Semakin Rumit

4.6K 67 17
                                    

Aku baru saja menutup telepon dari Reina yang mengabarkan tentang panggilan interview ku besok jam 1 siang. Untungnya besok aku memang sedang tidak ada jadwal bimbingan, jadi aku tidak perlu repot-repot mengosongkan jadwal.

Bipbip...

Alfar: Ra, lagi apa?

Jangan di balas! Begitu kata akal sehatku, karena semakin lama berhubungan dengan Al, sama saja dengan aku sedang latihan menyia-nyiakan hidup! Inget baik-baik, aku dan Al nggak punya masa depan! Al nggak cinta aku, karena kalau cinta nggak mungkin cuek! Inget Nabila, Inget!!

Alfar: Ra

Hmmmm... kuat Nabila, kuat!! Tapi, apa mungkin sekarang kamu sedang merindukan aku Al?

Alfar: Sierra... ko ga d bls? :(

Sial. Seperti ada yang menekan bagian tengah leherku. Mengapa menghirup oksigen rasanya jadi sesakit ini? Astaga. Aku kangen Alfar :(

Paginya aku mulai sibuk mempersiapkan hal apa saja yang mungkin akan di tanyakan saat interview siang nanti. Meskipun hanya untuk posisi kasir, tapi aku merasa tetap harus mempersiapkan semuanya sebaik mungkin, mengingat ini adalah interview pertamaku selama hidup di dunia. Aku harus berhasil.

Alfar: Ra, aku kesana ya. Aku kangen.

Me: jgn!


Alfar: knp?

Me: aku mau pergi interview

Alfar: aku aja yg anter!

Me: nggak usah, aku bisa sendiri

Alfar: aku kesana sekarang!

Ya Tuhan, mencoba membuang Al adalah hal paling menyakitkan yang pernah ku lakukan secara sadar. Tapi dengan membiarkannya tetap tinggal, aku jadi punya kemungkinan tersakiti 325 kali lebih besar. Aku takut.

Pukul 10 lewat 15, aku melihat Al tengah menungguku di depan pintu setelah berhasil memarkirkan motornya dengan presisi, tepat di samping pot berisi anggrek yang baru Mama beli 2 hari lalu.

"Kamu cantik Ra," aku merapikan kerah kemeja putih yang tengah ku kenakan, juga mulai sibuk dengan blazer yang entah mengapa jadi terasa kurang nyaman. Aku tidak berani menatap Al, tidak juga membalas sapaan basa-basinya itu.

"Nggak mau ajak aku masuk dulu Ra? Atau mau berangkat sekarang?" Aku mengintip sedikit ke matanya yang sendu, tiba-tiba, rasanya aku ingin menangis. Aku kangen kamu Al. Aku tidak tau bagaimana seharusnya memperlakukan kamu.

"Kamu ngapain kesini sih Al?" tanyaku dengan wajah yang ku buat sejudes mungkin.

"Anter kamu interview."

"Aku nggak minta di anter!"

"Aku yang mau!" Al memang keras kepala. Selalu.

"Please Al, kita udah putus, jangan kaya gini!"

"Iya. Iya Sierra. Terkahir. Terakhir kali aku anterin kamu kaya gini. Yuk!" Sorot matanya sayu. Dan perasaan takut itu seketika menyergapku. Apa benar ini akan jadi yang terakhir? Aku takut, jangan-jangan malah aku yang masih mau kamu ada dihidupku :(

Dan aku telah berada di balik punggung Al saat gerimis tiba-tiba turun di jalan Karang Setra. Al mengurangi kecepatan dan menepikan kendaraannya di depan sebuah kios yang kebetulan tutup, "neduh dulu ya Ra. Maaf aku nggak bawa jas hujan." Aku mengangguk.

Al lalu membuka jaket yang ia kenakan dan melikitkannya di bahuku, "pake ya Ra, biar baju kamu nggak basah." Awalnya aku menolak, "tapi kamu mau interview Ra, bukan mau nebeng rebahan di kosan aku, hehe." Aku jadi ikut tersenyum. Entah bagaimana Al selalu bisa membuatku senang.

Commuter LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang