Menyerah

2.3K 62 6
                                    

Pagi-pagi sekali aku sudah berebutan daging kambing dan petai di tukang sayur yang biasanya tidak sekalipun ku datangi – tentu saja karena aku tidak pernah masak – tapi kali ini aku mau membuat nasi goreng kambing spesial untuk Al. Aku mau dia terkesan. Seperti kata orang bahwa
cantik saja tidak cukup, aku harus punya added value untuk membuat Al tidak punya pilihan lain sebaik aku.

Aku mulai menyiapkan semua bahan, termasuk mulai memasak nasi yang nantinya akan ku jadikan nasi goreng selepas orang tuaku berangkat ke kantornya masing-masing.

Walaupun tidak pernah masak, namun jika hanya membuat nasi goreng, seharusnya mudah. Apalagi kalau di buat dengan penuh cinta. Ku yakin rasanya pasti enak. Pasti. Minimal aku sudah punya bayangan rasanya nanti akan seperti apa.

Me : Al. Hari ini jadi ke rmh kan?

Alfar : Diusahain ya. Ntar aku kabarin

Me : Kmaren bilang bisa. Aku mau bikinin nasi goreng kambing pake pete kesukaan kamu nih

Alfar : Iya Ra. Liat nanti yah

Me : Jam berapa kira-kira ?

Alfar : Jm 2. Ntar di kabarin lagi

Melihat jawaban Al yang sepertinya tidak yakin, aku jadi agak takut dia tidak akan datang. Tapi ku enyahkan pikiran negatif itu dan mulai mengupas petai yang tadi ku beli di gerobak sayur Mang Adang. Tidak mungkin kan Al ingkar janji? Dia sendiri yang bilang kalau aku penting.

Pukul 12 siang. Aku mulai memasak dengan terlebih dahulu menumis daging kambing yang sudah di iris kecil-kecil supaya empuk. Selanjutnya tinggal memasukan petai, telur, nasi dan aneka bumbu agar terasa sedap sempurna. Berkali-kali ku cicip. Ku tambah kecap, tambah masako sedikit. Lalu garam. Cicip lagi. Ku aduk. Cicip lagi. Sampai mendapatkan rasa yang benar-benar enak baru kompor ku matikan. Kalau nanti Al datang. Aku tinggal memanaskannya saja.

Selesai masak aku buru-buru mandi, dan berakhir lama saat memilih baju. Tidak lupa ku catok juga rambutku agar lurus dan jadi lebih lembut.

Ku semprotkan minyak wangi banyak-banyak ke seluruh tubuh biar Al betah berlama-lama menciumi aroma tubuhku. Yuhuuu, aku semakin tidak sabar dengan acara makan siang bersama Al kali ini.

Beberapa kali ku lirik Hp. Namun belum ada kabar, padahal sudah jam 2 lebih. Mungkin Al kena macet di jalan. Tau sendiri jalanan Bandung akhir-akhir ini tidak bisa di tebak. Apalagi selepas hujan, selalu saja macet di mana-mana. Jadi dari pada terus berpikir yang tidak-tidak, lebih baik aku ke dapur dan memastikan kalau nasi gorengnya masih seenak tadi.

Waktu sudah menunjukan pukul tiga sore. Sudah telat 1 jam dari waktu yang ia janjikan. Terlalu lama menunggu membuat pikiranku mulai berkelana kemana-mana hingga aku tidak bisa lagi duduk tenang.

Jangan-jangan make up ku luntur, aku harus segera memastikan lagi di cermin untuk yakin bahwa aku terlihat cantik saat Al datang.

Sungguh menunggu adalah sebuah petualangan paling menyebalkan. Rasanya tidak jauh berbeda seperti sedang kebelet buang air besar tapi harus terjebak antrian panjang di toilet umum. Mulas dan gelisah bercampur aduk menjadi panik, karena tidak bisa memprediksi kapan pintu toilet akan terbuka.

Baik. Akhirnya ku putuskan untuk mengirim pesan singkat ke Al. Terlalu lama menunggu memang sangat menyiksa, belum lagi perutku juga sudah mulai keroncongan karena dari pagi memang sengaja belum diisi.

Me : Al. Udah di mana? Nasi gorengnya udah jadi :)

Alfar : Maaf Ra. Kayanya aku nggak bisa ke rmh kamu hari ini. Masih ada urusan.

Commuter LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang