Song Recommendation:
NCT 127 - No Longer
— o —Aku meremat pakaianku kuat-kuat saat dadaku mulai terasa sangat sesak. Pandanganku semakin kabur karena genangan air dipelupuk mataku masih belum kering. Aku mengigit bibir bawahku, menahan rasa sakit juga tangis diwaktu yang bersamaan.
Telingaku terus berdengung sampai kepalaku terasa sakit karena suara dengungannya terlalu memekak telinga. Aku berusaha bernapas dengan teratur, namun nyatanya aku kesulitan.
Aku memeluk kedua kakiku, menenggelamkan wajahku pada lutut sembari memejamkan mata. Sebesar apapun usahaku untuk menahan bendungan air di pelupuk mataku, tetap saja mengalir pada akhirnya. Aku terisak tanpa suara. Jari-jariku mulai mencengkram kakiku kuat-kuat. Saking kuatnya, aku mulai merasakan perih saat kuku-kuku menancap di betis.
"N-nara, kamu... d-dimana? K-kak Doyoung jemput... y-ya?"
Sekelibat bayang-bayang yang terngiang dibenakku membuatku semakin terisak. Aku menangis hingga tubuhku bergetar hebat. Dadaku naik turun. Tanganku semakin kuat mencengkram betis, bahkan aku bisa merasakan carian kental mulai mengalir di jari-jari tanganku.
"P-papa... P-papa gak bisa jemput kamu, R-ra. K-kakak aja... y-yang jemput k-kamu... d-dari tempat les."
Aku mendongak, menatap langit-langit dengan isi kepala yang mulai memutar tiap-tiap potongan masa lalu menakutkan yang selama ini terus aku coba hilangkan dari memoriku. Isak tangisku semakin pecah karena kalimat-kalimatnya terus terngiang dan semakin memekak telinga.
"P-papa kecelakaan, Ra... P-papa meningg—"
Aku menggeleng cepat. Buru-buru, aku langsung bangkit. Dengan langkah gontai, aku berjalan menuju nakas. Aku membuka tiap lacinya, mencari obatku. Satu-satunya cara untuk keluar dari halusinasi ini.
"Enggak! Papa baik-baik aja! Papa masih hidup! Papa... P-papa masih hidup..." ujarku sambil terus mengacak isi laci nakas.
Setelah menemukan sebuah tabung kecil berwarna kuning, aku langsung menyeka wajahku dengan kasar. Aku langsung membuka tutup tabung tersebut lalu mengeluarkan dua buah tablet ke telapak tangan. Aku buru-buru memasukkannya ke dalam mulut. Tanpa peduli pada rasa pahitnya, aku memaksa kerongkonganku untuk menelannya.
"N-nara kakak mohon... jangan kayak gini. Papa gak bakal senang, Papa bakal sedih di surga."
Aku menggeleng cepat, "enggak Kak Doyoung, Papa gak ada di surga. P-papa... b-belum mati..."
"Mulai sekarang anak Om bukan cuma Jaehyun, tapi kamu sama Doyoung juga. Om bisa jadi Papa kamu—"
Dengan tangan yang semakin bergetar, aku kembali kembali menuang beberapa tablet obat ke telapak tanganku. Asal, sampai aku tidak tahu berapa banyak jumlahnya.
Baru hendak memasukkannya kedalam mulut, seseorang menepis tanganku. Membuat obat yang ada di tanganku jatuh berserakan di lantai. Tabung kecil di genggamaanku langsung direbut olehnya lalu di lempar sembarangan ke luar kamar.
Prakk!!
"Lo apa-apaan sih, hah?!" gertaknya marah.
Aku hanya memandangi wajahnya sekilas kemudian kembali menunduk. Dengan air mata yang masih belum berhenti mengalir, aku berjongkok, berniat memunguti tiap tablet obatku yang jatuh di lantai.
"Ngapain?! Bangun!!"
Tangan laki-laki itu mencengkram lenganku kuat-kuat. Ia langsung menarik tubuhku dengan kasar, membuatku gagal untuk berjongkok dan memunguti obat-obatku yang berserakan di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Diary✔
Fanfic[Complete] "Kamu itu cuma kasian. Mana mungkin kamu bisa cinta sama orang gila, Jeno?" ©Scarletarius, 2020