"Nayeon, kau sudah pulang!" Jeongyeon yang masih memakai celemeknya sedikit berlari dari dapur untuk menghampiri isterinya yang baru saja pulang.
"Hm." jawab Nayeon dengan cuek dan langsung berjalan menuju sofa depan TV.
"Aku sedang memasak makan malam spesial untuk kita. Sebaiknya kau mandi terlebih dahulu sambil menunggu makanannya siap." ucap Jeongyeon dengan sangat lembut. Namun Nayeon hanya diam dan sibuk melepaskan sepatu kerjanya.
"Aku sudah makan tadi bersama teman-temanku." jawab Nayeon dan dirinya langsung memasuki kamar, meninggalkan Jeongyeon di ruang TV.
"Sabar, Jeongyeon. Ini juga salahmu." ucap Jeongyeon, berusaha menenangkan dirinya. Tak bohong, ucapan Nayeon membuatnya sedikit sedih.
Sekarang, Jeongyeon hanya menatap masakannya yang sebentar lagi siap dengan tatapan hampa. Ia seperti tidak memiliki semangat lagi untuk melanjutkan masakannya.
"Tidak! Kau tidak boleh menyerah! Ini salahmu, maka kau harus bertanggungjawab, Jeongyeon!" Jeongyeon menyemangati dirinya sendiri dan kembali melanjutkan pekerjaanya di dapur.
30 menit kemudian, semua masakan Jeongyeon telah siap di meja makan. Hari ini ia memasak semua makanan kesukaan Nayeon. Ia pikir, mungkin dengan makanan favoritnya, Nayeon bisa sedikit melunak. Ia akan meminta maaf pada Nayeon malam ini juga.
"Nayeon, makan malamnya sudah siap. Apa kau yakin tidak mau mencicipinya? Aku memasakkan makanan kesukaanmu." panggil Jeongyeon dari balik pintu kamar mereka.
Nayeon membuka pintu. Ia menatap Jeongyeon dengan datar dan langsung berjalan menuju ruang makan. Jeongyeon tersenyum. Ia berharap Nayeon mau mencoba masakannya dan mau berbicara dengannya.
"Ini, biar kuambilkan ya." Jeongyeon menyiapkan piring untuk Nayeon dan mulai mengambilkan beberapa lauk ke atasnya.
"Aku tidak ingin makan, Jeongyeon." ucap Nayeon, membuat Jeongyeon menghentikan pergerakannya.
Dapat Jeongyeon lihat kini wajah Nayeon benar-benar seperti menyimpan amarah yang sangat besar. Jeongyeon mengerti. Ia kembali menaruh piring ke atas meja dan kini dirinya mengambil kursi untuk duduk di samping Nayeon.
"Nayeon, aku minta maaf soal tadi siang. Aku bisa jelaskan kenapa aku tidak menepati janjiku dan tidak bisa dihubungi olehmu tadi siang,"
Nayeon hanya diam. Ia masih tidak mau menatap wajah suaminya itu. Melihat reaksi Nayeon hanya diam, Jeongyeon akhirnya kembali berbicara untuk memberikan penjelasan.
"Profesor dari Jepang yang juga merupakan tim penilai untuk proyek penelitianku tadi datang terlambat. Profesor Saito seharusnya sudah tiba di Korea pukul delapan, namun pesawatnya mengalami keterlambatan sehingga ia baru sampai pukul sepuluh. Pertemuan yang seharusnya hanya tiga jam tadi menjadi lebih lama karena beliau sangat tertarik dengan proyekku ini. Pertemuan baru selesai pukul satu lewat. Maaf aku tidak bisa membuka handphone karena pertemuan ini benar-benar penting. Tidak enak jika-"
"Untuk sekedar membalas pesanku dan memberitahu bahwa kau tidak bisa menemaniku ke dokter apakah sesulit itu?" Nayeon tiba-tiba memotong ucapan Jeongyeon. Ia kini menatap Jeongyeon dengan tatapan kecewanya.
"Kau bisa izin ke toilet sebentar saja untuk sekedar membalas pesanku. Setidaknya agar aku tidak berharap dan tidak khawatir. Tapi apa? Kau memilih menghilang tanpa kabar. Lain kali, jangan buat janji yang tidak bisa kau tepati." Nayeon menyelesaikan kalimatnya dengan tegas dan langsung berdiri ingin meninggalkan Jeongyeon.
"Nayeon," Jeongyeon menahan lengan Nayeon. Mereka kini berdiri berhadap-hadapan.
"Aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf. Ini adalah proyek penelitian berskala nasional pertamaku. Aku hanya ingin melakukan yang terbaik."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Night Stand [✓]
Fanfiction2Yeon Fanfiction Menceritakan tentang kisah seorang wanita karir yang sudah menginjak umur 35 tahun. Ia tidak pernah merasakan yang namanya cinta karena terlalu sibuk dengan dunia kerjanya. Suatu hari, sang sahabat memaksanya ikut dalam sebuah pesta...