"Semuanya yang harus dibawa sudah siap, kan?" tanya Nayeon yang masih sibuk mengecek barang-barang Jeongyeon di dalam tas besarnya.
"Sayang, kau sudah menyiapkan barang-barang dan kebutuhanku dengan sangat baik. Aku yakin sudah siap semua. Sudah, lebih baik kau duduk. Sini," Jeongyeon menarik tangan Nayeon dan membawanya untuk duduk di pinggir ranjang. Jeongyeon berlutut di hadapan Nayeon sambil menggenggam kedua tangan isterinya.
"Kalian jaga diri ya selama aku pergi. Nayeon, jaga kesehatanmu. Ingat, jangan berlebihan dalam bekerja. Jika sudah merasa lelah, langsung istirahat. Aku tidak mau mendengar isteriku kelelahan bekerja," Jeongyeon memberikan wejangan-wejangan pada Nayeon sebelum dirinya harus pergi meninggalkan isterinya selama seminggu kedepan.
Jeongyeon dengan sangat terpaksa harus meninggalkan Nayeon yang sedang mengandung 7 bulan untuk pergi ke Jepang. Perjalanannya ke Jepang kali ini tidak lain adalah puncak dari pengerjaan proyek penelitiannya bersama Irene dan Seulgi. Hasil penelitian mereka akan dipresentasikan dan ditampilkan di hadapan para profesor besar dari Korea Selatan dan juga Jepang. Perjalanan ini tidak bisa Jeongyeon lewatkan karena ini lah saat dimana semua kerja keras dan lelahnya akan terbayar sepenuhnya. Walaupun sebenarnya hatinya sangat berat meninggalkan Nayeon seorang diri.
"Dan untukmu, jaga eomma ya selagi appa pergi. Appa yakin kau kuat dan bisa menjaga eommamu. Appa percayakan eomma padamu. Appa akan sangat merindukan kalian." kali ini Jeongyeon mengajak bicara bayi yang ada di perut Nayeon. Tak lupa, ia juga memberikan kecupan lembut di sana.
"Iya appa, aku akan menjaga eomma." jawab Nayeon, seolah-olah mewakili sang jabang bayi. Jeongyeon tertawa kecil mendengarnya.
"Ya sudah, aku berangkat ya," Jeongyeon berdiri. Ia menarik tangan Nayeon juga ikut berdiri bersamanya. Setelahnya, ia memeluk isterinya dengan sangat erat dan lama.
"Aku akan sangat merindukanmu." bisik Jeongyeon.
"Aku juga. Cepatlah pulang."
"Hm."
Adegan berpelukan mereka baru terlepas saat ponsel Jeongyeon berdering. Itu menandakan bahwa Jeongyeon benar-benar harus berangkat saat ini juga.
"Seulgi sudah meneleponku. Dia sudah ada di lobi bawah. Aku berangkat ya, Sayang." Jeongyeon memakai tas travel backpacknya. Sebelum dirinya benar-benar pamit, tak lupa ia memberikan kecupan di kening, mata, pipi, hidung, dan bibir isterinya. Nayeon kemudian mengantar Jeongyeon sampai pintu depan dan hanya bisa diam melihat suaminya benar-benar hilang dari pandangannya.
"Sekarang tinggal kita berdua, Sayang. Baik-baik ya di perut eomma."
***
"Selamat datang di Jepang, Kang Seulgi!" ucap Seulgi dengan sangat semangat saat dirinya, Irene, Jeongyeon, beserta ibu Jeongyeon sudah meninjakkan kaki mereka di tanah Jepang. Yang lainnya hanya tersenyum melihat tingkah Seulgi yang sangat senang telah tiba di negeri sakura itu.
"Sekarang kita akan langsung ke hotel. Kita harus beristirahat untuk acara besok." ucap ibu Jeongyeon. Yang lain hanya mengangguk.
Mereka memesan taksi untuk menuju ke hotel tempat mereka menginap. Di hotel, mereka memesan dua kamar. Satu untuk ibu Jeongyeon dan Irene. Satu lagi untuk Jeongyeon dan Seulgi. Sesampainya di hotel, mereka langsung menuju kamar masing-masing untuk beristirahat sejenak sebelum tiba waktu makan siang nanti.
"Halo, Nayeon!"
"Hey, Sayang. Kau sudah sampai di hotel?"
"Hm. Aku sudah di kamar sekarang. Kau sedang apa?" tanya Jeongyeon sambil membuka sepatu yang masih melekat di kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Night Stand [✓]
Fanfiction2Yeon Fanfiction Menceritakan tentang kisah seorang wanita karir yang sudah menginjak umur 35 tahun. Ia tidak pernah merasakan yang namanya cinta karena terlalu sibuk dengan dunia kerjanya. Suatu hari, sang sahabat memaksanya ikut dalam sebuah pesta...