Tujuhbelas

116 5 0
                                    



Samudra memandangi Dasha yang masih pingsan, dia tahu kalau Dasha pingsan karena sakit di kepalanya. Jadi, dia membiarkannya tertidur.

"Sikap lo beda dari dia Sha, lo lebih banyak bicara dan terbuka. Beda sama dia. Tapi, semakin lama lo buat masalah, semakin membuat gue selalu pengen ngebantu lo dan buat gue lupa sama kenangan gue dengan dia dulu. Tapi Sha, lo salah kalo lo ga dengerin kata - kata Devan buat jauhin gue, gue juga ga mau Sha lo masuk ke jurang yang sama seperti dia. Gue takut, gabisa jagain lo. Jujur aja, gue emang pengecut yang bisanya diam tanpa mencari. Gue takut Sha, kalau gue fokus ke sesuatu yang bikin gue lengah, gue bakal kehilangan yang lainnya. Seperti gue kehilangan papih dan dia." Samudra mencurahkan segala yang ada di isi hati dan pikirannya.

"Dia? Siapa dia? Gue beda sama dia? Apa jangan - jangan seseorang yang pernah jadi pacar Samudra." Dalam hati Dasha yang masih memejamkan mata, Dasha mendengar semua ucapan Samudra dengan jelas. Dia baru saja sadar saat Samudra mengucapkan kata - katanya dan membuat Dasha berpura - pura masih pingsan, karena jika dia tidak berpura - pura mana mungkin Samudra bercerita isi hatinya pada Dasha. Mustahil.

Samudra menunduk. Dasha yang membuka sedikit matanya melihat Samudra menunduk.

"Kok kayaknya dia sedih banget sih? Ga tega gue liatnya." Dasha masih bertanya dalam hati.

Setelah beberapa menit akhirnya Dasha memutuskan untuk bangun dari pingsannya.

"Udah bangun lo." Samudra bertanya pada Dasha yang baru saja membuka matanya setelah pingsan.

"Nih lo makan, terus minum obat lo. Devan masih belom pulang, lo berani kan sendiri? Ini udah jam sembilan, mending nanti lo telpon Devan. Udah ya gue mau pulang." Samudra hendak pergi dari rumah Dasha, tapi tangannya ditahan oleh tangan Dasha yang memegang tangannya.

Belum juga Dasha berbicara pada Samudra untuk menanyakan yang didengarnya tadi, tapi sudah terdengar pintu rumah Dasha yang terbuka.

CEKREK

"Dasha.... Devan...."

"Mamah? Papah?." Dasha kaget melihat orang tuanya yang sudah pulang dengan keadaan Samudra di rumah Dasha, tangannya memegang tangan Samudra pula. Sadar akan hal itu, Dasha melepas genggamannya pada tangan Samudra.

"Eh, ada tamu? Siapa nih?." Mommy bertanya pada Samudra dan menjulurkan tangan untuk berkenalan.

"I-iya tante, Samudra." Samudra yang gugup memperkenalkan dirinya.

"Eh bentar - bentar." Mamih menahan jabatan tangan Samudra yang ingin dilepas oleh Samudra.

"Kalian berdua ini KENAPA?." Mamah yang melihat Samudra dan Dasha memiliki banyak perban bertanya dengan penekanan hendak meninggikan nadanya kaget.

"Loh, kok kalian berdua diperban - perban gini?." Untuk pertama kalinya, Papah Dasha buka suara karena melihat anak perempuannya terluka.

"I - iya om, tan. Kami diserang preman semalam, tapi untungnya saya berhasil menyelamatkan Dasha tan." Dengan nada takut, Samudra tetap mencoba untuk menjelaskannya pada Mamah Dasha.

"Mah, pah, kayaknya aku aja ya yang jelasin. Sekarang udah malem, Samudra mau pulang dulu hehe." Dasha menarik Samudra untuk ikut dengannya keluar dari rumah.

"Permisi om, tan." Samudra mengatakan itu untuk menghormati orang tua Dasha.

"Udah Han, lo gausah pikirin kata - kata nyokap bokap gue, mereka ga akan curiga kok sama lo." Dasha berusaha menenangkan Samudra dengan memanggilnya Lohan yang terlihat ketakutan saat menjawab pertanyaan orang tuanya.

"Siapa yang takut orang tua lo curiga? Gue berani kok jelasin semuanya." Samudra tidak terima jika dirinya dianggap takut pada orang tua Dasha yang curiga dengan dirinya, padahal memang dia yang menyelamatkan Dasha.

DASHARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang