Revisi : 23 Juni 2020
° ♥ °
Beberapa rekan piketku pamit dan berjalan keluar kelas lebih dulu. Aku hanya mengiyakannya sembari menghapus papan tulis dari bekas coretan rumus-rumus pelajaran ekonomi. Setelah selesai, aku berjalan kembali ke mejaku.
Yang tersisa di kelas hanya aku dan Jaemin. Entah tujuannya apa, dia masih betah duduk di kursinya sembari menatap layar ponselnya lekat-lekat. Tidak ada kata bosan dalam dirinya kalau sudah berurusan dengan game online. Lupa waktu itu sudah biasa.
Sepertinya ia lupa jika beberapa jam yang lalu ia misuh-misuh padaku. Berkata kalau dirinya bosan dan ingin pulang. Tapi, saat waktu itu tiba, dia sama sekali tidak bangkit dari kursinya. Tidak menunjukkan tanda-tanda ingin pulang ke rumahnya.
"Jaemin, lo gak mau pulang?" tanyaku tanpa menatap wajah lawan bicaraku. Aku sibuk memasukkan barang-barangku ke dalam tas.
"Emang udah boleh?"
Aku meliriknya sekilas menatapnya tanpa minat. "Udah dari tadi kali," jawabku sedikit datar.
"Oh gitu..." gumamnya tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
Terserah dia saja lah.
Aku langsung menutup resleting tas setelah selesai merapikan barang-barangku. Saat semuanya sudah rapi, aku langsung menyampirkan tas pada kedua bahu, mendorong sedikit kursiku, dan bersiap mengambil langkah untuk pulang.
Belum genap dua langkah, Bomin tiba-tiba kembali masuk ke kelas dengan setumpuk buku tulis yang ia tumpu di kedua tangannya. Aku memandanginya sejenak.
"Kok balik lagi? Gak jadi dikumpul?" tanyaku pada laki-laki yang baru datang itu.
Bomin menoleh, "besok aja katanya."
Besok? Kalo tahu akan seperti ini, aku tidak perlu mengerjakannya dengan buru-buru tadi. Huh, membuat panik dan repot saja.
"Oh gitu," ujarku sebagai respon.
Laki-laki yang sempat terhenti langkahnya itu kembali melanjutkan langkah kakinya. Ia berjalan cepat menuju lemari kayu kemudian meletakkan tumpukkan buku tugas tersebut di dalamnya.
"Lo belum ya, Jaem?" tanya Bomin seraya menutup pintu lemari tersebut.
"Apaan?" balas Jaemin tak acuh.
"Tugas geografi yang tadi," jawab Bomin.
"Belom. Kapan-kapan dah gua kumpulin, kalo ada niat," ujar Jaemin tanpa menoleh pada lawan bicaranya.
"Ish Jaemin, jangan gitu. Kasihan Bomin dimarahin terus gara-gara lo jarang ngumpulin tugas," kataku mengomel.
"Itu resiko ketua kelas lha!" sungutnya tak mau kalah.
"Kerjain Jaemin," tekanku. Laki-laki itu langsung mendecak sebal.
"Iya-iya, nanti gue kerjain," ujarnya setelah menurunkan layar ponsel dari hadapan wajahnya. "Pap-in punya lo dong, Ra," pintanya, kali ini ia melihat ke arahku.
"Eits, minta pap apa nih?" celetuk Bomin.
"Tugas geografi, goblok! Otak lu...!!" sungut Jaemin.
Bomin tertawa kecil, "sori, rada ambigu soalnya."
Aku tidak mau buka suara, hanya geleng-geleng kepala saat mendengar hal yang mereka peributkan barusan.
"Fotoin, Ra, terus kirim ke gue," kata Jaemin mengulang perintahnya.
"Semua jawabannya udah ada dibuku paket."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Diary✔
Fanfiction[Complete] "Kamu itu cuma kasian. Mana mungkin kamu bisa cinta sama orang gila, Jeno?" ©Scarletarius, 2020