• 26 •

21.4K 1.6K 152
                                        

Sepulang dari sekolah, Alex dan Ayah hanya diam. Alex lebih memilih memandang keluar jendela. Sementara Ayah lebih fokus untuk mengemudi.

Biasanya jika Ayah yang datang menjemput, Ayah akan bertanya bagaimana harinya, menyenangkan atau tidak, tapi hanya hening yang menyambutnya saat masuk ke mobil.

Tidak biasanya seperti ini. Sesekali Alex kembali melirik sang Ayah, berbagai pemikiran kini muncul dikepalanya.

Apakah Ayah marah? Tapi, kenapa?

"Yah" panggil Alex yang tak tahan dengan diamnya. Kalau pun salah, Alex akan segera minta maaf.

Ayah hanya berdehem dengan tatapan yang fokus pada jalanan didepannya.

"Ayah kenapa? Alex ada buat salah ya? Alex minta maaf ya Yah" ujar Alex dengan raut wajah menyesal walau pun Alex tidak tau apa kesalahannya.

Ayah menghela nafas. Mobil pun berhenti tepat saat lampu merah.

"Ayah gak marah kak"

"Terus kenapa Ayah diam aja? Sariawan? Sakit gigi?" tanya Alex lagi seakan tak puas dengan jawaban Ayah.

Ayah pun menghela nafas, netranya masih fokus melihat kedepan.

"Tadi Agam datang kerumah"

Ekspresi Alex seketika berubah. Wajahnya menjadi keruh saat mendengar nama itu.

"Ngapain dia kerumah Yah? Buat rusuh lagi?" tanya Alex tanpa minat. Bahkan Alex kini kembali memandang jalanan didepan sana.

Seperti enggan membahas apapun yang berkaitan dengan Agam.

"Kak, apa kamu gak ngerasa sedih ngeliat kondisi adik kamu itu?" tanya Ayah sembari menatap putranys yang kini diam.

"Dia kurus banget nak, pipinya tirus, wajahnya juga pucat. Apa kamu gak ngerasa sedih ngeliat kondisinya begitu?" tanya Ayah yang membuat Alex tanpa sadar terdiam.

"Dia itu bisanya cuma buat onar Yah. Kemarin dia ketahuan nyolong dompet temennya, terus buat rusuh di rumah waktu ulang tahun aku" elak Alex yang masih memikirkan tingkah Agam yang terdengar menyebalkan.

Ayah menghela nafas kasar mendengar penuturan putranya itu.

"Emang kakak percaya kalau Agam yang ambil dompet itu?" 

Seketika Alex terdiam. Semuanya kini terputar ulang didalam kepala Alex.

"Tapi, dompet itu ada didalam tas Agam Yah" celetuk Alex sesaat setelah mengingat lagi kejadian waktu itu.

"Ayah lebih percaya kalau bukan Agam yang ambil. Walau kalian hidup terpisah selama beberapa tahun, masa kakak gak ingat gimana watak adik kakak dulu" papar Ayah.

Mobil pun mulai berjalan dan tak lama berbelok kearah kanan.

Semua kenangan masa kecil mereka kini terputar jelas diingatan Alex.

Bagaimana Agam kecil begitu periang. Sosoknya begitu hangat dan baik hati.

Sampai ingatan Alex terhenti di satu waktu. Dimana Agam memberikan uang tabungannya sebagai bantuan untuk anak panti yang selalu didatangi oleh orang tuanya tiap bulan.

Agam kecil begitu menggemaskan. Saat Alex sakit maka adiknya itu akan tidur disebelahnya samb menepuk-nepuk pelan tangannya.

Lalu Agam akan terus menggumam,
"Kakak cepat sembuh, Atitnya ilang ya janan datang agi kacian kakak"

Bagai mantra, keadaan Alec berangsur membaik dan esoknya sudah bisa menonton televisi menemani sang adik.

Apapun yang terjadi, Agam selalu berusaha ada disamping mereka. Saat mama kehilangan cincin pernikahannya, Agam dengan polosnya menangis karena tak kunjung menemukannya walau sudah mencari seharian.

AGAM (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang