Aku dan Andre akhirnya sepakat untuk merayakannya lebaran di Pontianak bersama keluarganya, dan berangkat H+1 setelah lebaran.
Proses perizinan dengan orang tua ku pun terbilang mudah, selain karena orang tua Andre yang meminta langsung kepada ibuku, juga seperti yang pernah ku bilang kalau mereka sudah terlanjur percaya bahwa Andre adalah pria yang 'baik'.
Aku juga bilang ke Al kalau akan ke Pontianak lebaran ini. Seolah-olah aku tidak akan pergi jika Al tidak mengizinkan aku pergi dengan Andre, tapi ternyata dia tidak melarang. Tidak memberatkan langkahku untuk pergi.
Hingga akhirnya hari keberangkatan kami pun tiba. Dengan menaiki pesawat pertama hari ini, maka terbanglah aku dan Andre ke Pontianak, meninggalkan Bandung dan segenap cinta yang tertinggal sepenuhnya di sana.
Sudah ku ganti nama Alfaro jadi Anisa pada kontak di BB ku, jangan sampai kebersamaan ku dan Andre mengganggu komunikasi ku dengan Al. Alfaro bagaikan mesin semangat yang harus tetap hidup, atau aku yang mati!
Aku mencintai Al. Si pria menyebalkan dengan tipe wajah kesukaanku. Alfaro ku yang tampan, mancung, tinggi, cool, cuek, nyebelin, ngangenin, keras kepala! Segala tentangnya telah benar-benar menjadi duniaku hari ini.
Sementara kebersamaanku bersama Andre, kian lama makin terasa seperti mata ikan yang membuatku bagai berjalan diatas duri. Ingin ku buang! Hanya saja aku masih belum siap mendengar ceramah Mama berbulan-bulan tentang kelakuan laknatku karena menyia-nyiakan pria sebaik Andre.
Setibanya di rumah Andre, seluruh anggota keluarganya langsung menyambut kami. Terutama ibunya yang langsung memeluku dan mengajakku berkeliling untuk dikenalkan pada anggota keluarga lain.
"Gimana Bil? Capek ya? Jauh ya rumah kami ini di dalam hutan, beda dengan kondisi di kota, disini ya begini, tapi ibuk yakin nanti kamu betah tinggal disini. Iya kan Ndre?" Ibunya menepuk pundak Andre. Aku tersenyum, sementara Andre lalu mengangguk dan menjawab, "tak mungkin mau la Nabila tinggal di sini. Iya tidak Bil?" Pundak Andre menyenggol pundakku. Aku hanya tersenyum. Siapa pula yang mau tinggal di sini dan menjadi Istrimu? Jangan harap!!!
"Eeee, dijaga la mulut mu itu. Sapa bilang Nabila tak mau tinggal di sini, ya tak?" Ibuk mengangkat alis, seolah memaksaku untuk setuju. "La kau pikir siapa nak merawat perkebunan sawit kita bila bukan kau dan Nabila. 100 hektar mau kau buat apa nanti? Kolam kodok?" Bapak ikut menggoda Andre yang kemudian di sambut riuh tawa anggota keluarga yang lain, such a lovely family, except you, Andre!
Keluarga Andre baik, bahkan sangat baik!!! Jika bukan karena Andre telah meniduri pelacur, atau jangan-jangan karena Alfar yang telah hadir dan membuat hidupku menjadi tidak biasa, aku pasti akan sangat menikmati keberadaanku di sini.
Aku lalu melakukan home tour secara mandiri. Rumah ini berukuran cukup besar, perabotannya masih di dominasi oleh perabotan jaman dulu, tapi karena Ibuk merawat dan membersihkannya dengan baik, rumah ini jadi terasa begitu nyaman, dengan view perkebunan sawit yang menjadi pemandangan dihalaman depan.
Pada dinding-dindingnya yang lapang, aku juga melihat ada cukup banyak foto ku yang terpajang. Ya, foto ketika aku sedang berpura-pura bahagia di hari wisuda Andre. Kasian Nabila!
Tidak membiarkan aku berkeliling rumah sendian lama-lama, Ibunya lalu mengajakku mampir ke rumah saudara dan ke beberapa tetangga dekat. Perasaan aneh seketika menyergapku, setiap kali Ibuk dengan bangga mengenalkan aku sebagai calon mantu yang akan segera menjadi bagian dari keluarga mereka. Aku jadi merasa tidak enak, terlebih saat ku lihat beberapa foto ku ternyata juga terpajang di dinding-dinding rumah saudara Andre. Apa memang aku sudah sediterima itu?
Aku tidak bisa membayangkan pada hari disaat nanti aku dan Andre putus, akan ada berapa hati yang kecewa dan berapa banyak foto yang akan dibakar dengan bumbu sumpah serapah nantinya? Sungguh ku ucapkan mohon maaf lahir dan batin sebelumnya.
***
Bipbipp...
Alfar : Sierra, aku cinta kamu! Tapi di sisi lain, kamu punya pacar. Aku harus gmn?
Aku senyum sendiri melihat BBM dari Al. It's my problem Al, not you! Lagian kamu kesambet setan apa bisa sampai melow begini? Apa karena rindu nggak bisa ketemu langsung selama hampir seminggu? Kaya gini terus donk Al, aku suka.Me: Aku kan udh d Bdg Al. Jmpt k rmh ya, kgn!
Al: pake running shoes!
Me: Serius? Mo ngapain emang?
Al: menurut km mo ngapain klo pake running shoes? Bikin sajen buat siluman luwak?
Maka disini lah kami sekarang, stadion UPI pukul 4 sore, dimana matahari masih hangat-hangatnya.
"Aku nggak suka olahraga Alfar! Kamu aja deh lari sendiri!" Aku mengeluh.
Sungguh aku benci olahraga. Terakhir aku olah raga adalah 3 tahun yang lalu, saat aku masih SMA. Itu pun setelahnya badanku jadi sakit semua selama seminggu penuh. Aku tidak suka berkeringat!
"Harus! Ya udah kita jalan kaki aja!" Jawab Al dengan muka datar andalannya. Dia terlalu cuek untuk mencari tau hal-hal apa saja yang tidak aku sukai.
"Al plis, aku ngga mau! Kenapa sih?" Aku menghentikan langkahku, dan menarik paksa lenganku yang dari tadi diseret Al.
Al ikut berhenti, dia menatapku dalam-dalam, seolah memintaku mengerti.
Matanya memicing, tajam. Aaahh Al, semakin diliat, rupanya kamu semakin mirip Iqbal Ramadhan. Ganteng Al, aku suka. Tapi kembali ke yang tadi, aku tetep nggak mau ya dipaksa olahraga!
"Aku ngga bisa berpikir jernih kalau liat kamu!" Jawab Al kemudian.
"Maksudnya?" Aku melongo.
Al menyondongkan kepalanya ke samping telingaku. Pelan-pelan ia berbisik, "ke kosan yuk!"
Dan pada hari itu, akhirnya untuk yang pertama kalinya dalam hidup, aku membiarkan seseorang merusak selaput dara ku, mengenalkan aku pada bisik yang menggelitik, dan, kini aku suka berkeringat!
Kami berdua lalu terbaring dalam diam. Aku hampir tertidur, jika Al tidak tiba-tiba bertanya, "masih sakit Ra? Perih?" Aku mengangguk. Faktanya aku memang masih merasa tidak nyaman dengan apa yang terjadi di bawah sana.
"Maafin Al, yank!" Raut wajahnya seketika sedih. Bahkan aku yang justru telah kehilangan segalanya, masih bisa merasa baik-baik saja.
Al merengkuh tubuhku, lalu menenggelamkan wajahku di dadanya. "Jangan tinggalin aku ya Ra!"
Bukankah seharusnya aku yang bilang begitu? Aku sudah tidak perawan, dan kabar buruknya tidak banyak laki-laki yang mau menerima perempuan yang sudah pernah di pakai.
Aku mengangguk tipis sebelum akhirnya meminta, "anterin aku pulang ya Al!" Sambil memunguti baju yang tadi dilempar sembarangan.
Al melingkarkan tangannya di perutku, "masih kangen Ra!"
"Udah malem Al. Yuk! Sebelum kamu makin nggak bisa berpikir jernih karena liat aku, hehe," Godaku.
Berat rasanya melangkahkan kaki untuk pulang. Kalau bisa, aku ingin langsung nikah saja sama Al, biar bisa sama-sama terus. Boleh ga sih?
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata!
KAMU SEDANG MEMBACA
Commuter Line
RomanceTerlahir cantik dengan deretan mantan di usia yang belum genap 22 tahun, bukan jaminan seseorang merasa bahagia. Sierra Salwa Nabila, justru menghadapi kehidupan yang rumit saat ia akhirnya jatuh cinta pada seorang pria cuek bernama Alfaro yang tanp...