43 • don't leave me

264 39 3
                                    

Aku duduk di kursi depan minimarket. Hanya diam dan termenung sembari menunggu Jaemin kembali. Laki-laki itu tengah berada di dalam minimarket, entah sedang membeli apa. Dia tidak bilang apapun selain menyuruhku duduk dan menunggunya sebentar.


Aku tersentak saat sebuah kaleng dingin menyentuh permukaan kulit pipiku. Refleks, aku langsung menoleh ke samping. Laki-laki usil itu justru tertawa renyah lalu duduk pada kursi di depanku.

"Bengong mulu sih lu, kagetan kan jadinya," ujarnya disela-sela suara tawanya. Aku mengulum bibir, menahan kesal. "Nih, susu kotak rasa karamel gak ada. Jadi ini aja ya?" ujarnya seraya menyodorkan minuman kaleng tersebut padaku.

"Makasih," jawabku pelan sambil meraih minuman soda tersebut.

Ia hanya berdehem lalu menenggak kopi kalengan yang ada di tangan kanannya.

Aku membuka minuman tersebut kemudian meneguknya sedikit lalu meletakkannya di atas meja. Aku memandangi kaleng minuman tersebut sembari mengetuknya dengan jari telunjuk. Aku masih betah untuk diam.

Isi kepalaku kosong. Aku tidak tahu apa yang seharusnya aku pikirkan. Aku tidak memikirkan apapun, sama sekali, tapi aku khawatir. Khawatir pada banyak hal. Sangat sulit untuk dijelaskan dengan kalimat.

"Tadi guru sosio ngeselin banget Ra," ujar Jaemin lalu meletakkan kaleng kopinya di atas meja.

Kalimat laki-laki itu membuatku mendongak lalu menatapnya. Mempersiapkan telinga untuk mendengarkan celotehannya yang sepertinya akan sangat panjang.

"Dia ngasih catetan materi udah kayak ngasih catetan amal ibadah, banyak banget anjir. Bener-bener dah, jari gua ampe keriting," ujarnya hiperbola.

Aku menanggapinya sekadar mendengus geli sambil geleng-geleng kepala. Laki-laki itu berekspresi masam. Ia kembali menenggak minumannya sejenak kemudian kembali berceloteh.

"Ntar gue pinjemin semua catetan gue, lo udah ketinggalan banyak banget," ujarnya, tidak lagi misuh-misuh.

Aku mengangguk lalu tersenyum tipis, "makasih Jaem."

"Anything for you~" balasnya lalu mengedipkan sebelah kelopak matanya.

Aku mendecih setelahnya tertawa pelan. "Udah jago ya Bahasa Inggrisnya sekarang?" ledekku.

"Gua tuh sebenernya cuma pura-pura bego, Ra selama ini. Lu kagak tau aja," sahutnya membela diri.

"Iya deh, terserah."

Laki-laki itu tertawa renyah setelahnya. Ia kembali meminum kopinya tanpa mengeluarkan sepatah kata lain selama beberapa saat.

Aku kembali menunduk. Seulas senyum tipis yang tadinya menyungging di wajahku perlahan mulai luruh. Aku hanya memandang menerawang ke sembarang arah sembari kembali mengetuk-ketuk kaleng soda dengan jari telunjuk.

Tiba-tiba aku kepikiran soal Jeno.

"Jaem?" panggilku tanpa menatap lawan bicaraku.

"Hm?"

Aku mendongak perlahan, "Jeno... gimana keadaannya sekarang?"

Ia tampak memandangiku sembari meminum kopinya hingga habis. Ia meremukkan kaleng minuman digenggamannya lalu meletakkannya asal di atas meja. Setelah itu, ia baru berbicara dengan seulas senyum tipis di wajahnya. Sangat tipis hingga tampak begitu samar.

"Operasinya lancar, udah lewat masa kritis juga. Ya, walaupun masih belum sadar sih sampe sekarang."

Aku terlonjak kaget, "o-operasi?"

Dear Diary✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang