Samudra pergi ke belakang sekolah, tepatnya di samping gudang sekolah. Disana adalah tempat yang dijadikan Samudra sebagai basecamp atau tempat nongkrong saat dirinya sedang ingin sendirian. Dia selalu disana saat merasa marah, tertekan ataupun sedih, tetapi dia tidak pernah menangis. "Kalau cowok nangis namanya bukan cowok." Itu motto Samudra.
Tapi motto yang sudah Samudra tekankan selama hidupnya ini pernah terputus atau bisa dibilang telah dilanggar oleh Samudra hanya karena seseorang yang berhasil membuatnya meneteskan air mata di tempat ini, karena di tempat ini adalah tempat pertama kali mereka bertemu.
Tempat ini sangat jarang dilewati oleh murid - murid ataupun warga sekolah lainnya, sehingga apapun yang dilakukan Samudra tidak akan ada yang melihatnya. Kecuali, 'dia'.
Ken menghampiri Dasha yang masih terdiam melihat bayang - bayang ke arah Samudra pergi, sementara Samudra sudah hilang dari sana. Sementara anak - anak murid lainnya sudah meninggalkan area lapangan bersamaan dengan Samudra yang pergi.
"Thanks ya lo udah nyelamatin gue dari manusia itu." Ucapan Ken membuyarkan tatapan Dasha.
"Siapa yang nyelamatin lo?." Dasha menatap ke arah Ken.
"Ya.. kalo tadi gaada lo gue udah kena tinju 'lagi'". Ken menggaruk kepalanya karena masih merasa Dasha mengabaikannya.
"Lo nya aja yang lemah! Gue sih cuma belain diri gue yang lo berdua sebut - sebut. Sekarang gue malah jadi jelangkung yang datang ga diundang pulang ga dianter." Dasha mengucapkan itu dengan nada kesalnya.
"Lo berdua manggil - manggil gue terus lo berdua pergi pas gue dateng. Kasian banget gue. Udahlah lagian gue juga ga kenal sama lo. Awas lo nyebut - nyebut gue lagi! Apalagi pas di dukun! Lama - lama kepelet gue!!." Dasha telah meluapkan emosinya dan pergi begitu saja meninggalkan Ken yang masih mencerna kata - kata Dasha yang panjang dan lebar.
Sementara di sisi yang tidak terlihat oleh Dasha, seseorang berdiri disana sejak perkelahian itu dimulai sampai perkelahian itu selesai, dia mendengar semua pembicaraan Samudra dan Ken sampai akhirnya Dasha datang untuk melerai mereka berdua.
Devan, sudah menyaksikan semuanya. Dan terjadi lagi kejadian sewaktu Devan dan Dasha masih di Sekolah Dasar, Dasha membuat masalah yang membuat Devan harus membelanya.
"Dasha, Dasha. Udah mau lulus sekarang malah narik kakak ke jurang." Kata - kata yang diucapkan Devan saat meninggalkan tempat yang dia singgahi sedari tadi sambil mengusap wajahnya yang terlihat sangat lelah. Padahal, Devan hanya menjadi penonton.
Di sisi yang berlawanan dari tempat Devan berdiri, terlihat seorang cewek yang sedang menatap sinis ke arah Dasha berjalan meninggalkan area lapangan, kedua tangannya terkepal, dan wajahnya sangat merah menandakan ada rasa marah disana.
Kak Devan : "Sha, pulang sekolah sama kakak di tempat biasa. Kakak tunggu."
Dasha membaca pesan dari Devan.
"Tumben, biasa juga gapernah ngirim pesan segala." Dasha heran dengan sikap kakaknya yang baru pertama kali terjadi ini. Pasalnya, ketika mereka pulang bersama setiap harinya pasti Dasha sudah tahu kalau Devan akan menunggu di sana walaupun harus menunggu Dasha yang terkadang ada piket pulang sekolah atau kerja kelompok sebentar, Devan akan tetap disana tanpa mengirim pesan. Atau tidak lain, Devan mengirim pesan karena ingin main dan tidak bisa pulang bersama Dasha. Tapi hal itu tidak dibuat pusing oleh Dasha.
"siapa tau dia salah makan." Dasha bergumam, memasukkan hpnya ke dalam tas karena guru mata pelajaran selanjutnya setelah jam istirahat ke dua selesai telah datang.
- - - - - - - - - - - - - - -
KRIINGG.... Bel pulang sekolah berbunyi.
"Sha, nonton yuk!." Elen mengajak Dasha yang sedang membereskan barang - barangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DASHARA
Fiksi RemajaDashara Zienna Giovano, anak perempuan satu - satunya dari keluarga Giovano. Cantik dan juga pintar, kehidupan sekolahnya sangat menyenangkan bersama Elen, sahabatnya. Tapi sejak semester terakhirnya di SMA dimulai, semuanya berubah menjadi kacau. B...