• 14 •

13.1K 1.5K 92
                                        

Esoknya, masih sama. Agam masih menjalankan harinya sebagaimana mestinya.

Menunggu Ayah pulang, mengerjakan tugas sekolah semampunya, pergi ke sekolah, menunggu kakak di halte, lalu bekerja di restoran.

Malam ini jam kerja Agam sudah usai. Ada beberapa piring lagi sebenarnya yang harus di cuci, namun Kak Bima, yang merupakan pelayan di restoran menyuruhnya pulanh duluan.

Mbak Tika dan yang lainnya juga begitu. Mereka berkata bahwa sisanya biar mereka yang urus.

Agam jujur saja merasa bersalah. Agam bukan tidak senang dengan perlakuan baik mereka.

Hanya saja terkadang menurut Agam itu berlebihan. Agam hanya tidak mau dianggap anak emas atau apalah itu.

Karena Agam tau, yang namanya hidup tidak lepas dari omongan orang.

Agam tau tidak semua yang ada direstoran menyukainya. Beberapa dari mereka beberapa kali kedapatan membicarakan Agam yang tidak-tidak.

Malam ini sepertinya akan turun hujan. Agam mempercepat ayunan tongkatnya di trotoar yang sepi.

Agam berharap semoga hujan tidak turun sekarang. Agam mewanti-wanti dirinya agar tidak sakit.

Jika ia sakit, siapa yang akan mengurusnya?

Namun, sepertinya keberuntungan tidak berpihak pada Agam, saat tetesan air mata dari langit mulai berjatuhan.

Agam mempercepat ayunan tongkatnya guna berteduh di depan minimarket. Awalnya memang hanya berupa rintik lalu berubah menjadi hujan yang deras.

Agam memandang tetes demi tetes air hujan dengan sorot sendu.

Dulu, saat hujan datang Agam begitu antusias mengajak Alex bermain hujan dihalaman rumah mereka yang luas.

Mereka hanya fokus bermain kala itu. Hingga Mama mengomel karena esoknya Agam dan Alex kompak demam. Mengingat hal itu membuat Agam tersenyum sendu. Agam merindukan mereka. Sangat.

Seseorang berdiri disamping Agam, membuat Agam mau tak mau langsung menoleh.

Agam mengerutkan dahi bingung saat melihat kakaknya yang tampak tenang berdiri disampingnya sambil memandang hujan.

Jika diperhatikan lagi, kakak lebih mirip Papa. Papa tipe yang tidak banyak bicara tapi benar-benar menyayangi keluarga. Alex kecil dulu begitu juga.

Garis wajah Alex juga seperti copyan Papa. Hanya hidung saja yang mirip dengan Mama.

"Kakak ngapain disini?" pertanyaan bodoh itu keluar begitu saja dari mulut Agam yang benar saja mengundang dengusan dari Alex.

"Lo kalau ke minimarket ngapain? Joget?" tanya Alex balik dengan sarkas.

Agam pun menyengir seraya kembali memandangi hujan.

"Lo abis beli sesuatu disini?" tanya Alex basa-basi.

Agam menggeleng lalu menjawab,
"Neduh doang kak"

"Emang lo dari mana?" tanya Alex lagi. Kakaknya itu tampak penasaran.

"Jalan-jalan" jawab Agam tanpa memandang Alex.

Alex mengangguk, percaya begitu saja apa yang dikatakan Agam. Padahal sebenarnya Agam baru pulang bekerja. Bukan jalan-jalan.

"Gam" panggil Alex setelah mereka sama-sama diam.

Agam hanya menjawab dengan deheman saja.

"Gue..minta maaf ya soal yang kemarin" ujar Alex yang membuat Agam menoleh ke arah kakaknya.

AGAM (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang