24 • misunderstand

211 42 20
                                    

Aku berjalan memasuki kelas, berusaha bersikap biasa saja seperti hari-hari biasanya. Walaupun akhir-akhir ini aku jadi aneh. Tapi sudah cukup, aku tidak mau bergalau ria lagi. Setidaknya cukup aku saja yang tahu kalau suasana hati ini sedang tidak enak, orang lain jangan.

Aku tidak bisa berbohong kalau kepalaku dipenuhi oleh nama Jeno dan Kak Lucas. Dua makhluk itu sukses membuatku susah tidur hingga pukul tiga pagi. Penyesalan karena merindukan Jeno yang jelas-jelas tidak merasakan hal yang sama sebab sudah bersama Siyeon. Dan, setiap kalimat aneh Kak Lucas saat mengantarku pulang kemarin.

Belum lagi Kak Doyoung mengintrogasiku sesaat ia pulang. Ia bertanya aku pulang dengan siapa karena ia tahu Kak Jaehyun tidak menjemputku. Aku sampai beradu mulut dengan laki-laki itu karena aku bilang aku pulang bersama teman sekelasku dan dia tidak percaya. Aku berusaha untuk menyembunyikan Kak Lucas dari kakakku itu sesuai dengan perintahnya.

Kak Lucas hanya belum siap. Entah, siap untuk apa. Yang jelas, aku tidak mau mengacau rencananya, apapun itu.

Somi menyapa kedatanganku dengan senyum merekah sedetik setelah mengalihkan pandangan dari ponsel. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum simpul. Haechan tidak ada di tempatnya, tapi ia sudah datang karena aku melihat tasnya sudah ada di kursi. Dan, Jaemin, laki-laki itu menatap kedatanganku dengan dingin.

"Lu jadi cewek murah banget dah. Mau-mau aja diajak pulang bareng sama si Lucas bangsat," ketus Jaemin.

Kedua sudut bibirku yang sebelumnya melengkung naik kini mulai turun. Aku menanggapi kalimatnya hanya dengan helaan napas. Apa ia tidak mengerti sesulit apa menyembunyikan perasaan yang kacau di hadapan orang banyak? Kenapa dia malah memancing emosi? Aku tidak mau marah-marah pada siapapun hari ini.

Aku bertekad untuk tidak menggubrisnya. Aku menaruh tas asal di atas meja kemudian buru-buru duduk di kursiku. Aku tidak punya waktu untuk menanggapinya, waktu yang aku punya aku dedikasikan untuk berpikir keras, mencari jawaban dari setiap tanda tanya yang terus menghujam kepalaku.

"Kemarin reuni, ya? Udah berapa lama emang gak ketemu? Ngakunya gak kenal, huh," lanjut laki-laki yang sama.

Aku memutar tubuhku, menatapnya, "gak usah ganggu dulu ya, Jaem? Bentar aja, gue lagi gak mood."

"Kenapa? Belum ketemu si bajingan itu ya, hari ini? Makanya gak mood," ujarnya asal.

"Jaemi-"

"Si brengsek itu udah nembak lo belum? Kalo belum biar gue dul-"

"Bisa diem, gak sih?!"

Cukup, aku tidak bisa menahannya lagi. Laki-laki itu terus memancing emosi dan merusak suasana hatiku. Dia tidak tahu sesakit apa kepalaku karena banyak pikiran. Juga, selelah apa tubuhku karena baru tidur selama dua jam.

Kedua bola mataku yang sebelumnya menatapnya nyalang kini mulai sendu. Bibirku juga perlahan bergetar. Ah, aku jadi ingin menangis tiba-tiba. Aku tahu akhir-akhir ini dunia terasa sangat melelahkan, tapi menangis disaat seperti ini sungguh memalukan. Kenapa aku terlahir sebagai gadis cengeng sih?

"Gue capek, Jaem..." gumamku dengan suara yang sialnya berubah parau.

Lelah dengan dunia, sampai-sampai rasanya ingin hilang ditelan bumi saja.

"Jaemin lo apaan sih?!" sungut Somi tiba-tiba. Gadis itu langsung bangkit. "Sini Nara, Somi puk-puk," sambungnya lagi, mengubah lawan bicaranya.

Aku masih tak bergeming. Berusaha menahan diri untuk berhenti menjadi lemah, berhenti bertingkah memalukan. Dan didetik yang sama, Somi merengkuh tubuhku dan menepuk punggungku beberapa kali dengan lembut. Ini membuatku nyaman, tapi membuat air yang berusaha kutahan malah mengalir.

Dear Diary✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang