• 21 •

14.2K 1.5K 156
                                        

Semua seolah berubah. Agam tidak dapat lagi merangkak naik ke permukaan setelah dihempaskan ke dasar jurang.

Gelap dan sunyi. Agam sendirian. Di atas sana kakaknya mungkin tengah tertawa bahagia.

Sementara Agam hanya berteman sepi. Sepulang dari rumah kakak. Semua benar-benar berubah.

Setelah pulang dari rumah kakak, Agam pikir ia bisa istirahat sejenak. Namun, saat mengingat ada hutang yang harus ia lunasi. Agam kembali berkutat di dapur membuat donat.

Tidak ada pancaran hangat di mata Agam. Yang ada hanya tatapan kesedihan. Agam lelah berpura-pura bahwa ia baik-baik saja.

Agam menerima semua yang ia dapat dengan lapang dada. Tidak repot mempertanyakan kenapa hidupnya seperti ini.

Agam sudah lelah. Agam bagaikan patung hidup yang berada ditengah keramaian.

Tubuh Agam terlihat semakin kurus. Tidak ada lagi semangat hidup yang tampak dari dirinya. Agam seolah menjauh dari semua orang.

Pun, guna menghemat uang, Agam terpaksa makan mie instan setiap hari. Paling-paling juga telur dicampur dengan kecap.

Tidak ada lagi minimal tumis kangkung. Bahkan makan nasi pun sudah tidak lagi. Agam merasa uang beras lebih baik ditabung atau untuk membayar hutang.

Terlihat terlalu dipaksakan memang. Lantas jika tidak begitu, memangnya siapa yang ingin membantu? Kakaknya? Tidak mungkin.

Beberapa guru di sekolah pun kembali mengeluh tentang Agam yang tidak fokus dengan pelajaran, tugas yang tidak dikerjakan.

Ah, semua benar-benar kacau setelah Agam diusir oleh kakaknya sendiri. Menyedihkan sekali memang hidupnya.

Yang Agam pikirkan hanya bagaimana caranya melunasi hutang. Bukan bagaimana caranya ia makan besok.

Agam sudah tidak peduli sampai kapan ia akan bertahan, sampai kapan ia akan dihina, Agam tidak peduli.

¤¤¤

Sementara dirumah besar nan mewah itu, Alex hanya terdiam sambil menatap buku yang ia baca.

Dirinya tengah berada didalam kamar. Enggan untuk keluar.

Pikiran Alex tidak tertuju pada buku yang ia baca. Tapi, pada kejadian dimana ia membentak adiknya, Agam.

Alex menyesal. Dirinya egois dan Alex sadar akan hal itu. Tapi, untuk menemui Agam rasanya Alex tidak berani.

Mengingat bagaimana ia menghina Agam dan mengusir Agam waktu itu, Alex ragu kalau Agam mau memaafkannya.

Tok tok

Alex tersentak dan menoleh kearah pintu kamarnya yang tertutup. Tidak biasanya.

Biasanya Bunda akan langsung masuk tanpa mengetuk pintu.

"Kak, Ayah masuk ya" ujar suara itu.

Alex pun lantas bangkit dan membuka pintu kamarnya. Tampaklah pria paruh baya yang kini menatap Alex hangat. Disampingnya juga ada Bunda yang tersenyum hangat.

"Masuk Yah, Bun" ajak Alex.

Mereka pun duduk di sofa yang ada dikamar Alex. Sejenak suasana hening. Alex diam karna bingung ingin mengatakan apa.

"Ayah gak mau basa-basi, yang kemarin itu adik kamu kan kak?" tanya Ayah seraya menatap putranya itu.

Alex pun mengangguk kaku. Entah kenapa ia takut saat orang tuanya membahas soal Agam.

"Kenapa kemarin kakak usir gitu aja?" tanya Ayah dengan tatapan yang berubah tajam.

Alex menundukkan kepalanya. Tidak berani ingin menjawab.

"Mas, jangan terlalu keras sama kakak. Kakak pasti punya alasan untuk itu" ujar Bunda pada Ayah.

Ayah tampak menghela nafas kesal.

"Kakak tau kenapa Ayah gak bawa Agam sekalian waktu itu?" tanya Ayah yang membuat Alex menggelengkan kepalanya.

"Bunda kamu sebenarnya dulu pernah keguguran. Setelah itu kami juga belum mempunyai anak. Ayah waktu itu tau kalau kamu punya adik dengan kondisi salah satu kakinya sudah diamputasi. Ayah sebenarnya gak masalah. Tapi Bunda bilang kita hanya perlu membawa kamu. Tidak dengan adik kamu" jelas Ayah sembari menatap Alex yang kaget dengan penjelasannya.

"Bukan karena Agam cacat Yah?" tanya Alex kemudian yang membuat Ayah tersenyum masam.

"Ayah gak masalah dengan hal itu. Tapi Bunda yang minta hanya membawa kamu"

Bunda yang tadinya hanya menyimak pun kini ikut membuka suara.

"Maafin Bunda kak. Bunda tau kalau yang Bunda lakuin salah. Seharusnya Bunda bawa kalian berdua waktu itu" sesal Bunda yang membuat Alex merasa sesak.

Kenapa? Ternyata orang tuanya tidak mempermasalahkan keadaan Agam. Alex dibutakan kejadian masa lalu.

"Terus kenapa Bunda keliatan gak suka waktu tau Agam selalu nunggu aku di halte?" tanya Alex yang belum puas dengan rasa penasarannya.

"Bunda sayang banget sama kakak. Bunda gak mau kakak ketemu dia. Bunda takut kakak bakalan ikut sama dia dan ninggalin Bunda" jelas Bunda yang menampilkan raut wajah sendu.

"Bunda tau kamu bukan anak kandung Bunda. Tapi, Bunda beneran sayang sama kakak. Bunda gak mau kakak pergi kemana-mana" lirih Bunda.

Alex terdiam dan tidak dapat berkata-kata. Ayah yang melihat itu pun menghela nafasnya.

"Ayah tau kamu sebenarnya sayang sama adik kamu. Kejadian masa lalu itu murni kecelakaan kak. Gak mungkin salahnya Agam. Semua itu uda diatur sama yang diatas. Ayah tau mungkin kondisi Agam bisa ngebuat kakak malu. Tapi, gak seharusnya seperti itu kan? Agam cuma punya kakak sebagai saudaranya. Dia enggak seberuntung kakak" nasihat Ayah yang membuat Alex menunduk menyembunyikan air matanya.

"Minta maaflah padanya kak. Kalau memang harus membawanya kesini Ayah tidak keberatan. Karena sudah sedari itu harusnya itu Ayah lakukan"

Bunda mendelik tak suka saat mendengarnya.

"Membawanya kesini?" tanya Bunda memastikan dan Ayah pun mengangguk.

"Aku tau kesalahan aku waktu itu Mas. Tapi, kalau untuk membawa dia kesini aku jelas tidak setuju. Kita cuma perlu kakak sama Kinan. Udah itu aja" kekeh Bunda yang jelas menolak saran Ayah.

Ayah pun mendesis tidak suka. Kelakuan istrinya ini benar-benar bisa membuatnya emosi.
"Jangan egois Bun. Orang kepercayaan aku bilang dia sebatang kara sekarang. Dia masih remaja Bun, masih butuh arahan, masih butuh sandaran. Kalau Bunda bisa menerima kakak kenapa tidak dengan adiknya?"

Bunda tetap menggeleng. Raut wajahnya sudah tidak bersahabat.

"Kakak boleh ketemu sama dia. Tapi jangan pernah bawa dia kesini. Bunda gak mau pokoknya"

Setelahnya Bunda keluar dari kamar Alex. Menyisakan Ayah dan Alex yang sama-sama menghela nafas.

"Pergilah minta maaf sama Agam. Bunda biar Ayah yang urus. Jangan sampai kamy menyesal kak" ujar Ayah seraya bangkit dan menepuk pelan pundak putranya itu.

Setelah pintu tertutup Alex pun bergegas bangkit. Mengambil ponsel diatas nakas, kunci mobil, dan jaket lalu memakainya.

Alex bergegas turun kebawah dan melihat Bunda yang tengah bersama Kinan.

"Bun, aku keluar sebentar ya. Assalamualaikum"

Tanpa menunggu jawaban Bunda, Alex langsung bergegas keluar rumah. Bahkan mengabaikan tangisan Kinan yang pastinya ingin ikut dengannya.

¤¤¤

Selamat membaca😊

Salam manis,
Ans Chaniago

Maafkan typo.

12:17 WIB

16 Mei 2020

AGAM (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang