14 • crazy? no, i'm not!

284 58 8
                                    

sebelum mulai, aku mau kasih tau kalo part ini bakal jadi part paling bikin bingung sejauh ini

jadi harap siapkan mental karena bisa bikin pusing, sedikit
ehehehe

Oke, lanjoettt

.
.
.


Aku tidak tahu sekarang aku sedang berada di mana. Tempat ini sangat gelap. Aku terus berjalan di sepanjang tepi jalan besar yang benar-benar kosong. Aku tidak mengerti kenapa kakiku membawaku ke tempat sepi seperti ini. Tapi, aku terus mengikutinya tanpa protes. Tidak berniat berbalik dan berjalan ke arah yang berlawanan.

Malam ini sangat dingin, bahkan hingga ada kepulan kabut di udara. Aku merengkuh tubuhku sendiri untuk memangkas hawa dingin yang mulai menyentuh permukaan kulitku. Aku sudah memakai jaket tebal, tapi tetap saja rasa dinginnya menusuk hingga ke tulang.

"Nara!"

Aku bisa mendengarnya meskipun agak samar-samar. Aku tidak berani menoleh ke manapun. Aku terus berjalan dan mempercepat langkah kakiku.

"Nara, kamu mau ke mana?!"

Suara itu terdengar lagi. Masih dengan suara yang sama. Itu membuatku semakin gugup setengah mati. Aku sangat takut.

"Jangan pergi, Nara!"

Suara itu terdengar sangat familiar, dan itu justru membuatku semakin takut. Pasalnya, suara itu terus menggema di kepalaku dan terus terdengar. Aku tidak suka seperti ini.

"Tolong Papa, sayang!"

Aku tercekat. Aku langsung berhenti melangkah. Semua rasa takut dan keraguan hilang dalam hitungan detik. Tanpa perlu mempertimbangkan apapun, aku langsung membalik tubuhku.

"P-papa?!"

"Iya, ini Papa nak."

Pria itu terlihat sangat putus asa. Aku bisa melihat raut wajahnya meskipun jarak kami cukup jauh. Aku tidak bisa menahan diriku lagi. Perlahan, aku mulai melangkahkan kakiku, mendekat pada pria yang berdiam diri di tempatnya itu.

"P-papa..." rancauku.

"Sayang, Papa mau sama kamu. Papa gak suka tempat itu. Mereka jahat."

Aku tidak tahan lagi. Aku biarkan cairan bening yang sudah membendung di pelupuk mataku itu tumpah.

Aku ingin merengkuh tubuh pria itu dalam-dalam. Aku merindukannya. Aku rindu aroma tubuhnya. Aku rindu senyumannya. Rindu suara tawanya yang hangat. Rindu masa-masa yang pernah kita habiskan bersama.

"Pa... Nara kangen. Nara mau sama Papa. Nara mau kita kayak dulu lagi," ujarku lirih.

"Mereka jahat, Nara. Mereka gak izinin Papa pulang. Mereka gak mau Papa ketemu sama kamu."

"Kenapa mereka gak izinin Papa pulang? Nara udah gak punya siapa-siapa lagi sekarang...."

Pria itu tidak menjawab. Ia masih berdiri, dan kini mulai menangis. Hatiku teriris melihatnya. Siapa yang berani memisahkan Papa denganku? Siapa yang tidak memberikan izin Papa untuk pulang? Kenapa mereka jahat sekali?

Aku tidak bisa menahannya lagi. Rasa rindu ini sudah terlalu bergejolak. Aku berlari menghampiri pria itu. Berlari secepat mungkin. Aku tidak mau membiarkan Papa menangis seperti itu.

"Mereka semua jahat Nara," ujarnya lagi. Suaranya sangat parau.

Mendengarnya membuat dadaku terasa sesak. Bersamaan dengan air mataku yang mengalir semakin deras. Dadaku mulai terasa sakit dan terus-menerus sesenggukan.

Dear Diary✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang