesak akan kalimat yang Agam ucapkan.

¤¤¤

Selamat membaca😊

Salam manis,
Ans Chaniago

20:08 WIB

05 Mei 2020

AGAM (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang