28 - The Beginning

6.2K 393 46
                                    

"Bagaimana kondisinya, Dok?"

"Kami sedang mengupayakan yang terbaik. Kondisi jantung dan paru-parunya tidak stabil. Ini yang membuatnya sulit untuk bernapas."

"Saya mohon, Dok. Lakukan yang terbaik untuk anak saya. Saya mohon.."

"Iya, Tuan Yoo. Kami akan melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Bersabarlah dan terus berdoa. Saya permisi."

Jeongyeon hanya bisa menatap nanar bayi mungilnya dari luar kaca jendela. Ia berharap tangannya bisa menyentuh sang anak agar bisa menyalurkan kekuatan. Namun sayang, mereka masih harus dibatasi oleh jendela besar.

"Appa mohon, bertahanlah, Nak. Appa dan eommamu menunggumu disini. Menunggu untuk bisa memelukmu." lirih Jeongyeon.

***

Kini, kegiatan Jeongyeon di rumah sakit adalah bolak-balik antara ruang perawatan bayi dan ruang rawat Nayeon. Ia harus mengecek keadaan keduanya secara bergantian. Setelah selesai operasi 3 jam yang lalu, Nayeon belum juga siuman. Kini Jeongyeon duduk di kursi samping ranjang Nayeon, menggenggam tangannya, dan mulai mengajaknya bicara.

"Nayeon, anak kita berjenis kelamin perempuan. Dia begitu mungil dan cantik, persis seperti dirimu. Aku pikir anak kita laki-laki karena ia selalu menendang dengan kuat tiap kali aku mengajaknya berbicara dulu. Tapi ternyata, dia perempuan. Itu artinya, kelak dia akan menjadi perempuan yang tangguh, sama sepertimu," Jeongyeon mencium punggung tangan Nayeon dengan penuh kasih sayang.

"Aku benar-benar takut saat mendengar dirimu mengalami pendarahan. Aku takut kehilangan kalian. Maafkan aku yang tidak bisa berada di sisimu saat kau membutuhkanku. Aku memang bukanlah suami yang baik untukmu. Maafkan aku, Nayeon.." Jeongyeon terisak. Ia menyesal harus meninggalkan Nayeon kemarin untuk pergi ke Jepang.

"J-Jeongyeon.."

"Nayeon? Nayeon, kau sudah siuman!" Jeongyeon langsung bangkit dari duduknya dan langsung mendekati wajah sang isteri. Ia mengecup kening Nayeon dengan sangat lama.

"Jeongyeon.."

"Iya, Nayeon. Ini aku. Apa yang kau rasakan? Perlu ku panggilkan dokter?"

Nayeon menggeleng lemah. Tangannya yang masih lemas berusaha menggapai satu tangan Jeongyeon. Melihat hal itu, Jeongyeon pun langsung menggenggam tangan Nayeon erat.

"Ada apa, Nayeon?"

"A-anak kita.."

"Anak kita selamat. Dan anak kita perempuan, Sayang. Ia persis seperti eommanya, seperti dirimu."

Nayeon tersenyum tipis. Matanya yang sudah terbuka sepenuhnya kini menatap mata sang suami dengan lembut.

"Kau tidak salah. K-kau sudah menjadi suami yang b-baik untukku." lirih Nayeon, membuat Jeongyeon tersenyum.

"Kau mendengar ucapanku tadi, hm?"

Nayeon mengangguk. "Aku beruntung memilikimu, Jeongyeon."

"Aku yang beruntung memilikimu, Sayang," Jeongyeon mengecup kening Nayeon sangat lama, berusaha menyalurkan rasa cintanya yang begitu besar pada sang isteri. 

"Sebentar, kupanggilkan dokter ya. Aku juga akan memberitahu yang lain bahwa kau sudah siuman." ucap Jeongyeon dan Nayeon hanya mengangguk lemah.

Semua yang menunggu langsung bernapas lega mendengar Nayeon sudah siuman dan mendengar bahwa kondisi Nayeon telah stabil. Penantian mereka terbayarkan dengan anugerah yang diberikan Tuhan. 

Rasa lelah Jeongyeon yang seharian belum istirahat karena menunggu sang isteri dan sang anak menjadi tidak terasa lagi saat mendengar bahwa kondisi anak mereka juga sudah stabil. Ini benar-benar sebuah anugerah untuk Jeongyeon, dan keluarga kecil mereka.

One Night Stand [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang