Pintu ruangan Pak John pun terbuka dan menampilkan sosok Alex yang langsung disambut oleh Pak John dan Bu Nursia.
"Silahkan duduk nak Alex" ujar Pak John yang diberitahu Agam namanya saat meminta nomor telepon walinya.
"Tidak usah berbasa-basi Pak. Katakan saja kelakuan anak ini pada kakaknya!" ucap Benedict sambil menatap Agam tajam.
Agam hanya mampu menunduk. Apapuj yang terjadi setelah ini, itu pasti bukan hal yang baik.
"Begini nak Alex, Benedict kehilangan dompetnya dan mengatakan bahwa Agam yang mengambilnya. Agam mengatakan bahwa bukan dia yang mengambilnya. Jadi saya geledah seluruh tas dikelas dan saya mendapatkan dompet Benedict didalam tas Agam" jelas Bu Nursia sambil menatap Agam yang menunduk.
Alex sendiri terdiam. Ia memberi nomor ponselnya pada Agam untuk mengahubunginya jika ada masalah atau perlu bantuan.
Tapi, sepertinya masalah tidak jauh-jauh dari Agam. Mencuri? Tanpa sadar Alex memandang Agam sinis.
Semua itu tak luput dari penglihatan Pak John. Dapat disimpulkan bahwa hubungan kakak adik didepannya ini tidak berjalan dengan baik.
"Agam, apa ada yang ingin kamu sampaikan?" tanya Pak John berusaha memancing Agam. Karena Pak John sendiri masih tidak percaya dengan semua ini.
Agam pun menggeleng. Tidak ada gunanya membela. Tidak akan ada yang percaya. Agam tidak punya bukti.
"Maaf Pak" ucap Agam pelan. Detik itu juga Pak John memandang Agam kecewa.
Begitu juga Bu Nursia yang memandangan Agam dengan tatapan tak percaya.
"Kenapa kamu melakukan ini Agam?" tanya Bu Nursia lembut.
"Dia dendam sama saya bu karena saya minta uang kas dia yang nunggak. Jadi dia ambil deh dompet saya!" ketus Benedict sementara sang ketua kelas dan bendahara hanya diam.
Tidak akan bersuara dan memperparah keadaan. Lagi pula mereka tidak bisa menyalahkan Agam tau Benedict. Mereka tidak tau apa benar Agam yang mengambil atau tidak.
Alex sendiri sudah menghela nafas pelan. Lalu menatap Pak John dengan senyuman paksa.
"Maaf atas kelakuan adik saya Pak. Kami sudah tinggal terpisah jadi saya kurang memperhatikan kelakuannya. Saya juga tidak menyangka kalau dia akan melakukan tindakan ini. Saya minta maaf atas nama Agam Pak" ucap Alex yang diangguki Pak John.
"Tapi, bukan hanya itu. Mumpung kamu disini, sebaiknya kamu perhatikan keadaan Agam. Nilainya turun dan tugasnya terbengkalai. Tolong bantu dia untuk memperbaiki semua nilainya" titah Bu Nursia yang membuat aAlex tersenyum miris.
Kepalanya serasa mau meledak. Apa sih yang dikerjakan anak ini sampai semua tugasnya terbengkalai?
"Dan untuk hukumannya, Agam besok temui Bu Nursia diruang guru. Kamu harus mempertanggung jawabkan tindakanmu"
Agam mengangguk kaku. Sementara Benedict tersenyum sinis memandang Agam.
"Saya rasa sudah cukup pertemuan hari ini. Tolong lebih perhatikan Agam ya nak Alex" ujar Pak John yang diangguki oleh Alex.
"Kalau begitu saya dan Agam permis ya Pak"
Pak John mengangguk. Alex keluar duluan lalu Agam berusaha berdiri dengan tongkatnya. Agam menundukkan kepalanya tidak berani menatap Pak John atau Bu Nursia.
Selepas keluar dari ruangan Pak John, Alex ternyata sudah menunggu sambil berdekap dada.
"Buruan jalannya, jangan lambat" ketus Alex yang sudah berjalan duluan sementara Agam hanya diam mengikuti dibelakang.
"Apa sih yang lo kerjain dirumah sampai tugas gak lo kerjain? Lo keluyuran ya? Jangan buang-buang duit deh Gam. Bandel banget sih lo" omel Alex panjang lebar yang membuat mata Agam berkaca-kaca.
Agam tidak mengerti materinya, berusaha menjawab pun susah. Kalau pun sudah selesai membuat donat ia kelelahan dan memilih tidur.
Dari cafe terus disambung kerja di restoran. Andai saja kakak tau beban yang Agam pikul. Andai kakak tau bagaimana lelahnya bekerja demi membayar hutang.
Tidak memikirkan apapun lagi selain bisa melunasinya.
Saat sudah sampai diparkiran, Alex berhenti begitu juga dengan Agam.
Alex berbalik dan menunjukkan raut wajah yang tidak bersahabat. Agam terdiam. Firasat buruk menghampirinya.
"Dan tadi apa katanya? Mencuri? Lo ngambil dompet temen lo? Lo ngotak gak sih?! Kalau lo betingkah gue yang bakal dipanggil, gue yang nahan malu karna kelakuan lo. Uda gue bilang kalau butuh apa-apa itu bilang. Lo kekurangan uang? Bilang! Biar gue usahain! Buman nyolong punya orang!" bentak Alex dengan raut wajah yang sudah merah padam.
"Bukan Agam kak" lirih Agam tapi tidak terdengar oleh Alex yang sudah emosi.
"Kalau lo mau nyangkal karena gue usir kemarin, lo bisa datang aja minta uangnya! Biasanya lo juga gak tau malu kan nyamperin gue disekolah padahal uda jelas-jelas gue gak suka!"
Lagi. Bentakan itu kembali terdengar. Agam berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.
Agam membiarkan kakaknya meluapkan emosinya. Tak apa. Agam jadi tau apa dirinya bagi sang kakak. Parasit.
"Padahal gue tadinya mau minta maaf sama lo soal pengusiran itu! Tapi ngeliat lo kayak gini gue jadi berpikir ulang" jeda sejenak. Alex berusaha mengatur emosinya agar tidak semakin meledak.
"Lo tau Gam? Sekarang gue ngerasa nyesal punya adik kayak lo! Nyusahin! Bunda bener, enggak seharusnya lo dibawa waktu itu. Kalau seandainya lo dibawa, lo hanya bisa jadi beban dan nyusahin!"
Alex memberi jeda lagi. Kini dirinya menatap Agam yang masih menunduk. Alex sempat tertegun saat menyadari badan Agam kini semakin kurus.
Namun, bayangan kejadian tadi dan semua kejadian di masa lalu, Alex menepis semua rasa iba itu jauh-jauh.
"Gue benci banget sama lo Gam. Karena lo yang buat orang tua kita pergi. Gue benci punya adik cacat. Gue malu Gam. Jangan pernah cari gue lagi. Jangan usik kehidupan gue lagi. Gue gak sudi punya adik macam lo. Urus semua masalah lo sendiri. Gue gak peduli!" ujar Alex dengan nada rendah dan terdengar menusuk.
Setelahnya Alex pun berbalik dan memasuki mobilnya. Menjalankan mobilnya meninggalkan Agam yang kini menatap kosong kedepan dengan senyum sendu.
Agam menangis dengan isakan yang menyayat hati. Dengan pelan Agam mengayunkan tongkatnya meninggalkan area parkir.
Hancur sudah. Hati Agam sudah pecah tak berbentu. Dadanya terasa begitu sesak. Ia sebatang kara sekarang? Mungkin.
Sementara Agam tidak menyadari jika Pak John ada disana, berdiri ditutupi pohon dekat mobilnya. Pak John ingin pulang dan hampir memasuki mobilnya sebelum tak sengaja mendengar semuanya.
Pak John memandang sedih punggung Agam yang mulai menjauh.
Sementara sosok lain yang berdiri didepan kelas tak jauh dari parkiran hanya memandang Agam sambil tersenyum sinis. Rencananya berhasil.
¤¤¤
Selamat membaca😊
Salam manis,
Ans Chaniago
Maafkan typo.
09:59 WIB
17 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAM (End)
Roman pour AdolescentsAgam itu selalu sendiri. Tidak ada penyemangat atau sosok yang selalu menyemangatinya. Ditengah kesulitan hidup yang pelik, Agam berusaha keras tetap bertahan. Menanti sebuah pelukan hangat dari satu-satunya keluarga yang ia punya. Selain pelukan, A...
