40 • i hate you... Jeno

280 40 6
                                    

Kak Doyoung benar-benar tidak pulang ke rumah saat waktu liburan tiba. Aku tidak terkejut, sejak awal aku sudah menduganya. Laki-laki itu mana pernah ingat rumah kalau sudah bergelud dengan urusan kuliahnya. Bahkan, sepertinya ia mulai melupakan adiknya yang tinggal sendirian di kota asalnya.

"Maaf ya, ini tanggung banget soalnya. Kakak bakal usahain selesain semuanya secepatnya."

Iya, usaha saja terus, kerja keras terus supaya semua tugas Kak Doyoung bisa selesai secepatnya.

Sejak dulu, selalu itu yang ia katakan padaku, hingga hafal tiap kata-kata yang terlontar dari mulutnya. Tapi, sampai sekarang belum selesai-selesai juga. Kurang sabar apa lagi aku?

Yang lebih layak disebut sebagai kakakku itu Kak Jaehyun. Laki-laki tampan itu selalu menemaniku setiap saat. Mengajakku pergi ke festival musik, ke bioskop, hunting kuliner malam-malam, main di Fun World, jalan-jalan di taman. Dari aku membuka mata hingga terpejam kembali, hanya sosok itu yang selalu setia menemaniku mengisi waktu liburanku.

Sebenarnya bisa dibilang simbiosis mutualisme. Kedua orangtua Kak Jaehyun kembali ke Amerika sejak satu bulan yang lalu dan belum kembali hingga saat ini. Urusan bisnis katanya. Mungkin ia juga kesepian maka dari itu ia selalu datang ke rumahku supaya punya teman yang bisa diajak untuk mengobrol.

Dia jadi penawar rasa sepi dikala Jeno tidak ada di dekatku karena sedang berlibur di Bali.

Untuk menghindari rasa bosan dan gabut, aku juga memilih untuk pergi ke coffee shop setiap hari. Lebih baik aku mengisi waktu luangku untuk bekerja, meskipun hanya hingga pukul dua siang. Kak Jaehyun tidak mengizinkan jika lebih lama, dia tahu aku mudah drop kalau kelelahan.

Tidak apa-apa, setidaknya waktu liburanku lebih ada manfaatnya.

Sebenarnya hanya ada satu hal yang aku inginkan selama masa liburan ini. Aku hanya ingin Jaemin tidak mengusikku. Ia terus saja berbuat iseng hingga emosiku naik ke ubun-ubun.

Dia datang ke coffee shop milik Kak Jaehyun setiap hari dan selalu menggangguku dengan tingkah absurd-nya. Iya, setiap hari. Aku pikir dia sudah bosan untuk mengusiliku, ternyata belum jengah juga.

"Gue lupa bawa dompet, Ra. Bayarin dulu dong."

"Ra, ice americano satu, tapi maunya gratis."

"Kalo refill gratis kan? Kalo bayar, bikin gratis buat gue bisa kali, Ra. Sekali-kali."

"Bayarin, Ra. Lo kan udah gajian, gue lagi miskin."

"Hari ini ada promo spesial ya? Katanya yang namanya Jaemin, bakal dapet cashback seratus persen."

"Ra, gue lupa bawa dompet lagi."

Coba kalian hitung deh sudah berapa kali ia bertingkah seperti itu padaku!

Sudah enam hari dia minta ice americano gratis padaku. Belum lagi dia minta refill hingga tiga kali. Pesanannya memang tidak pernah berubah, hanya kopi. Tapi, kalau dihitung jumlah keseluruhan pesanannya, itu cukup menguras isi dompetku.

Aku heran, dia minum kopi sebanyak itu apa tidak membuat asam lambungnya naik? Apa dia tetap bisa tidur dengan nyenyak malam harinya?

Tidak ada yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Jaemin masih setia berdiri di sebelah meja kasir sembari memandangiku juga asyik menyesap kopinya. Ia hanya diam, tidak banyak bicara untuk saat ini. Sebelumnya, ia terus mengekor kemanapun aku pergi, mengantarkan pesanan ke meja sekalipun. Belum lagi mulutnya tidak bisa diam. Rasanya ingin aku sumpal pakai kaus kaki biar dia diam.

Dear Diary✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang