Pelan - Pelan

18K 109 4
                                    

Tepat 15 menit sebelum waktu berbuka puasa, Alfaro sudah ada di rumahku mengenakan kaos lengan pendek warna hitam dan celana panjang berwarna gelap. Entah kenapa, aku merasa kaos hitam selalu membuat pemakainya terlihat jauh lebih keren, ternasuk Alfaro sore ini.

Tapi menurutmu, berapa nilai mata pelajaran PPKN waktu Alfaro SD dulu? Bisa-bisanya bertamu ke rumah orang menjelang magrib? Apa sengaja banget mau nebeng buka puasa dirumah orang? Kan aku jadi harus repot-repot membuat sajian berbuka puasa untukku dan Alfar, mana orang rumah lagi nggak ada. Males!

Sebenernya tidak repot juga sih, karena kebetulan satu-satunya makanan yang ada di rumah cuma Indomie, jadi itu juga yang akan menjadi menu berbuka puasa kami sore ini.

Indomie rebus, pake jamur kancing, cabenya 4. Mencret-mencret dah. Sukur! Salah sendiri sudah ambil jaket nggak mau langsung pulang, malah sengaja merepotkan tuan rumah dengan nebeng berbuka puasa.

Selesai makan dan shalat maghrib, aku dan Alfaro nonton berita di Metro TV, walau ujung-ujungnya justru kami lebih banyak berdebat dari pada nonton TV. Dan tentu saja Alfaro selalu ingin menang dalam semua perdebatan, sementara aku cenderung tak mau ambil pusing, karena memang tidak semua perdebatan harus di menangkan.

Alfaro mengeluarkan Hp dari saku celananya, "Sierra, sini duduk samping aku!" Dia memaksa sambil menarik tanganku.

"Mau ngapain sih?" sambil mendekat, hingga tak ada jarak lagi antara kami. Setelah pipi kami menempel satu sama lain, Alfar membenarkan pegangan Hp nya lalu cepat-cepat mengambil foto.

"Buat apa sih? Mau melet aku?" Aku bergeser, kembali membuat jarak antara tempat dudukku dan Alfar.

"Buat bukti kalau jaketnya udah ku ambil. Memangnya kamu mau aku tagih dua kali?" Wajahnya datar, lalu berpaling melihat TV.

"Ok aku pulang! Kamu ati-ati di rumah sendirian," Alfaro bangkit disusul aku yang sudah siap mengantarnya keluar.

Tiba-tiba langkah Alfar terhenti, lalu memandang dengan tatapan dalam dan gelap ke arahku.

"Sierra, kamu cantik malam ini. Terimakasih Indomienya!" Aku mengangguk, sambil memastikan bahwa aku tidak sedang mengalami gangguan telinga.

"Aku boleh cium?" Sontak aku melotot. Terkejut oleh pertanyaan Alfar yang dia ucapkan masih dengan wajah datar dan dingin.

Aku rasa, aku sedang benar-benar mengalami gangguan telinga. Atau jangan-jangan memang Alfar yang menantang minta di gampar?

"Najis!" Jawabku cepat. Tanpa ku duga, dengan gerakan yang sangat cepat, ia telah menempelkan bibirnya si keningku. KURANG AJAR!!!! Wajahku menghangat karena marah.

"Marah? Apa mau cium bibir? Aku khawatir aja kamu bakal nyiumin cangkir bekas aku minum setelah aku pulang!" Dengan cepat tanganku melayang, menggeplak bahu Alfaro sekencangnya.

"SAKIT LO YA?! Nggak waras!! Udah sana pulang!!!" Aku buru-buru mengunci pintu setelah terlebih dahulu mendorong Alfaro keluar. Ini pelecehan. Keterlaluan.

***

Bipbip... sebuah pesan masuk via BBM.

Alfar: udh tdr? Bsk ku anter balik ke tempat KKN. Jm 8 ku jemput!

Aku mengusap kening. Mengingat kembali kejadian tadi membuat aku menjadi sebal. Aku bahkan masih ingat betapa lembut bibirnya saat menyentuh keningku. Bagaimana bisa dia melakukan itu? Hey, dia bukan pacarku!! bahkan teman pun bukan! Tak habis pikir, bagaimana bisa sifat kasar dan cabul berkumpul si satu orang yang sama? Apa dia Bipolar?

Bipbip...

Alfar: maaf klo yg aku lakuin td bikin km marah. Aku suka pertemuan kita tadi. Km sebaiknya kasi aku kesempatan!

Commuter LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang