"Di sini hujan terus dari kemarin. Di sana hujan juga enggak?"
"Iya," jawabku sambil mengapit ponselku pada bahu juga telinga kananku agar tidak terjatuh.
Kemudian, aku sibuk mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah. Aku baru saja selesai mandi. Aku berdiri di depan cermin. Aku menyisir rambutku lalu mengikatnya menjadi satu."Baru apa dari tadi?"
"Dari semalem malah," jawabku.
Setelahnya, aku memakai dasi pada kerah kemeja yang aku kenakan dan mulai menyimpulnya. Sesekali aku menoleh ke dinding, melihat jarum yang terus bergerak pada benda berbentuk lingkaran yang menempel di sana. Aku masih punya cukup waktu.
"Dari semalem?"
"Hm."
"Gak usah sekolah dulu deh kamu, takutnya banjir. Hujannya juga bukan cuma gerimis kan?"
"Kalo banjir nanti tinggal pulang lagi," ujarku tidak mau menurutinya.
Kalau bukan karena tugas presentasi Sejarah Wajib, aku juga malas ke sekolah. Aku tidak mau susulan, sudah susah payah aku menyelesaikannya semalam.
"Kamu ngeyel banget sih kalo dibilangin," katanya, sepertinya kesal.
"Kak Doyoung juga marah-marah mulu setiap ngomong sama aku," balasku.
Untuk beberapa saat, tidak terdengar suara sahutan. Aku mengambil ponsel yang terhimpit oleh telinga juga bahuku. Kak Doyoung marah dan memutus sambungan teleponnya?
Aku memperhatikan layar ponselku yang menyala lekat-lekat sebelum akhirnya memutuskan untuk mengangkat ponselku dan mendekatkannya dengan telingaku lagi.
"Halo? Kak Doyoung?"
"Emang kakak marah-marah mulu, ya sama kamu?" tanyanya hati-hati.
Jadi, selama ini dia tidak sadar?! Ngomel-ngomel dan protesnya itu tidak terhitung sebagai marah-marah?! Kurang galak apa lagi dia coba?! Setiap hari juga sensi terus, seperti seorang gadis yang sedang datang bulan hari pertama. Mood swings terus.
"Udah ah, aku mau berangkat. Dah Kak Doyoung!"
"Kamu serius mau ke sekolah?! Hujan-hujanan?!"
"Gak hujan-hujanan juga, aku bawa payung."
"Kakak suruh Jaehyun buat anter—"
"Gak usah, apaan sih kak? Kak Jaehyun pasti sibuk, aku gak mau ngerepotin orang terus."
"Jaehyun juga gak bakal ngerasa direpotin sama kamu."
"Bukannya gak repot, tapi gak enak sama Kak Doyoung." Tidak ada balasan. Orang di balik telepon itu terdiam beberapa saat. "Aku bisa naik bus kok," lanjutku lagi cepat.
"Terserah deh, kamu keras kepala," tukasnya.
Lho, kok jadi aku?!
Dia juga sering keras kepala, aku tidak pernah protes selama ini. Bahkan pada sifat overprotective yang ia miliki.
"Jangan lupa bawa payung sama pake jaket. Gak boleh sampe sakit lho, ya?" ujarnya lembut.
Masih perhatian ternyata.
"Iya, ini aku mau ambil jaket," jawabku sambil berjalan menuju lemari.
Aku membuka salah satu pintu kayunya. Mataku menelisik setiap isinya. Ada hoodie-ku yang kembaran dengan Kak Doyoung. Wah, sudah lama sekali aku tidak memakainya. Aku mengambil hoodie berwarna abu-abu cerah tersebut. Aku menatapnya cukup lama dan tidak sadar jika kedua sudut bibirku perlahan naik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Diary✔
Фанфик[Complete] "Kamu itu cuma kasian. Mana mungkin kamu bisa cinta sama orang gila, Jeno?" ©Scarletarius, 2020