"Di depan belok ke kanan sekali lagi. Nanti ada rumah putih dengan pagar cokelat. Itu rumahku." Nayeon mengarahkan jalan ke rumahnya pada Jeongyeon yang menyetir mobil.
Setelah beberapa waktu lalu sudah berkunjung ke rumah Jeongyeon, kini mereka akan melakukan kunjungan ke rumah Nayeon. Mobil sedan hitam Jeongyeon memasuki komplek perumahan khusus para konglomerat Korea. Melihat komplek perumahan Nayeon saja sudah hampir membuat nyali Jeongyeon menciut. Dan saat akhirnya mobil Jeongyeon sampai di depan rumah Nayeon, nyalinya semakin menciut saja.
Pagar cokelat yang sangat tinggi terbuka oleh kedua penjaga rumah Nayeon. Mobil Jeongyeon kini mulai memasuki pekarangan rumah Nayeon yang sangat luas. Jeongyeon sampai sulit meneguk ludahnya sendiri saat melihat pekarangan rumah Nayeon yang seluas ini. Dan rumah megah Nayeon yang berdesain klasik-modern semakin membuat Jeongyeon gelisah.
Rumah Jeongyeon sudah terbilang besar dan mewah. Dan sekarang, rumah Nayeon seperti 2 kali lipat lebih besar dan mewah dibandingkan rumah Jeongyeon. Hal itu tentu saja membuat Jeongyeon tidak percaya diri. Keluarga Nayeon benar-benar merupakan konglomerat.
"Jeongyeon, jangan khawatir. Kita sudah berhasil melewati tahapan dengan keluargamu. Aku yakin, kali ini kita juga pasti bisa. Percaya padaku, semua akan baik-baik saja." kalau waktu itu Jeongyeon yang menenangkan Nayeon, kini gantian Nayeon yang menenangkan Jeongyeon.
Jeongyeon mengangguk dan tersenyum. Ia pun keluar mobil terlebih dahulu lalu berpindah sisi ke sisi Nayeon untuk membukakan pintu dan membantunya keluar. Tangan mereka saling menggenggam saat keduanya kini mulai memasuki rumah megah tersebut.
Di depan pintu utama, terdapat seorang pelayan yang sudah menyambut. "Tuan dan nyonya besar sudah menunggu Anda di ruang makan, Nona." ucap pelayan tersebut dan diangguki oleh Nayeon.
Sebelum mereka datang, Nayeon memang memberitahu kedua orangtuanya bahwa ia akan datang dan membawa seorang pria yang akan ia kenalkan sebagai calon suaminya. Hal itu tentunya membuat kedua orang tua Nayeon terkejut. Namun, mereka menjadi sangat penasaran dan akhirnya memutuskan untul membatalkan seluruh jadwal kegiatan mereka pada hari ini untuk bertemu dengan Nayeon dan Jeongyeon. Tentunya kedua orang tua Nayeon sangatlah sibuk mengingat mereka adalah pebisnis sukses.
"Hai, Sayang." ibu Nayeon memeluk Nayeon, menyambutnya. Nayeon pun memberikan salam pada kedua orangtuanya.
"Appa, Eomma, ini Jeongyeon yang aku ceritakan pada kalian." ucap Nayeon dengan bangga sambil menggandeng lengan Jeongyeon, mengenalkannya pada kedua orangtuanya.
"Selamat malam, Tuan dan Nyonya Im." salam Jeongyeon dengan hormat.
"Selamat malam, Jeongyeon. Ayo, silahkan duduk." ucap ibu Nayeon sambil tersenyum. Sedangkan ayah Nayeon, ia hanya menatap dingin.
Atmosfir di ruang makan keluarga Im sangat canggung. Beruntung, Nayeon dan ibunya bisa sedikit mencairkan suasana. Ibu Nayeon tentu merindukan sang anak, sehingga sesi makan malam kali ini didominasi oleh percakapan Nayeon dan ibunya mengenai kesibukan apa saja yang dilakukan Nayeon selama ini. Karena sebenarnya, Nayeon jarang sekali pulang ke rumahnya.
Di lain sisi, Jeongyeon menyantap makan malamnya dalam diam. Ia sesekali tersenyum menanggapi percakapan Nayeon dan ibunya. Namun, di dalam hatinya ia sangat gugup karena ia tau saat ini ayah Nayeon sedang menatapnya dengan sangat tajam.
Nayeon mengusap kasar wajahnya saat makan malam usai, sang ayah masih saja dalam mode diamnya. Ia tidak mengerti apa maksud dari sikap diam sang ayah. Apakah dirinya menyukai atau bahkan tidak menyukai Jeongyeon, ia tidak mengerti.
Kini, di meja makan tertinggal Jeongyeon dan Nayeon berdua saja. Kedua orang tua Nayeon sudah terlebih dahulu berpindah ke ruang tengah. Nayeon sengaja menetap lebih lama di meja makan karena ia butuh bicara sejenak dengan Jeongyeon.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Night Stand [✓]
أدب الهواة2Yeon Fanfiction Menceritakan tentang kisah seorang wanita karir yang sudah menginjak umur 35 tahun. Ia tidak pernah merasakan yang namanya cinta karena terlalu sibuk dengan dunia kerjanya. Suatu hari, sang sahabat memaksanya ikut dalam sebuah pesta...